Kompensasi bagi Kreditor Separatis yang Menolak Rencana Perdamaian Debitor PKPU

LEGAL OPINION
Question: Bagaimana dengan nasib kreditor pemegang Hak Tanggungan yang tidak mau setuju dengan proposal debitor yang sedang dalam keadaan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)? Apa proposal perdamaian yang bila ternyata disetujui oleh mayoritas kreditor yang ada, homologasi itu mengikat juga kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan ataupun jaminan Fidusia yang tidak setuju?
Brief Answer: Kreditor Separatis yang menolak proposal perdamaian yang diajukan oleh Debitor PKPU, tidak tunduk pada isi homologasi, dan disaat bersamaan berhak menuntut kompensasi berupa nominal yang sebagaimana diatur Pasal 281 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, bahwa terhadap kreditur yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah diantara nilai jaminan (nilai Hak Tanggungan) atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.
Hanya saja, yang menjadi kendala utama dalam implementasi norma diatas, tidak terdapat pengaturan lebih lanjut untuk mengejawantahkan norma ketentuan sebagaimana dimaksud, semisal siapa yang akan dan bagaimana tata cara mengeksekusi amanat pasal tersebut, eksekusi terhadap agunan ataukah debitor yang harus membayar tunai. Alhasil, antara kreditor, pengurus, dan debitor, saling menyandera satu sama lain tanpa kejelasan solusi yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang ada.
Karena faktor ketidak-jelasan itulah, kerap terjadi gugatan oleh kalangan Kreditor Separatis yang sejak semula menyatakan penolakan terhadap proposal perdamaian yang diajukan oleh debitor-nya. Hingga kini, baik Lembaga Legislatif maupun Lembaga Yudikatif yang dikepalai Mahkamah Agung RI sekalipun, belum pernah menerbitkan suatu pedoman tindak-lanjut eksekusinya.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa homologasi register Nomor 21 PK/Pdt.Sus-Pailit/2017 tanggal 22 Februari 2017, perkara antara:
- PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk., sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, semula selaku Kreditor; melawan
- PT. ANUGERAH ABADI CAHAYA SEJATI, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Pengesahan Perdamaian.
Bermula ketika sang debitor mengajukan PKPU terhadap dirinya sendiri, dan terbitlah putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 April 2016, Nomor 44/Pdt.Sus.PKPU/2016/PN Niaga.Jkt.Pst., dengan amar sebagai berikut:
“Mengadili:
1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara dari Pemohon PKPU untuk seluruhnya;
2. Menetapkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara terhadap Pemohon PKPU / PT. Anugerah Abadi Cahaya Sejati untuk paling lama 44 (Empat puluh empat) hari terhitung sejak putusan diucapkan.”
Selanjutnya Hakim Pengawas menyampaikan laporan pada tanggal 19 September 2016, yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Bahwa pada Rapat Pembahasan final Proposal Perdamaian terhadap PKPU PT. Anugerah Abadi Cahaya Sejati (dalam PKPU) Tetap pada tanggal 19 September 2016 dimana telah dilakukan pemungutan suara / voting terhadap rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor telah disetujui 100% (seratus persen) oleh Kreditor Separatis yang hadir pada rapat tersebut sehingga memenuhi ketentuan Pasal 281 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka Pengadilan harus menyatakan rencana perdamaian debitor dapat dikabulkan;
b. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dan menunjuk berita acara pemungutan suara / voting terhadap rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor oleh karena telah memenuhi Pasal 281 UUK-PKPU, maka Hakim Pengawas memberikan Rekomendasi terhadap Rencana Perdamaian yang diajukan oleh debitor, untuk disahkan / dihomologasi oleh Pengadilan Niaga / Negeri Jakarta Pusat melalui Majelis Hakim Pemutus Perkara Nomor 44/Pdt-Sus/PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst, dimana rencana perdamaian tersebut dapat disahkan / dihomologasi.”
Rencana perdamaian diterima oleh kalangan kreditor, sehingga kemudian sang debitor mengajukan permohonan “homologasi”. Terhadap permohonan tersebut, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian menerbitkan penetapan Nomor 44/Pdt.Sus.PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 29 September 2016, dengan bunyi:
1. Menyatakan sah perdamaian yang dilakukan antara debitor PT. Anugerah Abadi Cahaya Sejati (dalam PKU) dengan para kreditor sebagaimana tertuang dalam perjanjian perdamaian pada hari Senin, tanggal 19 September 2016;
2. Menghukum debitor PT. Anugerah Abadi Cahaya Sejati (dalam PKPU) dan seluruh para kreditor untuk mentaati putusan perdamaian ini.”
Sang kreditor mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali terhadap homologasi, keberatan karena pihak Hakim Pengawas telah memberikan laporan yang keliru kepada Pengadilan Niaga, seolah seluruh kreditor telah menerima dan menyetujui usulan perdamaian meski senyatanya pihak pemohon Peninjauan Kembali telah secara tegas menolak / keberatan terhadap proposal perdamaian yang diajukan oleh sang debitor.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung tidak serta-merta secara fatalistis membatalkan homologasi, namun secara moderat membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama alasan peninjauan kembali tanggal 28 Oktober 2016 dan jawaban alasan peninjauan kembali tanggal 14 November 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, ternyata tidak diketemukan kekhilafan Hakim dan atau suatu kekeliruan yang nyata, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa dari memori peninjauan kembali Pemohon Peninjauan Kembali dapat disimpulkan, Pemohon Peninjauan Kembali adalah termasuk kreditur yang tidak menyetujui / menolak rencana perdamaian;
“Bahwa oleh karena itu terhadap Pemohon Peninjauan Kembali berlaku Ketentuan Pasal 281 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, yaitu terhadap kreditur yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah diantara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan;
“Bahwa sesuai dengan Penjelasan Pasal 281 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, yang dimaksud dengan nilai jaminan adalah nilai jaminan yang dapat dipilih diantara nilai jaminan yang telah ditentukan dalam dokumen jaminan atau nilai objek jaminan yang ditentukan oleh penilai yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas, maka dengan demikian tidak terdapat kekhilafan Hakim / kekeliruan nyata dalam putusan pengesahan perdamaian oleh Judex Facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk., tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :

Menolak permohonan pemeriksaan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk., tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.