Pejalan kaki Tertabrak Hingga Meninggal Akibat Kecerobohannya Sendiri Saat Menyeberang Jalan

LEGAL OPINION
Question: Apa memang pengemudi kendaraan bermotor, yang selalu disalahkan oleh pengadilan, ketika ada pejalan kaki yang kena tabrak? Di Indonesia ini, bukan hanya pengendara yang bisa ugal-ugalan, banyak juga pejalan kaki yang melanggar atau sembrono, seperti menyeberang sembarangan di jalan yang bukan semestinya.
Brief Answer: Bila korban jiwa merupakan pejalan kaki yang tertabrak oleh pengendara kendaraan bermotor, dalam fakta persidangan ditemukan adanya faktor kelalaian dari pejalan kaki itu sendiri yang kemudian menjadi korban tertabrak, maka kejadian tidak sepenuhnya kesalahan dari pihak pengendara.
Biasanya, meski pengendara dinyatakan hakim terbukti melanggar pasal pidana lalu-lintas karena lalai yang mengakibatkan korbannya tewas, namun sifatnya ialah pidana dengan “masa percobaan” selama terbukti adanya faktor kelalaian dari pihak korban itu sendiri.
PEMBAHASAN:
Terdapat kasus konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana lalu-lintas register Nomor 317 K/Pid/2014 tanggal 7 Juli 2014, dimana Terdakwa didakwa karena telah mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 310 Ayat 4 jo. Pasal 106 ayat (2) Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Mulanya Terdakwa mengendarai mobil melaju dengan kecepatan tinggi 65 km per jam dengan gigi perseneling 4, dari arah barat ke arah timur, dimana Terdakwa mengambil jalur kanan karena tujuan ke kanan dan dari jarak sekitar 3 meter Terdakwa melihat pejalan kaki yaitu seorang warga berumur 77 tahun sedang menyeberang jalan dari arah utara ke arah selatan. Karena jarak saksi korban dengan Terdakwa mengendarai mobil terlalu dekat, sehingga Terdakwa tidak konsentrasi penuh dalam mengendarai mobil tersebut.
Karena dari jarak 3 meter Terdakwa baru sadar kalau ada penyeberang jalan melintas, sehingga yang semestinya hal yang dilakukan Terdakwa mengerem, mengurangi kecepatan kendaraan, membunyikan klason mobilnya, dan juga Terdakwa seharusnya mengutamakan pejalan kaki atau pesepeda, namun hal tersebut tidak dilakukan Terdakwa sehingga terjadi kecelakaan lalu lintas, yakni Terdakwa dengan mengendarai mobil menabrak pejalan kaki berumur 77 tahun yang mengakibatkan korban meninggal dunia, sesuai keterangan dalam Visum Et Repertum tertanggal 20 Agustus 2012, dengan Kesimpulan:
1. Jenazah laki-laki dengan panjang badan seratus enam puluh sentimeter dan berat badan empat puluh tujuh koma delapan kilogram.
2. Keluarnya darah dari hidung, mulut dan telinga akibat kekerasan benda tumpul.
3. Terdapat derik tulang pada dada sebelah kanan akibat kekerasan benda tumpul.
4. Kelainan pada point 2 dapat menyebabkan kematian tanpa mengesampingkan sebab lain, karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam.
5. Saat kematian diperkirakan dua sampai enam jam dari pemeriksaan.
Terhadap tuntutan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Sleman No. 551/Pid.Sus/2012/PN.Slmn tanggal 6 Maret 2013, dengan amar sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa ROBERTUS KRIS HARTONO, SE terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘MENGEMUDIKAN KENDARAAN BERMOTOR YANG KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA’;
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
3. Memerintahkan pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta No. 40/PID.SUS/2013/PTY tanggal 17 Mei 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sleman;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Sleman No. 551/Pid.Sus/2012/PN.SImn. tanggal 6 Maret 2013, yang dimintakan banding tersebut.”
Pihak Jaksa Penuntut mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa tujuan pemidanaan memang bukan sebagai sarana balas dendam, tetapi bertujuan untuk pembinaan dan agar menimbulkan efek jera terhadap Terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya.
Jaksa merujuk kaedah putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1168 K/Pid/2000 tanggal 18 Desember 2000, yang memiliki pendirian hukum sebagai berikut:
“Mahkamah Agung berwenang perbaiki dan merobah tentang lamanya pidana penjara yang dijatuhkan oleh Judex (Pengadilan Tinggi) karena Mahkamah Agung Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum yaitu Pengadilan Tinggi memperbaiki dengan cara ‘memperingan pidana’ putusan Pengadilan Negeri tanpa memberikan pertimbangan dan alasan-alasan konkrit yang menjadi dasar untuk memperberat hukuman.”
Terdakwa seharusnya dijatuhi hukuman sesuai tuntutan, sebagai instrumen pembelajaran bagi Terdakwa. Dimana terhadap keberatan yang diajukan Jaksa, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa Penuntut Umum tersebut tidak dapat dibenarkan dengan pertimbangan:
- Bahwa Judex Facti tidak salah menerapkan hukum karena telah mempertimbangkan pasal aturan hukum yang menjadi dasar pemidanaan dan dasar hukum dari putusan serta pertimbangan keadaan-keadaan yang memberatkan dan keadaan-keadaan yang meringankan sesuai Pasal 197 ayat (1) f KUHAP.
- Bahwa perbuatan Terdakwa mengemudikan kendaraan mobil ... menabrak pejalan kaki Muliki Umur 77 tahun mengakibatkan korban meninggal dunia, memenuhi unsur-unsur Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009.
- Bahwa putusan Judex Facti yang menjatuhkan pidana bersyarat terhadap Terdakwa karena Terdakwa telah terbukti lalai dalam mengemudi kendaraannya hingga mengakibatkan tertabraknya korban hingga meninggal dunia, adalah sudah tepat dan benar, dengan alasan:
- Saksi korban sudah lanjut usia ketika menyebrang jalan, tidak melihat ke kanan dan ke kiri.
- Keluarga korban sudah memaafkan Terdakwa.
- Terdakwa sudah memberikan santunan kepada keluarga korban sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Bahwa alasan-alasan tersebut juga merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sleman tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.