Pemenang Tender Menagih Pemerintah yang Ingkar Janji Membayar

LEGAL OPINION
Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan oleh Penguasa dan Menimbulkan Kerugian Sipil
Question: Kalau mau gugat pemerintah daerah yang mengadakan tender pengadaan baran atau jasa, tapi kemudian tidak mau bayar setelah selesai dikerjakan oleh pemenang tender, itu gugat ke mana agar dapat dihukum dan diperintahkan untuk segera membayar dan melunasi? Ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), ataukah ke Pengadilan Negeri?
Brief Answer: Ketika pemerintah selaku pengguna barang / jasa melakukan hubungan hukum seperti perikatan kontraktual perdata, maka jika pihak pemerintah tidak melaksanakan kontra-prestasi berupa pembayaran, dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah selaku badan hukum publik dalam konteks melakukan perbuatan perdata. Ketika konteksnya ialah “business to business”, maka pihak pemerintah turut tunduk sepenuhnya pada rezim hukum konsensualisme Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan domain yurisdiksi Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus sengketa.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan magugn RI sengketa wanprestasi perikatan tender register Nomor 2137 K/Pdt/2015 tanggal 27 Januari 2016, perkara antara:
- PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA cq. GUBERNUR ACEH, sebagai Pemohon Kasasi I, semula selaku Tergugat II; melawan
- PT. MANDIRI KARYA UTAMA RIZKY, selaku Pemohon Kasasi II dahulu Penggugat; dan
1. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, cq. GUBERNUR ACEH, cq KEPALA DINAS PENGAIRAN ACEH; 2. PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH (DPRA), selaku Para Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat I, III.
Pokok gugatan ini ialah tuntutan kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah selaku badan hukum publik yang melakukan perbuatan perdata, yang telah dengan sengaja beriktikad buruk tidak mengalokasikan, mengusulkan, mengesahkan, menetapkan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) untuk membayar kerugian yang sudah cukup lama Penggugat derita akibat belum dibayarnya sisa volume pekerjaan Penggugat sejak tahun 2010 s/d dengan sekarang ini.
Bermula ketika Tergugat I menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) kepada perusahaan Penggugat tertanggal 11 Agustus 2010 tentang Pelaksanaan Pekerjaan Pengaman Pantai Sawang Ba’u Kecamatan Sawang (Paket III) Kabupaten Aceh Selatan, yang tembusannya ditujukan diantaranya masing-masing kepada Tergugat II dan Tergugat III.
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) tersebut diterbitkan kepada perusahaan Penggugat oleh Tergugat I, adalah menindak-lanjuti Surat Tergugat II tanggal 2 Agustus 2010 tentang persetujuan penerbitan SPMK untuk pekerjaan penanggulangan bencana alam yang ditujukan kepada Tergugat I dan tembusannya ditujukan juga kepada Tergugat III.
Surat-surat tersebut menjadi landasan terbitnya surat Tergugat III kepada Tergugat I tertanggal 19 Januari 2010 yang menyatakan bahwa Tergugat III mendukung penanganan tanggap darurat pengaman pantai Sawang Ba’u, Kabupaten Aceh Selatan, dan memerintahkan Tergugat I untuk merealisasikan penanganan tanggap darurat.
Dalam SPMK Tergugat I telah memerintahkan perusahaan Penggugat untuk mulai melaksanakan Pelaksanaan Pekerjaan Pengaman Pantai Sawang yang merupakan pekerjaan darurat akibat bencana alam yang harus segera dilaksanakan. Diktum ketiga dan keempat SPMK tersebut menyebutkan alokasi anggaran untuk pekerjaan tersebut akan dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran 2011 dan APBA Tahun Anggaran 2012 dan/atau sumber dana lainnya, dan memerintahkan pemborong yang ditunjuk segera memulai pekerjaan tersebut selambat-lambatnya 14 hari setelah SPMK tersebut diterbikan Tergugat I.
Atas dasar SPMK tersebut, Penggugat telah selesai melaksanakan pekerjaan tersebut dengan sempurna 100% sesuai dengan foto visualisasi pelaksanaan pekerjaan tersebut yang telah diperiksa, diketahui dan disetujui oleh Pengawas Lapangan Dinas Pengairan Aceh, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pembangunan Prasarana Pengaman Pantai Dinas Pengairan Aceh dan perusahaan Penggugat, dengan total nilai volume seluruhnya setelah dibulatkan Rp9.709.865.000,00.
Terhadap pekerjaan yang telah Penggugat selesaikan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Selatan kemudian menyurati Gubernur Aceh (Tergugat II) dengan suratnya tertanggal 30 Januari 2014 yang menyatakan bahwa pekerjaan tersebut benar-benar sangat bermanfaat pada masyarakat banyak dan mendukung pembayaran atas pekerjaan yang dikerjakan Penggugat.
Terhadap total nilai 100 % volume hasil pekerjaan Penggugat, baru sekali dibayar oleh Tergugat I dan II atas sebahagian nilai volume hasil pekerjaan Penggugat dengan Anggaran APBA Tahun 2013 yaitu Rp750.000.000.000,00 sebagaimana diatur dalam Perjanjian (Kontrak) Pembayaran Kontruksi.
Hingga dengan gugatan ini Penggugat ajukan, sisa nilai volume pekerjaan Penggugat yang masih belum dibayar Tergugat I, II dan atau yang masih belum diusul, dialokasikan dan disahkan anggaran oleh Tergugat III dalam APBA adalah sebesar Rp8.959.865.000,00 (sudah termasuk hitungan Pajak Pertambahan Nilai PPn 10%) sebagaimana nominal yang tersebut dalam rekapitulasi volume sisa belum Pekerjaan Pengaman Pantai.
Pihak pemerintah selalu mendalilkan, masa penganggaran sudah lewat sehingga harus menunggu dianggarkan kembali pada APBA-perubahan atau APBA Tahun 2014 dan untuk hal tersebut harus terlebih dahulu dibicarakan dengan DPRA sebagai dasar pertimbangan, namun hal tersebut tidak ditindak-lanjuti oleh Para Tergugat, baik dalam APBA-P Tahun 2013 maupun dalam APBA murni Tahun 2014, yang terbukti tidak ada serupiah pun dialokasikan anggaran untuk penuntasan pembayaran sisa nilai volume hasil pekerjaan Penggugat dalam DPA-SKPA Dinas Pengaran Aceh, sehingga sikap dan tindakan Tergugat I, II, maupun III tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Penguasa (abuse of power) yang bertentangan dengan kewajiban hukum para penyelenggara pemerintahan itu sendiri, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, sehingga menimbulkan kerugian bagi Penggugat.
Saat dimintakan pertanggung-jawaban, dari jawaban Tergugat I dan II ternyata telah saling melemparkan tanggung jawab satu sama lain. Sementara dalam sanggahannya, pihak Tergugat mendalilkan bahwa Tergugat I dan Tergugat II merupakan Pejabatan Tata Usaha Negara, sehingga tindakan Tergugat II yang telah menerbitkan persetujuan penerbitan SPMK tidak lain adalah untuk menanggulangi keadaan mendesak akibat “bencana alam”, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan “diskresi” yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri, yang merupakan ranah Tata Usaha Negera.
Hukum acara peradilan tata usaha negara tidak hanya mengenal keputusan TUN tertulis, tetapi “tidak mengeluarkan keputusan tertulis” juga merupakan keputusan TUN, sebagaimana bunyi Pasal 3 Butir (1) UU PTUN: “Apabila badan atau pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya maka hal tersebut disamakan dengan keputusasn TUN.”
Dengan demikian menurut pendirian pihak Tergugat, kasus yang dihadapi Penggugat termasuk ranah kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Terhadap gugatan pihak Pengusaha, Pengadilan Negeri Banda Aceh kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 34/PDT.G/2014/PN Bna., tanggal 10 September 2014, dengan amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat sudah menyelesaikan Pekerjaan Pengaman Pantai Sawang Ba'u Kecamatan Sawang (Paket III) Kabupaten Aceh Selatan (Bencana Alam) dengan volume pekerjaan 100% dan baru dibayarkan oleh Tergugat kepada Penggugat dalam Anggaran APBA Tahun 2013 sejumlah Rp750.000.000,00 sebagaimana dalam Perjanjian (Kontrak) Pembayaran Konstruksi Nomor ... tanggal 28 November 2013, sedangkan sisa volume pekerjaan yang belum dibayarkan oleh Tergugat I kepada Penggugat adalah sejumlah Rp8.959.865.000,00 dan belum dianggarkan dan dibahas dalam APBA Tahun Anggaran 2014, dan pengusulan penganggaran ke dalam RAPBA menjadi wewenang dan tanggung jawab Tergugat I dan Tergugat II dan selanjutnya pembahasan dan pengesahannya menjadi APBA menjadi wewenang Tergugat II dan Tergugat III, sehingga karenanya menurut Majelis Hakim, dengan tidak berbuatnya Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk mengusulkan anggaran guna dibahas dan disahkan menjadi APBA dan DPRA untuk melunasi nilai sisa volume pekerjaan yang telah dilakukan oleh Penggugat, maka Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan telah merugikan Penggugat secara materiil, dengan demikian maka terhadap petitum Penggugat pada butir 7 juga dapat dikabulkan;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) kepada perusahaan Penggugat Nomor ... tanggal 11 Agusturs 2010 tentang Pelaksanaan Pekerjaan Pengaman Pantai Sawang Ba’u Kecamatan Sawang (Paket III) Kabupaten Aceh Selatan (Bencana Alam) yang tembusannya ditujukan diantaranya masing-masing kepada Tergugat II dan Tergugat III, adalah sah dan berkekuatan hukum dan mengikat Tergugat I, II dan III dan perusahaan Penggugat;
3. Menyatakan Surat Tergugat II Nomor ... tanggal 2 Agustus 2010 tentang Persetujuan Penerbitan SPMK untuk pekerjaan Penanggulangan Bencana Alam yang ditujukan kepada Tergugat I dan tembusannya ditujukan juga kepada Tergugat III, adalah sah dan berkekuatan hukum dan mengikat Tergugat I, II, III dan perusahaan Penggugat;
4. Menyatakan nilai total harga volume Pekerjaan Pengaman Pantai yang telah Penggugat kerjakan seluruhnya adalah Rp9.709.865.000,00;
5. Menyatakan penganggaran dan pembayaran yang telah dilakukan oleh Tergugat I, II dan III dalam dan dengan APBA tahun 2013 Rp750.000.000,00 atas sebahagian dari harga volume hasil pekerjaan Penggugat adalah pembayaran yang sah menurut hukum;
6. Menyatakan sisa harga volume pekerjaan Penggugat yang belum dibayar Tergugat I dan II dan atau belum dialokasikan, ditetapkan dan disahkan oleh Tergugat III dalam ABPA-P Tahun Anggaran 2013 dan APBA murni Tahun 2014 adalah Rp8.959.865.000,00; sudah termasuk hitungan Pajak Pertambahan Nilai PPN 10%;
7. Menyatakan tindakan Tergugat I dan II tidak membayar, mengusulkan, dan mengalokasikan anggaran Rp8.959.865.000,00, sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai PPN 10% (sepuluh persen), untuk pembayaran lunas sisa volume pekerjaan Penggugat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun 2013 dan dalam APBA murni tahun 2014 untuk dibahas, ditetapkan dan disahkan oleh Tergugat III, adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa dan telah menimbulkan kerugian materiil bagi Penggugat;
8. Menghukum Tergugat I dan II untuk mengusulkan, mengalokasikan anggaran Rp8.959.865.000,00 kepada Tergugat III untuk ditetapkan dan disahkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun 2014 pada Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPA Dinas Pengairan Aceh, guna membayar sisa nilai pekerjaan Penggugat;
9. Menghukum Tergugat I dan II untuk mengusulkan, mengalokasikan Anggaran 13% dari total nilai pekerjaan Penggugat Rp9.709.865.000,00 kepada Tergugat III untuk ditetapkan dan disahkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun 2014 pada Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPA Dinas Pengairan Aceh, guna membayar kerugian yang dialami Penggugat setara dengan standar bunga Bank Pemerintah terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan Tergugat I dan II melaksanakan putusan;
10. Menghukum Tergugat III menetapkan dan mengesahkan anggaran sebesar Rp8.959.865.000,00 guna membayar dan melunasi sisa harga volume pekerjaan Penggugat kepada Penggugat;
11. Menghukum Tergugat III menetapkan dan mengesahkan anggaran sebesar 13% dari total nilai pekerjaan Penggugat seluruhnya Rp9.709.865.000,00 pertahunnya dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun 2014 pada Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPA Dinas Pengairan Aceh, guna membayar kerugian yang dialami Penggugat setara dengan standar bunga Bank Pemerintah terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan Tergugat I, II dan III melaksanakan putusan;
12. Menghukum Tergugat I dan II secara tanggung menanggung membayar sisa nilai volume pekerjaan Penggugat Rp8.959.865.000,00 sudah termasuk pajak PPN 10% kepada perusahaan Penggugat dengan menggunakan harga satuan yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Aceh yang berlaku di daerah lokasi pekerjaan dalam tahun anggaran berkenaan;
13. Menghukum Tergugat I dan II secara tanggung menanggung membayar kerugian bunga sebesar 13% dari total nilai pekerjaan Penggugat Rp9.709.865.000,00 pertahunnya terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan hari Tergugat I dan II melaksanakan putusan.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat II, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi Banda Aceh dengan Putusan Nomor 31/PDT/2015/PT.BNA tanggal 22 April 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Bahwa pengadilan tingkat banding dapat membenarkan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I dan II sebagaimana yang telah dipertimbangkan oleh pengadilan tingkat pertama, yaitu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah selaku badan hukum publik yang melakukan perbuatan perdata;
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding / semula Tergugat II;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 34/Pdt.G/2014/PN.Bna., tanggal 10 September 2014 yang dimintakan banding tersebut;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) kepada perusahaan Penggugat Nomor ... tanggal 11 Agusturs 2010 tentang Pelaksanaan Pekerjaan Pengaman Pantai Sawang Ba’u Kecamatan Sawang (Paket III) Kabupaten Aceh Selatan (Bencana Alam) yang tembusannya ditujukan diantaranya masing-masing kepada Tergugat II dan Tergugat III, adalah sah dan berkekuatan hukum dan mengikat Tergugat I, II dan III dan perusahaan Penggugat;
3. Menyatakan surat Tergugat II Nomor 360/48970 tanggal 2 Agustus 2010 tentang Persetujuan Penerbitan SPMK untuk pekerjaan Penanggulangan Bencana Alam yang ditujukan kepada Tergugat I dan tembusannya ditujukan juga kepada Tergugat III, adalah sah dan berkekuatan hukum dan mengikat Tergugat I, II, III dan perusahaan Penggugat;
4. Menyatakan nilai total harga volume Pekerjaan Pengaman Pantai Sawang Ba’u Kecamatan Sawang (Paket III) Kabupaten Aceh Selatan (Bencana Alam) yang telah Penggugat Kerjakan seluruhnya adalah Rp9.709.865.000,00;
5. Menyatakan penganggaran dan pembayaran yang telah dilakukan oleh Tergugat I, II dan III dalam dan dengan APBA Tahun 2013 Rp750.000.000,00 atas sebahagian dari harga volume hasil pekerjaan Penggugat, adalah pembayaran yang sah menurut hukum;
6. Menyatakan sisa harga volume pekerjaan Penggugat yang belum dibayar Tergugat I dan II dan atau belum dialokasikan, ditetapkan dan disahkan oleh Tergugat III dalam ABPA-P Tahun Anggaran 2013 dan APBA murni tahun 2014 adalah Rp8.959.865.000,00, sudah termasuk hitungan Pajak Pertambahan Nilai PPN 10%;
7. Menyatakan tindakan Tergugat I dan II tidak membayar, mengusulkan, dan mengalokasikan anggaran Rp8.959.865.000,00, sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai PPN 10% (sepuluh persen), untuk pembayaran lunas sisa volume pekerjaan Penggugat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun 2013 dan dalam APBA murni Tahun 2014 untuk dibahas, ditetapkan dan disahkan oleh Tergugat III, adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Penguasa dan telah menimbulkan kerugian materiil bagi Penggugat;
8. Menghukum Tergugat I dan II secara tanggung-menanggung membayar kerugian berupa sisa nilai volume pekerjaan Penggugat Rp8.959.865.000,00 sudah termasuk pajak PPN 10% persen kepada perusahaan Penggugat, dengan menggunakan harga satuan yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Aceh yang berlaku di daerah lokasi pekerjaan, dalam tahun anggaran berkenaan.”
Baik Pemda maupun sang Pengusaha, masing-masing mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti dengan saksama Memori Kasasi tanggal 8 Juni 2015 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 22 Juni 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh, ternyata Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dapat membuktikan dalil gugatannya bahwa Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) kepada perusahaan Penggugat a quo adalah sah, dan Penggugat berhak memperoleh pembayaran karena telah melaksanakan pekerjaan berdasarkan SPMK;
- Bahwa terbukti Tergugat I dan II dengan sengaja dan beriktikad buruk tidak mau membayar kewajibannya sebagaimana SPMK;
- Bahwa lagi pula alasan-alasan kasasi lainnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: I. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA cq. GUBERNUR ACEH dan II. PT. MANDIRI KARYA UTAMA RIZKY tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: I. PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA, cq. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, cq. GUBERNUR ACEH dan II. PT. MANDIRI KARYA UTAMA RIZKY tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.