Pidana Menambang Pasir Tanpa Izin yang dapat Merugikan Warga & Merusak Lingkungan

LEGAL OPINION
TELAAH PUTUSAN PERKARA PIDANA PILIHAN TERBAIK DARI SEGI KOREKTIF & ELABORASI HAKIM PEMERIKSA DAN PEMUTUS
Question: Seperti apa, resiko hukum yang bisa terjadi bila menambang pasir tanpa sebelumnya mengantungi izin dari Pemda setempat?
Brief Answer: Sanksinya ancaman hukuman pidana penjara disertai denda, berdasarkan Undang-Undang dibidang Pertambangan. Yang perlu dipahami, sanksi pidana penjara serta denda tersebut, sifatnya sangat tegas diberlakukan oleh praktik di Mahkamah Agung RI, sehingga tidak dapat diremehkan terlebih bermain-main dengan kerusakan ekosistem.
Sekali ekosistem tanah dan/atau air rusak, daya dukung lingkungan maupun keberlangsungan ekonomi warga setempat terancam untuk selamanya. Oleh karenanya, sifat preventif rezim hukum terkait ekosistem, tidak dapat ditawar-tawar ketegasannya, kerena pemulihannya jauh lebih sukar ketimbang preventif.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1997 K/PID.SUS/2014 tanggal 7 Desember 2015, dimana Terdakwa didakwakan karena telah dengan sengaja melakukan penambangan pasir tanpa izin, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 73 Ayat (1) Huruf (d) Undang-Undang 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Berawal dari kerjasama antara Terdakwa selaku pemilik kapal PLM Sinar Baru dan mesin penyedot pasir yang sudah ada dan disimpan pada kapal tersebut, dengan memperkerjakan nahkoda kapal bersama dengan 3 Anak Buah Kapal (ABK), dengan sistim bagi hasil. Tanggal 24 Juli 2013, Nahkoda kapal bersama 3 ABK, sepakat untuk menambang pasir di serangkaian pulau Gili pandan perairan Giliraja, Kabupaten Sumenep.
Sesampainya di tempat tujuan, mereka secara bergantian menyiapkan dan mengoperasikan mesin penyedot pasir yang sudah disiapkan, dan hasil pasir yang disedot tersebut disimpan di atas kapal. Selanjutnya sekira jam 18.30 WIB komandan Kapal Polisi bersama anggota kepolisian lainnya melakukan patroli, yang sesampainya di serangkaian pulau Gili Pandan perairan Giliraja Kabupaten Sumenep, didapati kapal PLM Sinar Baru yang sedang menyedot pasir kemudian menangkap kapal tersebut beserta Nahkoda dan ABK-nya.
Dari hasil penangkapan tersebut, diamankan barang bukti berupa 1 unit kapal PLM Sinar Baru, 1 unit mesin dan selang penyedot pasir, 3 M3 pasir hasil tambang, 1 lembar pas kecil dan 1 lembar sertifikat kesempurnaan. Namun terungkap, pemilik kapal maupun pihak-pihak yang terlibat tersebut melakukan kegiatan usaha penambangan pasir, tanpa memiliki ijin dari pejabat yang berwenang.
Keuntungan bersih rata-rata dalam setiap kali kapal PLM Sinar Baru beroperasi, yaitu Terdakwa memperoleh Rp225.000,00, pihak Nahkoda kapal memperoleh Rp105.000,00, sedangkan para ABK masing-masing Rp75.000,00. Terdakwa selaku pemilik kapal, menggeluti usaha penambangan pasir demikian yang telah berjalan selama kurang lebih 6 bulan, yang mana dalam satu bulannya beroperasi kurang lebih 15 kali.
Akibat perbuatan penambangan secara ilegal demikian, dinilai berdampak negatif dari aspek konservasi, aspek penelitian dan pengembangan, aspek budaya dan pariwisata serta aspek teritorial. Terhadap tuntutan yang diajukan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor 186/Pid.Sus/2013/PN.Smp. tanggal 27 November 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima (N.O).”
Pihak Jaksa Penuntut mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri yang memeriksa dan yang mengadili perkara tersebut dalam pertimbangannya menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep belum membuat Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pengelolaam dan rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Namun Majelis Hakim tampak mengingkari keberadaan Perda Gubernur Jawa Timur Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2012–2032 yang kejaksaan anggap sudah dianggap cukup untuk diberlakukan di wilayah Kabupaten Sumenep—yang notabene Kabupaten Sumenep merupakan bagian dari wilayah Jawa Timur.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan secara penuh elaborasi, yang sangat penting untuk dicermati, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti salah dalam menerapkan hukum terutama hukum acara pidana. Judex Facti dalam putusannya menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima, semestinya Judex Facti mempertimbangkan setiap unsur-unsur dakwaan Penuntut Umum, apabila perbuatan Terdakwa terbukti, maka Terdakwa harus dipidana, dan sebaliknya apabila perbuatan Terdakwa tidak terbukti, sepenuhnya Terdakwa harus dibebaskan;
- Bahwa alasan pertimbangan Judex Facti menyatakan bahwa ‘Perbuatan Terdakwa tidak dapat dijerat melanggar ketentuan Pasal 73 Ayat (1) Huruf (d) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, karena harus merujuk pada ketentuan Pasal 35 Huruf (i) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang substansinya tidak melarang kegiatan eksplorasi atau penambangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pertambangan. Akan tetapi suatu kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau kecil yang didalamnya ternyata ada kegiatan penambangan;
- Bahwa alasan pertimbangan Judex Facti tersebut salah, karena telah melakukan penafsiran yang keliru. Bahwa berdasarkan unsur-unsur Pasal 73 Ayat (1) Huruf (d) secara tegas menyebutkan, ‘Secara langsung atau tidak langsung dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melakukan penambangan pasir pada wilayah yang secara teknis, ekologis dan/atau bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan, dan/atau merugikan masyarakat sekitar’;
- Bahwa ketentuan Pasal 35 Ayat (1) Huruf (i) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tidak dapat dijadikan tameng atau perisai untuk melindungi Terdakwa dengan alasan bahwa kegiatan eksplorasi yang dilarang dalam Pasal 35 Ayat (1) tersebut, bukan merupakan kegiatan eksplorasi atau penambangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pertambangan, sebagaimana dipertimbangkan oleh Judex Facti;
- Bahwa selanjutnya kekeliruan yang dilakukan Judex Facti dalam pertimbangannya dengan menyatakan bahwa kegiatan pertambangan yang dimaksud dalam Pasal 35 Huruf (i) Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007, hanya merupakan kegiatan samping yang dilakukan dalam suatu wilayah yang memiliki ijin pemanfaatan, sedangkan yang dibuktikan Terdakwa adalah murni perbuatan penambangan pasir, yang seharusnya dijerat dengan ketentuan undang-undang lainnya. Alasan pertimbangan tersebut kurang tepat dan beralasan, sebab pada dasarnya di wilayah manapun juga dalam wilayah Republik Indonesia, dilarang melakukan penambangan apapun termasuk penambangan pasir, emas, dan sebagainya tanpa ada izin dari pihak yang berwenang. Kesalahan Terdakwa adalah melakukan penambangan pasir tanpa ada izin dari pihak yang berwenang;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa Terdakwa tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum, dan oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut haruslah dijatuhi pidana;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Penuntut Umum dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor 186/Pid.Sus/2013/PN.Smp. tanggal 27 Nopember 2013, untuk kemudian Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana, Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa dapat merusak ekosistem pantai dan laut serta pencemaran lingkungan;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sumenep tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor 186/Pid.Sus/2013/PN.Smp. tanggal 27 Nopember 2013;
“MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Terdakwa MOH. AMIN bin SAHRUDIN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Turut serta melakukan penambangan pasir yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitarnya’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.