LEGAL OPINION
Question: Dalam sebuah grub usaha, pemiliknya kan orangnya sama, apa tidak boleh pekerja dari satu perusahaan dipindah ke perusahaan lain yang masih satu grub usaha, pemiliknya kan pemberi kerja yang sama?
Brief Answer: Dalam rezim hukum ketenagakerjaan maupun hukum perseroan, yang menjadi acuan bukanlah siapa pemilik badan hukum (beneficial owner), namun siapa yang menjadi pemberi kerja dan dikaitkan dengan perusahaan manakah yang memakai tenaga kerja bersangkutan.
Bila yang menjadi pihak pemberi kerja dan perusahaan pengguna tenaga kerja ialah sebuah badan hukum seperti Koperasi, Yayasan, tidak terkecuali Perseroan Terbatas, maka hubungan hukum yang terjalin ialah antara sang Pekerja dan pihak Badan Hukum, sehingga tidak dapat seorang Pekerja dialihkan ke badan hukum lainnya tanpa memperhitungkan masa kerja Pekerja bersangkutan—tidak terkecuali pelanggaran normatif seperti seorang Pekerja dipekerjakan bagi kepentingan berbagai badan hukum yang saling berbeda, namun ternyata hanya diberi upah oleh satu badan hukum.
PEMBAHASAN:
Pelanggaran dalam norma mutasi tenaga kerja, kerap dijumpai secara masif dalam lingkup “Group Company”. Lantas, apa yang menjadi konsekuensi memutasi Pekerja / Buruh antar badan hukum yang saling berbeda? Pekerja yang “buta hukum” tentunya tidak akan menyadari modus “penghapusan masa kerja” secara terselubung demikian.
Terdapat sebuah contoh konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk kaedah putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 520 K/Pdt.Sus-PHI/2017 tanggal 8 Juni 2017, perkara antara:
- BANGUN MAKASSAR MINING, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan
- DRS. ANDI HAMSAH PAWELANGI, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat mulai bekerja pada Tergugat pada tahun 2001 sebagai karyawan tetap dengan jabatan bagian administrasi personalia. Bulan Juli 2012, Penggugat dipindah-tugaskan ke bagian netting dengan alasan yang tidak jelas, namun Penggugat tetap menerima mutasi tersebut dengan melaksanakannya sebagaimana mestinya sesuai penugasan.
Namun masalah mulai terjadi pada tanggal 26 Januari 2013, dimana Penggugat dipanggil menghadap Tergugat di ruangan personalia, dan Tergugat menyampaikan secara lisan kepada Penggugat bahwa mulai tanggal 28 Februari 2013 Penggugat di mutasi ke bagian tambang pada PT. Gunung Marmer Raya (badan hukum yang berbeda dari tempat kerja semula).
Meski Penggugat telah disampaikan secara lisan oleh Tergugat tentang mutasinya, namun Penggugat tetap berusaha masuk kerja di tempat kerja semula, yakni PT. Bangun Makassar Mining. Namun demikian, Penggugat sudah tidak lagi diizinkan masuk kerja oleh satpam berdasarkan perintah Tergugat, dan disaat itu kartu check clook Penggugat sudah diambil oleh Tergugat sehingga Penggugat tidak bisa lagi melakukan check clock untuk masuk bekerja seperti biasanya di pabrik PT. Bangun Makassar Mining.
Oleh karena Tergugat dinilai telah melakukan mutasi secara tidak rasional dan tidak berdasar, oleh karenanya Penggugat melakukan penolakan secara tertulis tentang mutasi tersebut, dan Penggugat tetap hadir setiap hari di area perusahaan untuk siap bekerja pada jabatan semula, sekalipun satpam perusahaan melarang Penggugat untuk melakukan pekerjaan.
Oleh karena Penggugat melakukan penolakan “mutasi lisan” secara tertulis, maka pada tanggal 20 Februari 2013 Tergugat baru menyerahkan Surat Keputusan tentang Mutasi kepada Penggugat melalui satpam perusahaan. Penggugat memasukkan kembali surat penolakan mutasi kepada Tergugat pada tanggal 21 Februari 2013, dan Penggugat tetap berupaya masuk di area perusahaan PT. Bangun Makassar Mining untuk bekerja seperti biasanya.
Penggugat tidak melaksanakan tugas pekerjaan di PT. Gunung Marmer Raya sebagaimana yang tertuang dalam surat keputusan mutasi, namun demikian Penggugat setiap hari tetap datang ke tempat kerja yang lama, sekalipun sudah tidak dibiarkan lagi untuk melakukan pekerjaan di PT. Bangun Makassar Mining.
Penggugat menolak mutasi / pemindahan tempat kerja, dengan alasan bahwa Penggugat diterima bekerja pada perusahaan PT. Bangun Makassar Mining, bukan pada perusahaan PT. Gunung Marmer Raya. Dengan menolaknya Penggugat dipindah-tugaskan ke PT. Gunung Marmer Raya, maka dengan ini muncullah perselisihan hubungan industrial antara Penggugat dengan Tergugat, karena Tergugat mengakhiri hubungan kerjanya dengan tidak lagi pernah membayar upah Penggugat.
Oleh karena tidak tercapai kesepakatan dalam perundingan bipartit, maka perselisihan antara Penggugat dengan Tergugat dilanjutkan ke tingkat mediasi tripartit pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Pangkep. Oleh karena Tergugat telah mengakhiri hubungan kerjanya Penggugat, dengan alasan Penggugat menolak mutasi, maka Penggugat menuntut kepada Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat berupa pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 Ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sementara dalam sanggahannya, pihak Pengusaha mendalilkan, bahwa perusahaan telah melayangkan surat pemanggilan masuk kerja yang telah dilakukan secara patut dan tertulis sebanyak 3 kali untuk bekerja “di lokasi kerja baru” sesuai surat mutasi, namun tidak diindahkan oleh Penggugat.
Terhadap penolakan demikian, perusahaan menerbitkan Surat Pemberitahuan Berakhirnya Hubungan Kerja, dimana pihak manajemen menganggap Penggugat telah mengundurkan diri sejak 6 Maret 2013 mengingat data absensi dan penolakan untuk melaksanakan tugas tanggal 29 Februari sampai dengan 5 Maret 2013, meski perusahaan telah menawarkan kompensasi dengan bentuk uang jasa sebesar 4 bulan upah x 15 % ditambahkan 1 bulan upah, namun ditolak oleh pekerja.
Tergugat berpendirian bahwa sengketa yang terjadi bukan terkait Pasal 163 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, akan tetapi terkait Pasal 168 Ayat (1), yakni: “Pekerja / buruh yang mangkir 5 hari kerja atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena diskualifikasikan mengundurkan diri.”—itulah modus yang paling kerja dijumpai dalam lingkup Grub Usaha.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Makassar kemudian menjatuhkan putusan Nomor 26/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Mks. tanggal 31 Maret 2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terputus secara hukum setelah pembacaan putusan dalam perkara ini;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon maupun hak-hak lainnnya kepada Penggugat yang besarnya 2 (dua) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 2 (dua), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan perincian sebagai berikut:
- Masa kerja: 14 tahun (2001 - 2015);
- UMP 2015: Rp2.000.000,00;
- Uang pesangon 9 bulan x 2 x Rp2.000.000,00 = Rp36.000.000,00.
- Penghargaan masa kerja 5 x 1 x Rp2.000.000,00 = Rp10.000.000,00+
Sub total = Rp46.000.000,00.
- Uang penggantian hak = 15 % x Rp46.000.000,00 = Rp6.900.000,00 +
Jumlah total = Rp52.900.000,00 (Lima puluh dua juta sembilan ratus ribu rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnyamembuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 18 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 7 Mei 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Makassar telah benar menerapkan hukum dengan memberi putusan yang pada pokoknya: memutus hubungan kerja dengan uang pesangon 2 (dua) kali, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Udang Undang Nomor 13 Tahun 2003, karena terbukti mutasi oleh Tergugat kepada Penggugat berlainan badan hukumnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Makassar dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. BANGUN MAKASSAR MINING tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BANGUN MAKASSAR MINING tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.