Ingkar Janji Menikahi setelah Menyerahkan Keperawanan

LEGAL OPINION
HUKUM ITU MURNI, NAMUN TIDAKLAH NAIF
Question: Pria yang justru menikahi wanita lain, meski dulu pernah janji akan menikahi perempuan yang sudah serahkan kegadisan pada pria yang janji akan menikahi itu, bisa digugat karena langgar janjinya?
Brief Answer: Bukannya tidak dapat menggugat seseorang yang pernah menjanjikan akan menikahi seorang gadis, namun masalah terletak dalam ranah pembuktian, sehingga seorang gadis tidak dapat dibenarkan bersikap naif menyerahkan keperawanan hanya dengan berpegang pada ucapan seorang pria yang sudah jelas memiliki niat untuk melanggar etika sosial.
Kendala kedua, bila memang janji demikian dapat dibuktikan adanya di depan persidangan, ialah perihal apa sanksi bagi sang laki-laki yang melanggar janjinya, apakah diperintahkan oleh pengadilan untuk menepati janjinya (menikahi sang gadis), ataukah sang gadis menetapkan “harga” ganti-rugi atas keperawanannya? Bila itu terjadi, maka seolah-olah “keperawanan” ialah “komoditi” yang dapat diperdagangkan.
Lagipula secara yuridis Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak membenarkan perjanjian yang bersifat melanggar susila, tidak terkecuali janji menyerahkan keperawanan dengan kontraprestasi berupa akan dinikahi. Hingga saat kini pun praktik peradilan belum dapat mengakomodasi gugatan “ingkar janji penyerahan keperawanan dengan kontraprestasi janji akan menikahi” demikian.
Masalah ketiga, bagaimana cara membuktikan bahwa sang gadis masih “perawan” saat melakukan “transaksi” lewat perjanjian itu? Daripada membuka “aib” sendiri dalam gugatan “harapan semu” yang terbuka bagi umum untuk menyaksikan, tetap lebih arif bila menghindari jatuhnya korban serupa mengingat telah banyaknya kasus-kasus serupa, sehingga tidaklah perlu mengalami sendiri pengalaman pahit demikian. Adagium berikut perlu dipahami: hukum tidak melindungi sepenuhnya warga yang bersifat naif.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa gugatan ingkar janji “menikahi” register Nomor 1860 K/Pdt/2011 tanggal 23 Februari 2012, perkara antara:
- DEWI V. Y., SE, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- YULIRWAN, S.Pd., selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat dan Tergugat sama-sama berprofesi sebagai seorang guru di sebuah sekolah negeri di Pekanbaru, dimana pada awal perkenalan dengan Tergugat, Penggugat masih seorang adalah gadis perawan (klaim Penggugat), sedangkan status perkawinan Tergugat adalah duda dengan 4 orang anak.
Antara Penggugat dan Tergugat telah menjalin hubungan asmara / berpacaran selama lebih kurang 1,5 tahun sejak tahun 2007, dimana hubungan asmara tersebut juga diketahui oleh guru-guru lain di tempat Penggugat dan Tergugat mengajar.
Selama menjalin hubungan asmara, Tergugat sering kali mengatakan bahwa sangat mencintai Penggugat dengan tulus dan Tergugat juga berjanji akan menjadikan Penggugat sebagai istrinya, karena menurut Tergugat hanya Penggugat-lah satu-satunya perempuan yang dapat memahami hati dan perasaan Tergugat sebagai seorang duda dengan 4 orang anak.
Namun perkara bermula pada tanggal 10 Februari 2008 saat Tergugat mengajak Penggugat untuk pergi bersama, namun tiba-tiba hujan turun sehingga kegiatan acara joging tertunda, dan sambil menunggu hujan reda pada saat itulah Tergugat dengan bujuk rayu mengajak Penggugat untuk berhubungan badan layaknya suami-istri.
Semula Penggugat menolaknya, akan tetapi Tergugat berupaya dengan berbagai cara membujuk dan meyakinkan Penggugat, mengatakan bahwa apabila Penggugat benar-benar mencintai Tergugat dengan setulus hati dan mau menikah dengan Tergugat nantinya, maka tentu Penggugat tidak keberatan dengan apa yang Tergugat minta sebagai tanda rasa cinta, dimana Penggugat tidak perlu khawatir, Tergugat berjanji setulus hati akan menikahi Penggugat.
Karena desakan dan rayuan serta janji manis demikian, akhirnya Penggugat dengan sangat “terpaksa” melakukan hubungan badan layaknya suami-istri dengan Tergugat, sehingga Tergugat berhasil merengut kehormatan (keperawanan) Penggugat pada saat itu. [Note SHIETRA & PARTNERS: istilah Penggugat menggunakan frasa “terpaksa” berkesan konotasinya ialah “pemerkosaan”, suatu dalil yang sangat berat pembuktiannya, yang mana bila gagal dibuktikan maka dalil demikian mampu menjadi bumerang bagi pihak Penggugat itu sendiri.]
Setelah kejadian tersebut, Penggugat meminta Tergugat untuk merealisasikan janjinya untuk menikahi Penggugat. namun Tergugat selalu mengatakan: “sabar karena sekarang Abang (Tergugat) sedang mengumpulkan uang dulu untuk biaya pernikahan kita”. Penggugat pun percaya bahwa Tergugat tidak akan mengingkari janjinya untuk menikahi Penggugat.
Berlanjut pada tanggal 18 Juli 2008, Penggugat memberitahu Tergugat bahwa keluarga Penggugat sudah siap untuk membicarakan rencana pernikahan dan kapan rencana bertemu dengan pihak keluarga Tergugat, dan Tergugat memberi respon: “sabar dulu, nanti Abang beritahu waktunya kapan ketemu”.
Oleh karena tidak ada kejelasan yang pasti mengenai kapan akan dilakukan pertemuan antara keluarga Penggugat dengan keluarga Tergugat, maka pada tanggal 20 Juli 2008 Penggugat datang ke rumah Tergugat untuk menanyakan secara langsung mengenai rencana pertemuan, karena keluarga Penggugat menunggu kepastian pertemuan tersebut, akan tetapi pada waktu itu Tergugat kembali berkilah: “nanti saja kita bicarakan sehabis Abang (Tergugat) pulang dari Perawang karena Abang tidak lama disana hanya sebentar”.
Sambil menunggu Tergugat pulang dari Perawang, Penggugat lalu membersihkan rumah Tergugat. Pada waktu Penggugat sedang membersihkan rumah Tergugat, alangkah terkejutnya Penggugat ketika menemukan di tumpukan kertas pada ruang tamu, sehelai fotokopi surat persetujuan menikah atas nama Yulirwan (Tergugat) dengan seorang perempuan yang bernama Yusmiati, bukannya dengan Penggugat sebagaimana janji yang sering diucapkannya kepada Penggugat.
Ternyata Tergugat selama ini secara diam-diam telah membohongi Penggugat, ibarat kata Pepatah “habis manis sepah dibuang” (istilah yang dipakai oleh pihak Penggugat). Setelah “Kedok” Tergugat terbongkar secara tidak disengaja oleh Penggugat, ternyata Tergugat akan menikah dengan perempuan lain yang bernama YUSMIATI dan bukan dengan Penggugat sebagaimana yang sudah sering diucapkan dan dijanjikannya dahulu kala.
Penggugat membawa surat tersebut dan menunjukkannya kepada Ernawati (Istri Abang sepupu Tergugat) dan kepada Harmen (Abang sepupu Tergugat) dan kemudian Harmen menelpon Tergugat dan menanyakan kebenaran isi surat persetujuan menikah dengan perempuan yang bernama Yusmiati tersebut, yang pada saat itu oleh Tergugat dijawab tidak benar dan lalu Tergugat meminta agar surat tersebut dibuang saja, dimana pada saat itu juga Ernawati merobek surat tersebut, lalu dibuang ke tempat sampah.
Setelah itu, dengan teganya dan tanpa berperasaan Tergugat telah melaporkan Penggugat ke Polsek Sukajadi dengan tuduhan bahwa Penggugat telah mencuri fotokopi surat persetujuan menikah Tergugat, padahal Tergugat sendiri yang telah mengatakan kepada sdri. Ernawati dan sdra. Rarmen bahwa isi surat tersebut tidak benar dan meminta agar surat tersebut dirobekkan dan dibuang saja—sekaligus sebagai bukti konkret tak terbantahkan bahwa Tergugat telah mengingkari janjinya untuk menikahi Penggugat.
Tragisnya, atas laporan Tergugat tersebut, Penggugat kemudian ditahan di Polsek Sukajadi Pekanbaru selama 17 hari. Tindakan Tergugat melaporkan Penggugat, menurut hemat Penggugat hanyalah rekayasa dan akal-akalan Tergugat saja, agar Tergugat lepas dari tanggung-jawab untuk menikahi Penggugat, sehingga dapat menikahi perempuan lain.
Selama Penggugat dalam masa tahanan Polisi, Tergugat telah melangsungkan pernikahannya dengan seorang perempuan yang bernama YUSMIATI, karena itu ibarat kata pepatah kondisi Penggugat pada saat itu menyerupai “orang yang sudah jatuh, tertimpa tangga pula” (istilah yang juga dikutip dari bahasa Penggugat).
Pada akhirnya Penggugat memperoleh keadilan melalui Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 959/Pid.B/2009/PN.PBR tanggal 07 April 2009, yang membebaskan Penggugat dari segala dakwaan (vrijspraak) karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana yang dituduhkan Tergugat.
Dengan demikian, perbuatan Tergugat yang tidak menepati janjinya untuk menikahi Penggugat sebagaimana janjinya semula, padahal Tergugat sudah merenggut “kehormatan / keperawanan” Penggugat adalah suatu perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang telah membawa kerugian bagi Penggugat baik Materi maupun Immateriil, sebagai berikut:
- KERUGIAN MATERIEL: Tergugat sudah mengambil dan menikmati “Keperawanan” milik Penggugat yang paling berharga, akan tetapi Tergugat mengingkari janjinya untuk menikahi Penggugat dan tidak mau bertanggung-jawab sebagaimana janji manisnya kepada ini, bahkan Tergugat tanpa rasa bersalah menikahi perempuan lain, maka Penggugat menderita kerugian Materiil berupa pembayaran jasa Hukum Advokat sebesar Rp. 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah) selaku kuasa Hukum Penggugat;
- KERUGIAN IM-MATEREIIL: Penggugat merasa dipermalukan harkat dan martabatnya sebagai seorang perempuan, karena Tergugat telah mengingkari janjinya terhadap Penggugat yang sudah merengut dan menikmati “Kehormatan (Keperawanan)” milik Penggugat. Penggugat merasa di-campakkan harga dirinya begitu saja oleh Tergugat tanpa ada perasaan bersalah sedikitpun, sehingga Penggugat menjadi tercemar, tertekan, malu, rendah diri, dan stress setup kali memikirkan kondisi Penggugat pada saat ini yang sudah tidak perawan lagi, membuat Penggugat menjadi takut setiap kali ingin membina hubungan serius dengan laki-laki lain, yang apabila diperhitungkan dalam jumlah uang diperkirakan kerugian Immateriil tersebut senilai dengan jumlah Rp. 5.000.000.000.
Apa yang kemudian menjadi pokok permintaan Penggugat kepada Majelis Hakim? Berikut inilah tuntutan sang gadis dalam gugatannya:
- Menyatakan janji Tergugat untuk menikahi Penggugat sesaat sebelum Tergugat merenggut “Kehormatan / Keperawanan” Penggugat sah dan berharga;
- Menyatakan Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi) untuk menikahi Penggugat sehingga merugikan Penggugat;
- Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian kepada Penggugat atas perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang dilakukan Tergugat balk berupa ganti kerugian Materil sebesar Rp. 40.000.000,- dan kerugian Immateril sebesar Rp.5.000.000.000,- secara tunai dan sekaligus.
Sementara sang pria (Tergugat) dalam bantahannya justru menyatakan bahwa Penggugat telah merekayasa kasus dan memfitnah diri Tergugat yang menjadi korban sebenarnya. Terhadap gugatan sang gadis, Pengadilan Negeri Pekanbaru kemudian menjatuhkan putusan Nomor 01/Pdt/G/2010/PN.PBR tanggal 20 Juli 2010, dengan amar yang sudah dapat kita diprediksi, sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat Dalam tingkat banding, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru lewat putusan Nomor 198/PDT/2010/PTR tanggal 3 Maret 2011.
Sang gadis yang harus menelan “kenyataan pahit” demikian mengajukan upaya hukum kasasi, dengan kembali menegaskan bahwa selama menjalin hubungan berpacaran tersebut, senyatanya antara Penggugat dan Tergugat sudah berhubungan intim seperti layaknya “suami-istri”, dimana hal itu dapat terjadi karena Tergugat berjanji akan menikahi Penggugat.
Tergugat mengingkari janji yang sudah dibuatnya secara lisan kepada Penggugat karena ternyata Tergugat tidak jadi menikahi Penggugat, akan tetapi Tergugat justru menikahi perempuan lain. Perbuatan Tergugat yang sudah merenggut “kehormatan” Penggugat tanpa mau bertanggung-jawab sebagaimana janjinya semula, bahkan dengan tanpa rasa bersalah kemudian menikahi perempuan lain, telah membuat perasaan Penggugat menjadi hancur setiap kali memikirkan keadaan Penggugat yang sudah tidak perawan lagi, dan oleh karenanya adalah Adil apabila Tergugat sepatutnya dihukum atas perbuatannya yang telah ingkar janji untuk menikahi Penggugat, sehingga perbuatan Tergugat yang semacam itu tidak menjadi preseden buruk dikemudian hari bagi perempuan-perempuan lainnya—[Note SHIETRA & PARTNERS: Meski pihak Penggugat tentunya telah pernah mendengar / membaca pengalaman buruk gadis-gadis serupa sebelumnya, terlebih Penggugat adalah seorang sarjana.]
Dimana terhadap argumentasi penuh frustasi demikian, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan secara singkat saja, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Alasan kasasi tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan hukum Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya bahwa Penggugat telah menyerahkan keperawanan kepada Tergugat karena Tergugat berjanji akan menikahi Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : DEWI VIVI YANTI, SE tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : DEWI V. Y., SE tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.