Pidana Menyadap & Menjual Siaran Televisi Berbayar Tanpa Izin

LEGAL OPINION
HUKUMAN YANG MENDIDIK MASYARAKAT, BERSIFAT MEMBUAT JERA PELAKU KEJAHATAN
Question: Kenapa kepada pelaku pelanggaran pidana, harus selalu dipidana penjara, kan sudah terbukti tidak efektif mengerem tingkat kejahatan?
Brief Answer: Pendapat seperti demikian adalah pendapat spekulatif yang fatalistis, sama seperti para penetang hukuman mati, seolah dengan dihapusnya ancaman hukuman mati, maka budaya hukum masyarakat akan lebih humanis. Dengan adanya ancaman hukuman mati atau bahkan sanksi “kebiri” bagi pelaku tindak pidana asusila, kejahatan serupa masih saja terus terjadi dan berulang, maka bagaimana bila ancaman sanksi demikian dihapuskan dari deregulasi maupun praktik peradilan?
Hukum pidana, terutama, harus bersifat sangat keras, tegas, tanpa “pandang bulu”, dan tanpa toleransi. Ciri utama norma hukum, ialah bersanksi, dan sanksi yang membuat “perih” pelakunya itulah ciri utama pembeda antara norma hukum terhadap norma diluar hukum, semisal norma sosial, norma agama, dsb.
Bila hukum pidana tidak bersikap tajam, atau bahkan “macan ompong” karena penerapan implementasi pasalnya tidak tajam, maka hukum negara pada gilirannya akan diremehkan oleh masyarakat pelaku kejahatan. Para penjahat tersebut bahkan tidak akan takut ketika Anda ancam akan dilaporkan ke pihak berwajib, atau bahkan menantang para korbannya.
Namun diakibatkan rasionaliasi, mengingat fakta empirik betapa berbagai Lembaga Pemasyarakatan yang tersebar di Indonesia telah menampung narapidana secara “overload”, tidak mampu lagi menampung narapidana baru, maka kerap dijumpai putusan pengadilan yang hanya menjatuhkan sanksi pidana berupa hukuman pidana dengan masa percobaan—namun itu bukanlah urusan hakim, namun urusan Kementerian Hukum yang mengepalai Lembaga Pemasyarakatan. Melanggar hukum, harus dihukum, agar hukum benar-benar “hadir” dan mewujud secara nyata di tengah masyarakat untuk melindungi—tidak sekadar “mengancam-ancam” namun “tidak bertaring”.
Tidak dapat dibiarkan terjadi di sebuah negara beradab, seolah-olah “negara tanpa adanya hukum”, sehingga seorang warga dapat melakukan penganiayaan ataupun tindak kejahatan lainnya secara bebas tanpa dihukum. Pidana yang erat kaitannya dengan pidana penjara fisik, tujuan utamanya tidak lain ialah untuk melindungi warga negara yang baik (taat hukum) dari niat-niat buruk warga negara yang memiliki motif atau tendensi untuk melukai ataupun merugikan warga negara lainnya.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret yang paling relevan, kiranya SHIETRA & PARTNERS tepat merujuk putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru perkara pidana register Nomor 314/PID.B/2014/PT.PBR tanggal 23 Maret 2015, dimana Terdakwa didakwakan karena menyelenggarakan kegiatan lembaga penyiaran, sebelum memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 33 Ayat (1) juncto Pasal 58 Huruf (b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
Terdakwa merupakan Direktur Utama PT. Provision Multimedia telah melakukan kegiatan penyiaran televisi berlangganan ataupun “TV Kabel” ke rumah-rumah penduduk di wilayah Batam dengan jumlah pelanggan sekitar kurang lebih 817 konsumen dan 1 Hotel. adapun cara seseorang akan menjadi konsumen TV kabel yaitu konsumen membayar biaya pemasangan sebesar Rp. 100.000,- dan membayar uang iuran bulanan per rumah dikenakan bervariasi dari Rp. 45.000,- hingga Rp. 70.000,-. Adapun siaran televisi yang diterima oleh pelanggan dari PT. Provision Multimedia, sebanyak 51 chanel siaran.
PT. Provision Multimedia menangkap signal siaran menggunakan parabola “Free to Air” (bebas mengudara), Parabola Content Premium dan Free Air Terestrial (antena biasa) masuk ke alat receiver, seterusnya masuk ke modulator melalui kabel AV (Audio Video) kemudian digabungkan menggunakan alat combainer, dan diberi penguat signal dengan menggunakan alat booster, seterusnya disiarkan melalui kabel dan dihubungkan ke rumah pelanggan / konsumen.
Dalam menyelenggarakan penyiaran siaran televisi atau TV kabel tersebut, terdakwa selaku Direktur Utama tidak ternyata memiliki izin penyelengaraan penyiaran maupun izin prinsip penyelenggaraan penyiaran dari kementerian Komunikasi dan Informasi, dan berdasarkan database perizinan Direktorat Penyiaran, Kementrian Komunikasi dan Informasi belum pernah menerima rekomendasi kelayakan atas nama PT. Provision Multimedia dari Komisi Penyiaran Indonesia.
Dengan adanya perbuatan Terdakwa selaku selaku Direktur Utama dan sekaligus sebagai pemilik PT. Provision Multimedia, yang telah menyelenggarakan siaran televisi berlangganan melalui kabel tidak dilengkapi izin prinsip penyelenggaraan penyiaran maupun izin penyelenggaraan penyiaran, maka “pelaku usaha penyiaran yang legal” maupun negara menjadi dirugikan.
Terhadap tuntutan yang diajukan oleh Jaksa, Pengadilan Negeri Batam kemudian menjatuhkan putusan tanggal 16 Juli 2014 Nomor 200/Pid.B/2014/PN.Btm, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa ZULKIFLI ERSHAD Bin RUSLI AMRI, tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Tanpa ijin menyelenggarakan kegiatan lembaga penyiaran’.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 6 (enam) bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun;
3. Memerintahkan pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali kalau dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, bahwa Terpidana sebelum waktu percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir telah bersalah melakukan sesuatu tindak pidana;
4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan kurungan.”
Pihak Jaksa Penuntut mengajukan upaya hukum banding, dengan pokok keberatan terutama terhadap rendahnya putusan pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Terdakwa, berupa pidana dengan masa percobaan, yang artinya tiada efek jera apapun atas pelanggaran secara nyata terhadap larangan dalam undang-undang.
Hukuman (strafmaat) yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Batam dinilai terlampau ringan, tidak setimpal dengan perbuatan Terdakwa sehingga tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat sekitarnya, dan dirasa tidak menimbulkan efek jera bagi Terdakwa, sehingga dikhawatirkan tujuan pemidanaan terhadap Terdakwa menurut hukum pidana Nasional tidak bisa tercapai, mengingat perbuatan Terdakwa sangat merugikan segenap komponen masyarakat.
Hukuman yang dijatuhkan terhadap Terdakwa tidak bersifat mendidik, karena terlampau rendah dan menjadi preseden buruk untuk masa mendatang bagi Terdakwa maupun masyarakat lain akan melakukan perbuatan yang serupa karena mereka mengetahui bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak diperberat.
Dimana terhadapnya, Pengadilan Tinggi membuat pertimbangan serta amar putusan korektif sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi setelah memeriksa dan mencermati dengan seksama berkas perkara dan turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Batam tanggal 16 Juli 2014 Nomor 200/PID.B/ 2014/PN.Btm, memori banding Penuntut Umum, maka Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pertimbangan hukum dan alasan-alasan Hakim Tingkat Pertama dalam putusannya telah dengan teliti, cermat dan tepat menguraikan alasan-alasan serta pertimbangan hukumnya bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘tanpa ijin menyelenggarakan kegiatan lembaga penyiaran’, Pengadilan Tinggi sependapat dengan pertimbangann Hakim Tingkat Pertama, oleh karena itu alasan-alasan dan pertimbangan hukum Hakim Tingkat Pertama tersebut diambil-alih serta dijadikan sebagai pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi sendiri dalam memutus perkara ini pada tingkat banding, kecuali lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa harus pidana Nasional tidak bisa tercapai, mengingat perbuatan Terdakwa sangat merugikan komponen masyarakat yaitu:
1. Pemerintah karena tidak membayar biaya izin penyelenggaraan penyiaran sebagai penerimaan bukan pajak (PNBP);
2. Lembaga penyiaran berlangganan yang sudah memiliki izin yang sah karena keberadaan lembaga penyiaran tanpa izin akan mengganggu iklim persaingan usaha yang tidak sehat;
3. Masyarakat kerena tidak adanya perlindungan hukum;
“Bahwa hukuman yang dijatuhkan terhadap Terdakwa tersebut tidak bersifat mendidik karena terlalu rendah dan mungkin untuk masa yang akan datang baik terdakwa maupun masyarakat lain akan melakukan perbuatan yang sama, karena mereka mengetahui bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak diperberat, begitu pula sebaliknya apa bila hukuman yang dijatuhkan diperberat dan setimpal dengan kesalahan-kesalahan pelaku tentunya akan menjadi barometer pula bagi terdakwa khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk tidak melakukan perbuatan yang sama;
“Bila dikaitkan dengan hukuman yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Batam pada diri Terdakwa belum memadai, hal ini dapat dilihat dari segi Edukatif, Preventif, Korektif maupun Represif (sesuai dengan bunyi putusan Mahkamah Agung RI tanggal 7 Januari 1979 Nomor 471/K/Kr/1979);
“Menimbang, bahwa selain apa yang telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Tingkat Pertama tentang hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa, perbuatan Terdakwa yang tidak mempunyai izin penyelenggaraan penyiaran yang sebagaimana ditentukan Undang-Undang dapat mengakibatkan persaingan dengan tidak sehat dalam usaha lembaga penyiaran tersebut, selain itu tentunya Terdakwa mengurangi pendapatan Negara dalam hal penerimaan bukan pajak dan para pengguna pelanggan tidak mempunyai perlindungan hukum kalau ada razia;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pidana yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa seperti yang tercantum dalam amar putusan ini, Pengadilan Tinggi berpendapat sudah seimbang dengan kadar perbuatan Terdakwa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka putusan Pengadilan Negeri Batam tanggal 16 Juli 2014 Nomor 200/PID.B/2014/PN.Btm yang dimintakan banding, haruslah diubah sekedar lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa;
M E N G A D I L I :
“Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum tersebut;
“Mengubah Putusan Pengadilan Negeri Batam tanggal 16 Juli 2014 Nomor 200/Pid.B/2014/PN.Btm yang dimintakan banding tersebut sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa yang amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
- Menyatakan Terdakwa Zulkifli Ershad Bin Rusli Amri tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Tanpa ijin menyelenggarakan kegiatan lembaga penyiaran’;
- Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
- Menjatuhkan pula pidana denda terhadap Terdakwa tersebut sebesar Rp 100.000.000,-(seratus juta rupiah) dan apa bila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.