Aspek Hukum Inbreng Modal Berupa Tanah pada Perseroan Terbatas

LEGAL OPINION
Question: Apa ada resiko, jika pemegang saham menyetorkan modalnya ke perusahaan (berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas) berupa tanah untuk jadi inventaris perusahaan? Kabarnya, sering banyak sengketa timbul dibelakang hari, ketika pemegang saham meninggal dan kemudian digantikan para ahli warisnya.
Brief Answer: Penyetoran modal oleh pemegang saham suatu Perseroan Terbatas, dapat dilakukan opsional: secara dana tunai atau berupa benda yang memiliki nilai / harga (inbreng). Karena karakter paling utama dari badan hukum (subjek hukum rechtspersoon) ialah harta kekayaan badan hukum terpisah dari para pendiri ataupun para pemegang saham dan para pengurusnya (kepemilikan pemegang saham atas aktiva perseroan hanya sebatas modal saham), maka harta kekayaan badan hukum tercatat atas nama badan hukum, dimana tidak terjadi percampuran dengan harta diluar badan hukum bersangkutan.
Namun perlu dipastikan, agar tidak membuka potensi sengketa dikemudian hari, status sebagai pemegang saham yang memilih opsi inbreng, tidak dapat dimaknai telah menyetor modal ke dalam perseroan, bila yang bersangkutan belum mengalihkan hak atas tanah kepada pihak perseroan. Analoginya, sama saja dengan pemegang saham yang menyetorkan modal berupa dana tunai, tidaklah dapat disebut telah menyetorkan / meningkatkan modal dasar, bila dana tersebut belum masuk ke rekening perseroan.
Bagi pemegang saham yang sejak semua menyetorkan modal berupa inbreng benda tak bergerak atau aset benda lainnya, mengapa sejak dahulu tidak pernah keberatan terhadap nilai objek inbreng yang tercantum dalam Akta Pendirian atau Akta Peningkatan Modal Dasar Perseroan? Tidaklah dapat dibenarkan oleh hukum, bila komplain baru diajukan setelah perseroan beroperasi setelah sekian lama, terlebih oleh para ahli waris pendiri / pemegang saham.
Jika pendiri atau pemegang saham tidak keberatan terhadap harga yang tercantum sebagai nilai objek inbreng dalam akta perseroan, maka dapat dimaknai sebagai “diam-diam” telah menyetujui nilai objek inbreng bahkan secara implisit turut menanda-tangani akta tersebut yang mencantumkan nilai konversi inbreng kedalam mata uang Rupiah sebagai penyertaan Modal Dasar Perseroan.
PEMBAHASAN:
Terdapat kasus konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk secara relevan putusan Mahkamah Agung RI sengketa korporasi register Nomor 667 K/Pdt/2017 tanggal 13 Juni 2017, perkara antara:
- Para ahli waris almarhum Ahmad Arnol Baramuli, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I, II, III, V dan VI; melawan
- PT. POLESA PELITA INDONESIA, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat; dan
1. RESTY SULINDA BARAMULI, S.H.; 2. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN PINRANG, selaku Para Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat IV / Turut Tergugat.
Penggugat merupakan badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas, bernama Polesa Pelita Indonesia (PT. PPI). Pendiri sekaligus pemegang saham pada perseroan, menyepakati modal dasar (authorized capital) berjumlah Rp13.400.000.000,00 dengan rincian modal di-ditempatkan (subscribed capital):
- Dr. H. Ahmad Arnold Baramuli, S.H., dengan saham sebanyak 2.010 saham dengan nilai nominal seluruhnya sebesar Rp2.010.000.000,00;
- H. Eddy Baramuli, S.E., sebanyak 1.005 saham, dengan nilai nominal seluruhnya sebesar Rp1.005.000.000,00;
- Lieando Jemmy Kasung, saham sebanyak 335 saham, dengan nilai nominal seluruhnya sebesar Rp335.000.000,00;
Dari jumlah modal ditempatkan yang dimiliki oleh masing-masing pendiri dan pemegang saham pada PT. PPI, maka para pendiri memiliki modal disetor (paid up capital), dimana Dr. H. Ahmad Arnold Baramuli, S.H., memiliki modal disetor sebanyak Rp1.720.000.000,00 dengan perincian sebagai berikut:
- Uang tunai / dana cash sebesar Rp1.242.840.000,00;
- Tanah sebagaimana dimaksud dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 2279 / Macinnae dengan diberi nilai Rp102.160.000,00;
- Bangunan berupa workshop dan gudang peralatan, ditaksir dengan nilai sebesar Rp100.000.000,00;
- Bangunan berupa manager house tiga unit dan rumah karyawan, ditaksir dengan nilai sebesar Rp125.000.000,00;
- Bangunan berupa gedung kantor dan kantin, ditaksir dengan nilai sebesar Rp50.000.000,00;
- Bangunan berupa gudang serat dua unit, ditaksir dengan nilai sebesar Rp100.000.000,00.
Dengan demikian, sejak sah berdirinya perseroan, seluruh saham perseroan terutama saham yang disetor (paid up capital), menjadi harta kekayaan perseoroan PT. PPI yang terpisah (separate) dari harta kekayaan para pendiri dan pemegang saham. Maka, seluruh harta kekayaan perseroan merupakan hak dan tanggung jawab Penggugat sendiri, dalam hal pengelolaan dan pemeliharaannya secara mandiri yang dipertanggung-jawabkan sesuai mekanisme dan prosedur yang diatur undang-undang dan anggaran dasar perseroan.
Ketika PT. PPI didirikan pada Tahun 1999, Sertifikat Hak Milik Nomor 2279 / Macinnae sebagai modal disetor oleh Bp. Dr. Ahmad Amol Baramuli, S.H., belum kunjung diserahkan kepada Penggugat disebabkan karena sertipikat atas tanah tersebut masih dalam bentuk sertifikat induk yang masih harus dipisahkan, namun proses balik nama atas sertifikat tersebut kepada masing-masing penerima pemecahan sertifikat, belum selesai diproses oleh Turut Tergugat oleh karena Bapak Dr. H. Ahmad Amol Baramuli, S.H. meninggal dunia sehingga proses pengurusan balik-nama dan peralihan hak atas masing-masing sertipikat menjadi terhambat.
Kini, proses balik nama sertifikat atas obyek sengketa lebih terkendala lagi, akibat adanya penyangkalan yang dilakukan oleh Tergugat II sebagai salah satu ahli waris Bapak Ahmad Amol Baramuli, sementara asli sertipikat Hak Milik Nomor 2279 / Macinnae dikuasai oleh Tergugat II.
PT. Polesa Pelita Indonesia berkantor dan kerkedudukan sejak didirikannya pada Tahun 1999, yaitu menempati dan menggunakan aset dan harta kekayaan perseroan berupa tanah dan bangunan yang awalnya merupakan modal inbreng disetor (paid up capital) oleh Bapak Ahmad Arnold Baramuli, dimana sejak Penggugat menempati dan mengelola harta kekayaan perseroan tersebut, tidak ada pihak lain yang keberatan apalagi menghalangi Penggugat agar tidak mengelola dan menggunakan aset tersebut.
Tidak ada juga pihak lain yang datang kepada penggugat mengakui aset berupa tanah dan bangunan sebagai miliknya, bahkan dalam setiap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), termasuk dalam Laporan keuangan dan kekayaan PT. Polesa Pelita Indonesia, aset dalam bentuk tanah dan bangunan tersebut dilaporkan dan dipertanggung-jawabkan oleh Presiden Direktur PT. PPI sebagai harta kekayaan perseroan dan laporan tersebut diterima dengan baik oleh Bapak Ahmad Arnold Baramuli, sebagai salah satu pemegang saham sekaligus pihak yang menempatkan tanah dan bangunan sebagai modal disetor.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham pada tahun 2001 yang membahas Laporan mengenai aset atau harta kekayaan Perseroan terdiri atas aktiva tetap yang memuat salah satunya posisi harta kekayaan Perseroan, didalamnya dicantum secara tersurat perihal harta kekayaan berupa tanah dan bangunan obyek sengketa, kemudian telah disetujui dan telah disahkan oleh Bpk. Ahmad Amol Baramuli, selaku pemegang saham dan kuasa pemegang saham. Dengan demikian, aset berupa tanah dan bangunan obyek sengketa adalah sah menurut hukum sebagai harta kekayaan Penggugat yang terpisah (separate) dari harta kekayaan para pemegang saham dan pendirinya.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. PPI selanjutnya diselenggarakan setiap tahun, yakni RUPS tahun 2002, 2003 dan Tahun 2004, setiap penyelenggaraan RUPS tersebut maka direksi terus melaporkan dan mencantumkan laporan harta kekayaan perusahaan berupa tanah dan bangunan Neraca Perusahaan, dimana harta kekayaan perseroan yang dilaporkan adalah salah satunya obyek sengketa, dan sepanjang itu pula, para pemegang saham termasuk didalamnya Bp. Ahmad Amol Baramuli memberikan persetujuan, saran dan petunjuk guna kelancaran operasional perseroan.
Namun sejak tahun 2007, Laporan Keuangan Perseroan hanya diberikan kepada pemegang saham lainnya, oleh karena Bpk. Ahmad Amol Baramuli, telah meninggal dunia pada tahun 2006 dan belum ada penyampaian kepada Penggugat mengenai peralihan saham milik Bpk. Ahmad Amol Baramuli kepada ahli warisnya. Dalam laporan keuangan tahun 2007, Penggugat tetap melaporkan dan mempertanggun-jawabkan harta kekayaan perseroan berbentuk aktiva tetap yang didalamnya memuat obyek sengketa.
Dengan demikian, berita acara RUPS serta neraca keuangan dan laporan perseroan yang telah disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) termasuk hasil audit kekayaan perseroan dan laporan keuangan tahunan perseroan, merupakan bukti autentik dan bukti sah menurut hukum terhadap harta kekayaan perseroan.
Tahun 2008, Penggugat melakukan kerjasama usaha dengan PT. Timurama (Patompo Group) dalam bidang pertanian, dengan maksud untuk menjajaki pengembangan tanaman jagung, dimana untuk kepentingan kerjasama usaha tersebut maka dibutuhkan gudang yang baik untuk penyimpanan hasil tanaman jagung, untuk itu Penggugat membongkar salah satu gudang miliknya karena telah mengalami kerusakan pada beberapa bagian bangunan, akibat umumya sudah sekitar 40 tahun. Pembongkaran ini, rencananya akan dibangun kembali gudang baru yang lebih baik.
Namun kemudian, harta kekayaan perseroan berupa tanah dan bangunan, temyata disangkali oleh para Tergugat dengan menyatakan bahwa tanah dan bangunan tersebut adalah milik Para Tergugat. Tergugat II bahkan melaporkan Penggugat kepada Kepolisian Daerah Sulawesi-Selatan dengan tuduhan pencurian dan pengrusakan, karena Penggugat telah mengambil kebijakan membongkar sebahagian gudang milik Penggugat (hasil inbreng). Dengan kata lain, para ahli waris pemberi inbreng menyangkali inbreng yang telah terjadi saat pendirian perseroan.
Para Tergugat sebagai ahliwaris Bpk. Ahmad Amol Baramuli, tidak memiliki hak untuk menyangkal, terlebih bermaksud membatalkan secara sepihak modal disetor dan dilakukan sendiri oleh Bpk. Ahmad Amol Baramuli semasa hidupnya (saham yang sejatinya telah dinikmati yang bersangkutan), maka harta inbreng bukan lagi milik para ahli-waris Bpk. Ahmad Amol Baramuli, karena kepemilikan atas obyek sengketa telah beralih kepada Penggugat sejak diserahkannya sebagai saham untuk modal disetor, penempatan harta kekayaan tersebut sebagai modal lain yang disetor. Para Tergugat hanya dapat mewarisi saham milik Bpk. Ahmad Amol Baramuli, pada PT. PPI.
Penggugat telah berulang-kali meminta kepada Para Tergugat agar menyerahkan Sertifikat Hak Milik objek inbreng atas nama Amol Baramuli agar dapat segera di-“balik-nama” keatas nama PT. Polesa Pelita Indonesia, namun Para Tergugat tidak berkenan menyerahkan sertifikat secara sukarela, sehingga Penggugat mengajukan gugatan ini kepada Pengadilan Negeri Pinrang guna melindungi dan menjaga hak-hak perseroan atas aset dan harta kekayaannya. Jika Para Tergugat tetap tidak memiliki itikad baik untuk menyerahkan sertifikat tanah kepada Penggugat, maka mohon agar pengadilan memerintahkan Turut Tergugat (Kantor Pertanahan) dapat menerbitkan sertifikat pengganti, sebelum kemudian menyerahkannya kepada Penggugat sebagai pemilik yang sah.
Terhadap gugatan badan hukum perseroan, Pengadilan Negeri Pinrang kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 1/PDT.G/2015/PN.Pinrang tanggal 26 Oktober 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar yang penting untuk dicermati karena kaya akan kaedah hukum, sebagai berikut:
“Bahwa didalam Akta Pendirian PT. Polesa Pelita Indonesia memang menyebutkan masa jabatan lima tahun, akan tetapi tidak mutatis mutandis jabatan itu berakhir, dengan kata lain jika tidak ada pengangkatan Anggota Direksi yang baru, maka Anggota Direksi yang sebelumnya dianggap masih berlaku;
“Bahwa Direksi sebagai suatu jabatan yang tidak bersifat permanen, ada masa mulai menjabat dan ada juga masa untuk berakhirnya, oleh karena yang berhak untuk mengangkat Direksi adalah RUPS, maka pihak yang berhak untuk memberhentikan Direksi adalah juga RUPS;
“Menimbang, bahwa pendapat Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor 718 K/SIO/1974 tanggal putusan 14 Desember 1976 dalam kaidah hukumnya menyatakan harta firma yang telah bubar tidak dapat menjadi harta pribadi selama belum diadakan vereffening;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan alat bukti Penggugat serta pendapat Mahkamah Agung yang Majelis Hakim mengambilnya sebagai rujukan terhadap perkara a quo menyatakan bahwa tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 2279 / Macinnae serta bangunan yang ada diatasnya, merupakan aset PT. Polesa Pelita Indonesia;
“Bahwa menurut pengalaman ahli, harta kekayaan Perseroan Terbatas tidak selamanya terperinci didalam Akta Pendirian, karena kadang-kadang ada pendiri yang menyetor uang tunai saja ada juga yang menyetor benda-benda yang tidak bergerak tapi dia taksir benda tidak bergerak itu, sehingga didalam Akta Pendirian hanya disebut nilai totalnya saja;
“Menimbang, bahwa saksi ahli yang diajukan Penggugat berpendapat bahwa untuk membedakan mana harta pengurus dengan harta Perseroan Terbatas, harus dilihat dari neraca pertanggung-jawaban dari Presiden Direktur, disana akan tergambar semua aset apakah itu aktiva lancar atau aktiva tetap, jadi semua harta kekayaan yang dimiliki baik aktiva maupun pasiva itu tergambar dalam neraca dan siapapun tahu, bahwa neraca itu adalah akumulasi seluruh plus-minus piutang tertuang dalam neraca;
“Menimbang, bahwa dari surat bukti Penggugat sebagaimana bukti ... yang merupakan dokumen PT. Polesa Pelit Indonesia berupa: notulen rapat, laporan keuangan, neraca yang segala hal ihwal menyangkut saham, sset, aktiva tetap, aktiva lancar, perhitungan laba-rugi, utang-piutang dan segala hal yang menyangkut operasional PT. Polesa Pelita Indonesia tercatat PT. Polesa Pelita Indonesia memiliki aktiva tetap berupa tanah dan bangunan yang terhitung sebagai aset DR. H. Ahmad Arnold Baramuli, S.H.;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan modal disetor (paid up capital) Dr. H. Ahmad Arnold Baramuli, S.H., pada PT. Polesa Pelita Indonesia berupa tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud pada obyek sengketa A dan obyek sengketa B, adalah sah menurut hukum;
- Menyatakan obyek sengketa A dan obyek sengketa B, adalah harta kekayaan milik PT. Polesa Pelita Indonesia in casu Penggugat;
- Menyatakan kebijakan dan tindakan Direksi PT. Polesa Pelita Indonesia membongkar dua unit gudang serat dan gudang peralatan pada obyek sengketa B, adalah kebijakan dan tindakan yang sah menurut hukum;
- Menghukum Para Tergugat untuk menyerahkan Sertipikat Hak Milik Nomor 2279/Macinnae ... atas nama Amol Baramuli terletak di ... kepada Penggugat, tanpa syarat dan dalam keadaan tanpa beban apapun;
- Menyatakan peralihan hak dan atau balik-nama atas Sertipikat Hak Milik Nomor 2279 / Macinnae ... atas nama Amol Baramuli terletak di ... kepada Para Tergugat maupun kepada pihak lain, adalah tidak sah, tidak mengikat, dan batal menurut hukum;
- Menyatakan seluruh dokumen dan atau surat-surat lainnya yang terbit diatas obyek sengketa A dan obyek sengketa B yang dimohonkan dan atau diterbitkan oleh Para Tergugat adalah tidak sah, tidak mengikat dan batal menurut hukum;
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar, lewat putusannya Nomor 82/PDT/2016/PT.MKS., tanggal 14 Juni 2016.
Pihak pemegang saham mengajukan upaya hukum kasasi, mengingkari inbreng modal berupa hak atas tanah yang semula dilakukan oleh mereka, dengan “mencari-cari kesalahan” yakni merujuk dalil berupa norma Pasal 34 Ayat (2) UU PT 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan “inbreng yang dilakukan dalam bentuk bukan uang tunai terlebih dahulu harus dinilai oleh Penilai Independen dan diumumkan dalam satu surat kabar atau lebih setelah akta pendirian / RUPS ditanda-tangani.”
Berangkat dari dalil demikian, disaat bersamaan mengingkari jalannya perseroan telah berlangsung puluhan tahun lamanya, Tergugat merasa keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan bahwa harta pribadi (Alm.) Arnold Baramuli sebagai inbreng (setoran modal) dalam PT. Polesa Pelita Indonesia, sementara dalam anggaran dasar perseroan tak ditegaskan Alm. Arnold Baramuli memasukkan aset tanah sebagai setoran modal untuk mendapat saham, dan tak ada satupun adanya bukti proses inbreng secara hukum perseroan yang dibuktikan dalam persidangan, sehingga harus dibatalkan.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi pada tanggal 13 September 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 17 Oktober 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, bahwa ternyata Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dapat membuktikan gugatannya, bahwa obyek sengketa adalah merupakan aset harta kekayaan PT. Polesa Pelita Indonesia yang berasal dari modal yang disetorkan oleh Dr. H. Achmad Arnold. Baramuli. Oleh karena sudah merupakan aset perusahaan yang telah dipisahkan kepemilikannya dari pemilik pemegang saham, maka segala tindakan PT. Polesa Pelita Indonesia (perseroan) atas aset / obyek sengketa tersebut, adalah sah secara hukum. Sedangkan Tergugat tidak dapat membuktikan dalil bantahannya;
- Bahwa Alasan kasasi tidak dapat dibenarkan, karena merupakan penilaian terhadap fakta dan hasil pembuktian di persidangan yang tidak tunduk pada pemeriksaan kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: Prof. ALBERTINA NOMAY BARAMULI KAUNANG, dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. Prof. ALBERTINA NOMAY BARAMULI KAUNANG, 2. EMIR BARAMULI, MBA, 3. ARYANTHI BARAMULI PUTRI, S.H, 4. ARNINA BARAMULI, 5. ARDY BARAMULI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.