Kemenangan Semu Gugatan Perdata, Telaah Kendala Eksekusi Putusan Pengadilan

LEGAL OPINION
KEMENANGAN GUGATAN, BUKAN AKHIR DARI SEGALANYA, PEMBUKA BABAK BARU PERKARA
Question: Sudah dibuat kontrak yang rapat sekali, tanpa celah, sehingga sewaktu-waktu pihak seberang yang melanggarnya dapat digugat. Rasanya sudah aman sekarang dan bisa percaya diri untuk berbisnis dengan rancangan kontrak semacam itu. Apa memang masih ada kendala yang mungkin dapat terjadi?
Brief Answer: Bukanlah perihal bagaimana kontrak mengaturnya secara lengkap dan utuh, sekalipun memang sebuah draf perjanjian dibuat sesempurna mungkin, tetap saja “bibit, bebet, dan bobot” dari pihak yang turut menanda-tangani kesepakatan itulah yang menjadi titik tumpu paling utama: integritas yang mampu menjaga kepercayaan dan itikad baik para pihak.
Prinsip “know your business partners” tetap menjadi pedoman paling utama, sementara perancangan format dan subtansi suatu kontrak merupakan lini kedua yang tidak dapat memperbaiki kekeliruan pemilihan rekan bisnis—terutama, untuk jenis-jenis perjanjian yang tidak diikat oleh suatu jaminan kebendaan apapun.
Banyak diantara kalangan pelaku usaha yang tidak menyadari, berbisnis dengan lembaga perusahaan / pengusaha yang “padat modal”, lebih berisiko daripada berbisnis dengan entitas pengusaha perorangan, oleh sebab dapat dipastikan setiap aset bergerak dan tidak bergerak perusahaan / pengusaha tersebut telah dijadikan jaminan agunan di tangan pihak kreditor perbankan, sehingga telah dibebani dengan Hak Tanggungan yang secara yuridis tidak lagi dapat disita eksekusi oleh penetapan Ketua Pengadilan Negeri sekalipun.
Bahkan juga pernah ditemukan sebuah modus, pihak tergugat sengaja mengagunkan harta miliknya kepada pihak perbankan, dengan motif untuk menjegal upaya lawannya menyita-jaminan aset miliknya. “Sita Persamaan” juga bukan merupakan solusi, oleh sebab Sita Persamaan akan gugur ketika suatu waktu kreditor pemegang Hak Tanggungan melakukan parate eksekusi terhadap objek benda.
Praktis, tiada jaminan kepastian apapun perihal eksekusi putusan perdata, sekalipun Anda mengetahui letak aset-aset milik lawan. Secara falsafah, sepanjang kedudukan / posisi Anda tidak dijamin dengan sebentuk Jaminan Kebendaan (seperti Hak Tanggungan maupun Fidusia), Hak Retensi, ataupun asuransi (seperti surety bond ataupun letter of credit), maka tiada jenis format kontrak apapun yang benar-benar mampu mengamankan posisi Anda.
PEMBAHASAN:
Antisipasi, mediasi, serta mitigasi selalu merupakan opsi hukum paling efektif serta paling arif. Pihak-pihak yang pernah memiliki pengalaman bersengketa di pengadilan, telah mahfum bahwa kemenangan perkara gugatan perdata bukanlah akhir dari serangkaian perjuangan. Seringkali perkara gugatan justru membuka potensi sengketa yang jauh lebih berlarut-larut. Berbisnis dengan pengusaha / perusahaan yang kerap bersengketa di pengadilan, juga bukan merupakan pihak yang layak dijadikan rekan bisnis.
Lantas, siapakah pihak-pihak yang paling diuntungkan dengan menyalah-gunakan kelemahan sistem hukum acara perdata di Indonesia? Tentu saja pihak-pihak yang memiliki itikad tidak baik. Pengusaha yang arif, akan memahami bahwa yang terpenting dari asas kebebasan berkontrak, bukanlah Ayat ke-1 maupun Ayat ke-2 Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun pada kaedah Ayat ke-3 yang menyatakan: Para pihak yang saling mengikatkan diri akan mengindahkan perikatan secara beritikad baik.
Untuk itu sebagai cerminan konkret, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Serang sengketa Tata Usaha Negera terkait gagal eksekusi register Nomor 01/PEN-DIS/2015/PTUN.SRG tanggal 29 Januari 2015, perkara antara:
1. HJ. UUM binti SALAM, sebagai Penggugat I;
2. H. EDI Bin ZAEN, sebagai Penggugat Ii; melawan
1. Ketua Pengadilan Negeri Rangkas Bitung, sebagai Tergugat I; dan
2. Ketua Pengadilan Tinggi Banten, selaku Tergugat II.
Bermula ketika Penggugat menggugat rekan bisnisnya ke pengadilan, dan telah terbit putusan Pengadilan Negeri Rangkasbitung Perkara No. 07/Pdt.G/2013/PN.Rkb. jo. No: 49/PDT/2014/PT.BTN., dengan amar Putusan:
- Mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Sah Surat Pernyataan tertanggal 20 Desember 2012 antara Para Tergugat dengan Para Tergugat;
- Menyatakan Para Tergugat telah ingkar janji atau Wanprestasi dalam Membayar hutangnya;
- Menyatakan Para tergugat Mempunyai Tunggakan hutang Kepada Para Penggugat sebesar Rp.141.395.000,-(sertus empat pulh satu juta Tiga ratus Sembilan puluh lima ribu rupiah) dan emas Murni 24 karat seberat 120 gram
- Menghukum Para Tergugat oleh Karena itu untuk membayar hutang Kepada Para Penggugat sebesar Rp.141.395.000.-(sertus empat puluh satu juta tiga ratus Sembilan puluh lima ribu rupiah) dan Emas murni 24 Karat seberat 120 gram;
- Menyatakan sah dan Berharga sita Jaminan yang telah diletakan oleh Pengadilan Negeri Rangkasbitung pada asset milik Para Tergugat yaitu Toko/ruko Serayu yang beralamat di jln. ... dengan batas-batas sebagai berikut: ...;
- Menghukum Para Tergugat apabila tidak membayar sejumlah hutangnya tersebut diatas, maka harta bendanya yang Telah diletakan Sita Jaminan sebelumnya Oleh Pengadialan Negeri Rangkasbitung dapat dijual Lelang di muka umum, yang kemudian hasil Penjualanya disisihkan sebagaian untuk membayar sejumlah hutang Para Tergugat kepada Para Penggugat yang belum dilunasinya tersebut;
- Menolak Gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Sementara Pengadilan Tinggi Banten dalam putusannya No. 49/PDT/2014/PT.BTN, kemudian menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Rangkas Bitung diatas, dan kini status perkara telah berkekuatan hukum tetap (inkrach) sejak tanggal 14 Agustus 2014. Permasalahannya, ialah kemudian Tergugat I tidak mengabulkan permohonan eksekusi yang diajukan Pemohon Eksekusi (Para Penggugat).
Sikap Tergugat I yang menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Eksekusi, telah menimbulkan akibat Hukum yang merugikan hak Para Penggugat. Oleh karenanya Surat yang diterbitkan Tergigat harus dinyatakan tidak sah atau setidak-tidaknya batal demi hukum. Dimana terhadapnya, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah mencermati dengan seksama Gugatan dan keterangan Para Penggugat dan Para Tergugat pada tanggal 29 Januari 2015, Ketua Pengadilan berpendapat sebagai berikut:
1. Bahwa Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara;
2. Bahwa Objek sengketa yang digugat agar dinyatakan batal atau tidak sah adalah:
1. Surat Nomor ... yang telah dikeluarkan oleh Ketua pengadilan Negeri Rangkasbitung / Tergugat I pada tanggal 25 November 2014 Perihal tidak dapat laksanakannya eksekusi Perkara No. 07/Pdt.G/2013/PN.Rkb. jo. No. 49/PDT/2014/PT.BTN;
2. Surat Nomor ... yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Banten / Tergugat II Pada tanggal 11 November 2014;
3. Bahwa kedua Surat tersebut adalah diterbitkan karena adanya permohonan eksekusi dari Pemohon Eksekusi / Para Penggugat dalam pelakasanaan Putusan Perkara No. 07/Pdt.G/2013/PN.Rkb. jo. No. 49/PDT/2014/PT.BTN. yang telah berkekuatan hukum tetap;
4. Bahwa Kedua surat tersebut, terutama Surat Ketua Pengadilan Negeri Rangkasbitung Nomor ... tanggal 25 November 2014, menyebutkan bahwa eksekusi terhadap sita jaminan tidak bisa dilaksanakan karena obyek eksekusi sudah diikat dengan adanya hak tanggungan, dan selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri Rangkasbitung (Tergugat I) menyarankan kepada Pemohon eksekusi (Para Penggugat) agar mengajukan permohonan Sita eksekusi terhadap semua harta kekayaan para Termohon Eksekusi yang lain yang tidak diikiat Hak Tanggungan sesuai Pasal 1131 KUH Perdata;
5. Bahwa ketentuan Pasal 2 Huruf (e) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004, tentang Perubahan UU Peradilan Tata Usaha Negara, diatur : ‘Tidak termasuk pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah: Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-unndangan yang berlaku.’
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Ketua Pengadilan berpendapat keputusan objek sengketa a quo bukan termasuk pengertian Keputusan yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, karena kedua objek gugatan adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar atau dalam kaitan hasil pemeriksaan badan peradilan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Huruf (e) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004, tentang Perubahan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, oleh karenanya gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima;
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (niet onvantkelijk verklaard);
2. Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Serang tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara Nomor 01/G/2015/PTUN.SRG.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.