Sengketa Pelanggan Listrik di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

LEGAL OPINION
TELAAH GUGATAN YANG MENCEMARKAN NAMA DIRI SENDIRI
Question: Kalau ada perbedaan pendapat antara warga pemilik rumah dengan PLN (Perusahaan Listrik Negara), selain ke pengadilan, penyelesaian sengketa bisa lewat BPSK, karena ngak mungkin kan konsumen listrik milih untuk diputus saja sambungan listriknya karena tidak ada alternatif kompetitor lainnya?
Brief Answer: Dari praktik pendirian Mahkamah Agung RI, masyarakat yang menjadi pelanggan suplai listrik dari perusahaan pemasok listrik, sekalipun itu BUMN/D, dikategorikan sebagai kriteria “konsumen” yang dilindungi oleh Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, serta dapat menyelesaikan sengketa pada forum alternatif penyelesaian sengketa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Namun bukan artinya setiap gugatan konsumen akan dikabulkan setelah pokok perkara diputuskan oleh Majelis Hakim tingkat kasasi di Mahkamah Agung, sekalipun benar bahwa konsumen dilindungi oleh hukum—oleh sebab hanya konsumen yang “beritikad baik” yang mendapat perlindungan hukum. Bersikap rasional tetap sebagai garda terdepan sebelum berencana mengajukan gugatan perdata.
Berdasarkan Prinsip Resiprositas, berbicara perihal “perlindungan konsumen” maka disaat bersamaan kita tidak dapat menafikan perihal “perlindungan hukum bagi pelaku usaha”. Masing-masing memiliki kontra-prestasi. “Hak” disatu pihak berarti “kewajiban” di pihak lain, serta “ada hak berarti ada kewajiban”, sehingga masing-masing pihak memiliki “hak dan kewajiban” secara seimbang dan bertimbal-balik. Dengan kata lain, tidak hak perlindungan bagi pihak konsumen bila tanpa disertai kewajiban untuk menghormati pihak pelaku usaha (asas timbal-balik resiprokal).
PEMBAHASAN:
Terdapat cerminan konkret, sebagaimana SHIETRA & PARTNERS dapat merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa perlindungan konsumen register Nomor 1240 K/Pdt.Sus-BPSK/2017 tanggal 19 Oktober 2017, perkara antara:
- EDDY RIVALDO, sebagai Pemohon Kasasi, sebelumnya selaku Termohon Keberatan; melawan
- PT. PLN (PERSERO) WILAYAH RIAU DAN KEPULAUAN RIAU, selaku Termohon Kasasi dahulu Pemohon Keberatan.
Tidak semua warga mengajukan gugatan dilandasi itikad baik, bahkan seorang warga pelanggan listrik yang telah “mencuri listrik”, justru kemudian menggugat pihak perusahaan pemasok listrik yang telah dirugikan oleh warga bersangkutan. Terlepas dari apapun dibalik motif gugatan tidak rasional semacam demikian, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Pekanbaru menerbitkan putusannya Nomor 001/BPSK/PKR-SEKT/I/2017, tanggal 23 Februari 2017, dengan amar sebagai berikut:
MEMUTUSKAN :
1. Mengabulkan tuntutan Pemohon untuk sebahagian;
2. Menghukum Termohon PT. PLN untuk memasang kembali Kwh meter milik Pemohon PT. Indosat seperti semula;
3. Menghukum Termohon PT. PLN untuk membayar kerugian konsumen sebesar Rp45.645.500,00 (empat puluh lima juta enam ratus empat puluh lima ribu lima ratus rupiah) sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
4. Menyatakan denda tagihan susulan sebesar Rp97.121.420,00 adalah tidak sah;
5. Menolak tuntutan Pemohon untuk sebahagian.”
Bahwa terhadap amar putusan BPSK yang demikian “pro” terhadap konsumen, sebagaimana biasa terjadi, pihak perusahaan penyedia listrik kemudian mengajukan keberatan ke hadapan Pengadilan Negeri Pekanbaru. Pelaku Usaha menolak dan keberatan terhadap putusan BPSK, yang dinilai telah bertindak melampaui batas kewenangannya.
Berdasarkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) Instalasi / Sambungan Listrik 3 fasa pada tanggal 2 November 2016, ditemukan pelanggaran berupa:
- Ditemukan sadap langsung sebelum masuk kwh meter menggunakan kabel warna hitam jenis kabel NYYHY ukuran 2 x 0.75 mm;
- Hasil pengukuran beban 1.7 A peruntukkan lampu penerangan tower.
Menjadi jelas bahwa telah terjadi penyalahgunaan pemakaian tenaga listrik pada persil Tergugat. Oleh karena itu, untuk memasang kembali Kwh meter Tergugat, Tergugat harus terleih dahulu menyelesaikan Tagihan Susulan atas P2TL Tergugat sebesar Rp97.121.429,00. Yang bila merujuk norma Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, terdapat pengaturan:
Konsumen wajib:
a. Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik;
b. Menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen;
c. Memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya;
d. Membayar tagihan pemakaian tenaga listrik; dan
e. Mentaati persyaratan teknis dibidang ketenagalistrikan”;
menjadi jelas bahwa pihak Konsumen telah melanggar kewajiban Konsumen, yang mana tindakan Konsumen memasang lampu pada tower milik Konsumen dengan menyadap langsung sebelum masuk Kwh meter menggunakan kabel warna hitam jenis kabel NYYHY ukuran 2 x 0.75 mm tersebut dapat menimbulkan bahaya ketenagalistrikan, dengan demikian Konsumen tidak menjalankan kewajibannya sebagai konsumen, dalam hal ini tidak melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik serta menjaga keamanan instalasi milik Konsumen.
Konsumen juga tidak menjalankan kewajibannya sebagai konsumen yakni dalam hal memanfaatkan tenaga listrik sesuai peruntukkannya, yang mana berdasarkan Temuan P2TL didapati hasil pengukuran beban 1.7 A peruntukkan lampu penerangan tower dengan melakukan sadap langsung.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik, bahwa pelanggan yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dikenakan sanksi berupa:
a. Pemutusan sementara;
b. Pembongkaran rampung;
c. Pembayaran tagihan susulan;
d. Pembayaran biaya P2TL lainnya.
Tindakan petugas P2TL dengan melakukan pemutusan dan pembongkaran rampung Kwh meter Pemohon telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik, yang juga dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2), disebutkan bahwa penyambungan kembali bagi pelanggan yang telah dikenakan pembongkaran rampung diberlakukan sebagai pelanggan pasang baru setelah melunasi tagihan susulan serta biaya P2TL lainnya dan/atau telah menanda-tangani SPH dan telah melunasi angsuran pertama.
Sangat jelas telah terjadi penyalah-gunaan pemakaian tenaga listrik di Persil Tergugat. Oleh karena itu, untuk memasang kembali Kwh meter Tergugat, Tergugat harus terleih dahulu menyelesaikan Tagihan Susulan atas P2TL Tergugat sebesar Rp97.121.429,00.
Kalim “kerugian” pihak Konsumen atas sewa genset dan biaya pembelian bahan bakar gengset tersebut merupakan kebutuhan operasional dari Konsumen yang seharusnya tidak dibebankan kepada pihak Pelaku Usaha.
Justru yang mengalami kerugian berdasarkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) Instalasi / Sambungan, adalah pihak Pelaku Usaha, hal ini dikarenakan adanya Pelanggaran Golongan III (P III) yang mana adanya aliran tenaga listrik yang tidak melalui pembatas dan tidak melalui pengukuran, dengan demikian sudah menjadi tenggung-jawab serta kewajiban Konsumen untuk mengganti kerugian yang dialami Pelaku Usaha, yang juga sekaligus merupakan kerugian Negara karena Pelaku Usaha merupakan Badan Usaha Milik Negara, sebagaimana dinyatakan Pasal 29 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang menyatakan:
Konsumen bertanggung jawab apabila karena kelalaiannya mengakibatkan kerugian pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik.”
Berdasarkan Pasal 13 Ayat (1) Huruf (c) Peraturan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik bahwa Pelanggaran Golongan III (P III) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi pengukuran energi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 33 Tahun 2014 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik.
Berdasarkan bukti-bukti serta foto-foto di lapangan yang merupakan eviden dari kegiatan P2TL di persil Pemohon, telah ditemukan pelanggaran pemakaian tenaga listrik, dimana pemasangan lampu untuk penerangan jalan umum jauh dari jalan umum, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerangan tersebut diperuntukkan demi kepentingan pribadi pihak pemilik tower namun menggunakan listrik yang dibayar publik.
Terjadi kesalahan admnistrasi pada proses penerangan jalan umum yang merugikan PT. PLN (Persero), dimana seharusnya warga yang membutuhkan penerangan jalan harus mengajukan permohonan ke Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Kemudian akan disetujui oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan melalui surat rekomendasi yang disampikan kepada PLN untuk Pemasangan Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU).
Dengan demikian pihak konsumen telah melanggar ketentuan dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik antara PT. PLN (Persero) dengan pihak Indosat-STP. Terhadap keberatan pihak perusahaan listrik, Pengadilan Negeri Pekanbaru kemudian menjatuhkan putusan Nomor 72/Pdt.Sus-BPSK/2017/PN Pbr. tanggal 27 April 2017, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menerima permohonan keberatan dari Pemohon;
2. Membatalkan putusan Badan penyelesaaian Sengketa Konsumen Kota Pekanbaru Nomor 001/BPSK/PKR-SEK/I/2017 tanggal 23 Februari 2017;
“Mengadili Sendiri:
1. Menyatakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Pekanbaru, tidak berwenang untuk mengadili perkara ini;
2. Menyatakan gugatan Penggugat / Termohon tidak dapat diterima.”
Selanjutnya pihak konsumen mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa pelanggan pembayar listrik ialah “konsumen”, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa terlepas dari alasan kasasi, baik BPSK maupun Judex Facti berdasarkan fakta-fakta telah salah menarik kesimpulan tentang pokok sengketa dalam perkara a quo sehingga salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti yang menyatakan ‘BPSK tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini’, tidak dapat dibenarkan oleh karena yang menjadi pokok sengketa atau masalah dalam perkara a quo adalah tentang apakah ada kesalahan di pihak Pemohon Keberatan (Pelaku Usaha) atas tindakannya yang telah membongkar instalasi listrik milik Termohon Keberatan (Konsumen);
“Bahwa ternyata pembongkaran instalasi listrik milik Termohon Keberatan berdasarkan hasil temuan Tim Pemeriksa Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL), dimana berdasarkan Berita Acara hasil pemeriksaan listrik 3 fase Nomor ... pada instalasi milik Termohon Keberatan tanggal 2 November 2016 telah ditemukan dua hal: 1. Adanya sadap langsung sebelum masuk KWH meter dengan menggunakan kabel warna hitam jenis kabel NYYHY ukuran 2 x 0,75 mm dan 2. Hasil pengukuran beban 1.7 A yang merupakan peruntukan lampu penerangan tower (milik Termohon Keberatan) dan bukan semata untuk permohonan pemasangan lampu penerangan jalan (umum) sebagaimana yang didalilkan Termohon Keberatan yang mengharuskan Pemohon Keberatan memberikan teguran dan atau peringatan (tertulis) terlebih dahulu sebelum membongkar instalasi listrik tersebut karena adanya tunggakan pembayaran rekening bulanan;
“Dari fakta-fakta tersebut diatas dihubungkan dengan ketentuan Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Termohon Keberatan selaku Konsumen dalam perkara a quo telah ternyata melakukan pelanggaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) Huruf (c) Peraturan Meneteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 33 Tahun 2014 yang menyatakan ‘Pelanggaran Golongan III (P III) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi pengukuran energi’, dan berdasarkan ketentuan Pasal 13 juncto Pasal 14 Ayat (1) Peraturan Direksi PT. PLN (Pesero) Nomor 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik, menjadilan tindakan Pemohon Keberatan (Pelaku Usaha) yang dalam hal ini dilakukan oleh petugas Tim P2TL yang telah melakukan pemutusan dan pembongkaran instalasi listrik milik Termohon Keberatan (Konsumen), bukan merupakan kesalahan Pemohon Keberatan (Pelaku Usaha) akan tetapi merupakan kesalahan Termohon Keberaran (Konsumen), dan dari perbuatan mana berdasarkan ketentuan Pasal 19 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ternyata Pemohon Keberatan selaku Pelaku Usaha telah berhasil membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan Termohon Keberatan selaku Konsumen;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi EDDY RIVALDO tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 72/Pdt.Sus-BPSK/2017/PN Pbr. tanggal 27 April 2017 yang membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Pekanbaru Nomor 001/BPSK/PKR-SEKT/I/2017 tanggal 23 Februari 2017 serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara a quo dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi EDDY RIVALDO tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 72/Pdt.Sus-BPSK/2017/PN.Pbr. tanggal 27 Februari 2017 yang membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Pekanbaru Nomor 001/BPSK/PKR-SEKT/I/2017 tanggal 23 Februari 2017;
“MENGADILI SENDIRI:
- Menolak permohonan Pemohon Keberatan / Konsumen untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.