Ambiguitas Tenaga Marketing terkait Bidang Usaha Perusahaan

LEGAL OPINION
Question: Ngak mungkin kan, kalau pegawai bagian penjualan itu dibilang sebagai pekerjaan yang sifatnya tidak tetap jadi boleh terus-menerus PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) statusnya dengan perusahaan?
Brief Answer: Secara falsafah konsepsi hubungan industrial, terdapat 2 jenis tenaga marketing, yakni marketer dari perusahaan yang bidang usahanya menjual produk hasil produksinya sendiri, dan marketer yang bekerja pada perusahaan yang bidang usahanya ialah menjual berbagai produk dari produsen pihak ketiga (bidang uasha agen atau distributor).
Contoh, sebuah swalayan menjual aneka produk dari berbagai produsen, apakah artinya sales dari swalayan bersangkutan dapat dikategorikan sebagai pekerjaan yang tidak tetap sifatnya? Maka dari itu, yang esensial bukanlah apakah barang yang dijual itu berasal dari produksi sendiri atau tidaknya, tapi apakah yang menjadi bidang usaha dari sang Pengusaha pemberi kerja.
Bila bidang usahanya memang menjual produk / jasa, maka bila sifat pekerjaan marketing-nya tidaklah musiman dan juga tidak sedang memperkenalkan produk baru, maka hubungan hukum yang terjadi tidak dapat dimaknai lain sebagai jenis pekerjaan tetap (permanen) yang diikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
PEMBAHASAN:
Namun tampaknya praktik peradilan masih bersifat orthodoks, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS merujuk salah satu ilustrasi konkret pendirian Mahkamah Agung RI dalam putusannya sengketa hubungan industrial register Nomor 1119 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 26 Januari 2017, perkara antara:
- 12 orang Pekerja, sebagai Para Penggugat, semula selaku Penggugat; melawan
- PT. AURA CANTIK, sebagai Tergugat dahulu Tergugat; dan
- 97 orang Pekerja, selaku Para Turut Tergugat dahulu Penggugat.
Para Penggugat merupakan tenaga penjualan barang-barang beragam merek dari beragam produsen yang dijual oleh perusahaan Tergugat kepada pelanggan di berbagai toko milik  pihak ketiga. Penggugat mendalilkan, jenis dan sifat pekerjaan yang dikerjakan oleh Para Penggugat adalah pekerjaan utama, bukan musiman yang tidak tergantung cuaca dan kondisi tertentu, pekerjaan itu merupakan pekerjaan terus-menerus dan bersifat tetap, tidak akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu karena Para Penggugat sebagai profesional penjual (marketing) yang merupakan kegiatan utama (core business) dari PT. Aura Cantik.
Sementara itu status hubungan kerja para Penggugat masih dengan PKWT. Tergugat kemudian memaksa Para Penggugat untuk menanda-tangani PKWT, dengan dipanggilnya orang demi orang. Bagi yang keberatan, tidak diijinkan lagi masuk kerja alias di-PHK (pemutusan hubungan kerja), meski Para Penggugat sudah bekerja Iebih dari 3 tahun bahkan ada yang telah mencapai 24 tahun bekerja terus-menerus tanpa terputus.
Dari 109 orang Para Penggugat, ada 6 orang yang tidak diijinkan masuk bekerja, karena tidak mau tanda-tangan PKWT dan belum dibayar upahnya selama 4 bulan. Jenis pekerjaan yang dikerjakan, juga tidak termasuk yang diatur Pasal 17 Ayat (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, yaitu kegiatan usaha:
a. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);
b. usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
c. usaha tenaga pengaman (security / satuan pengamanan);
d. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, dan
e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja / buruh.
PKWT tersebut juga tidak memenuhi ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, atau setidak-tidaknya tidak memenuhi Pasal 59 ayat (4) karena Para Penggugat sudah bekerja 3 tahun sampai 4 tahun terus-menerus tanpa disertai jeda, maka seharusnya sudah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.
Karena tidak ada solusi dari perundingan Bipartit, maka Para Penggugat mengajukan permohonan mediasi ke Sudinaker Jakarta Utara, dimana kemudian mediator menerbitkan Anjuran yang ditolak oleh Para Penggugat, maka Para Penggugat mengajukan gugatan ini guna menuntut pelaksanaan ketentuan Pasal 59 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 agar Tergugat diwajibkan mengangkat Para Penggugat dengan status sebagai Pekerja Permanen dengan masa kerja dimulai sejak tanggal dimulainya PKWT sebelumnya.
Terhadap gugatan para Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat secara tragisnya menjatuhkan putusan Nomor 133/Pdt.Sus-PHI.G/2016/PN.JKT.PST tanggal 29 Agustus 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.”
Sang Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Majelis Hakim PHI tidak mempertimbangkan lebih dahulu mengenai bentuk atau jenis usaha Tergugat, sehingga terkesan perusahaan Tergugat sekedar menjual satu produk saja, meski perusahaan Tergugat merupakan distributor besar yang memasarkan bermacam-macam alat-alat kecantikan dan parfum, yang kegiatan pokoknya atau utamanya adalah mendistribusikan atau memasarkan produk-produk milik pihak ketiga. Kegiatan pemasaran terhadap produk-produk milik pihak ketiga, ialah oleh Penggugat selaku tenaga pemasaran yang dikerahkan oleh perusahaan Tergugat.
Keberatan lainnya, Majelis Hakim tampaknya tidak memahami perbedaan signifikan antara “usaha produksi” (barang atau material) dan kegiatan “usaha distribusi” barang atau material, yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi telah disamakan oleh Majelis Hakim PHI. Meski, usaha produksi adalah membuat atau menciptakan suatu barang atau material, sedangkan usaha distribusi adalah mendistribusikan atau memasarkan barang atau material hasil dari usaha produksi, sebagai tenaga penjual profesional yang khusus spesialisasi dibidang jasa penjualan.
Dalam hal ini, perusahaan Tergugat mendistribusikan berbagai macam barang atau material dan milik bermacam-macam produsen, alias sebagai distributor dari produk-produk buatan beberapa produsen, yang memproduksi obat dan vitamin, yang berkaitan dengan human health.
Produsen-prudsen tersebut, memang telah membuat kontrak kerja-sama pendistribusian barang. Namun, apabila kontrak kerja-sama dikemudian tidak bisa diperpanjang, tidak otomatis usaha distribusi ini berhenti, karena masih ada prinsipal-prinsipal lain yang memproduksi barang atau material yang sejenis untuk dijual oleh tenaga pemasaran perusahaan Tergugat, dengan mencari produsen pengguna jasa lainnya.
Usaha pokok atau utama dari perusahaan Tergugat, adalah distributor dan pemasaran yang merupakan core business, maka dalam melaksanakan kegiatan distributor dan pemasaran, tidak mengenal waktu, terus-menerus, tidak mengenal musiman sepanjang manusia ada, dimana hal tersebut merupakan spesialisasi Tergugat dibidang penjualan alat kecantikan dan parfum.
Jika sekalipun Majelis Hakim PHI mengikuti jalan pikiran Tergugat, yang menerangkan produk-produk bermacam-macam produsen dipasarkan dengan menggunakan jasa tenaga-tenaga milik Tergugat (yaitu Para Penggugat) di berbagai outlet / mall, maka seharusnya sebagai bahan pertimbangan Hakim ketika memutus, bahwa sejatinya bentuk usaha perusahaan Tergugat adalah sebagai penyedia jasa tenaga kerja, alias outsourcing.
Sesuai fakta persidangan, usaha perusahaan Tergugat yang menyediakan dan mengerahkan jasa tenaga-tenaga kerja untuk memasarkan barang barang milik berbagai produsen, dikualifikasikan sebagai usaha pokok atau kegiatan pokok Tergugat, yakni penyedia jasa pekerja / buruh, namun Tergugat tidak punya izin sebagai badan hukum penyelenggara tenaga outsource.
Mengenai adanya mutasi atau perpindahan karyawan dari menjual produk yang satu berganti produk yang lain, sangatlah tidak masalah karena itu kebijakan Tergugat dan selama itu pula masih dalam perusahaan Tergugat yang memang bidang usahanya menjual berbagai produk kecantikan dari berbagai produsen—maka jika kontrak kerja-sama dari satu produsen berakhir, masih terdapat produk dari produsen lain yang dapat dijual oleh tenaga penjual perusahaan Tergugat, dimana setiap bidang usaha tentu memiliki resikonya sendiri.
Bahwa pekerjaan Para Penggugat yakni sebagai Beauty Advisor pada perusahaan Tergugat, yang tugasnya adalah penjualan dan/atau promosi produk-produk kecantikan dan parfum. Barang-barang / obyek yang dipasarkan / dipromosikan oleh tenaga penjual Tergugat, sudah ada bahkan sejak tahun 1997, jauh sebelum Penggugat telah bekerja bagi Tergugat. Merek-merek / brand-brand yang dijual sudah puluhan tahun tersebut, sampai saat ini masih dijual lewat jasa perusahaan Tergugat.
Mengingat merk / brand yang dijual oleh Tergugat terdiri dari bemacam-macam, maka seseorang Beauty Advisor dapat dialih-tugaskan / dimutasi dari merek yang satu ke merek yang lainnya, dimana alih tugas / mutasi tersebut adalah merupakan kewenangan Tergugat.
Kesimpulannya, maka Pekerjaan Para Penggugat adalah pekerjaan tetap sekaligus Pekerjaan Pokok dari bidang usaha Tergugat. Oleh karenanya berdasarkan Pasal 59 Ayat (2) juncto Pasal 59 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Perjanjian Kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat, “demi hukum” menjelma Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT / Pekerja Permanen).
Dimana terhadapnya, seakan tidak mampu memahami logika sederhana tentang pekerjaan tenaga penjual, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang kian memperkeruh, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 20 September 2016 dan dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tidak salah menerapkan hukum, dengan menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) bukan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa pekerjaan Para Penggugat hanya merupakan jasa atas penjualan barang, barang mana bukan milik Tergugat melainkan milik perusahaan lain. Demikian juga Tergugat melakukan perjanjian dengan pemilik barang dengan jangka waktu tertentu pula. Oleh karena objek pekerjaan dan sifatnya tergantung pada kebutuhan konsumen, sehingga objek pekerjaan tersebut tidak bersifat tetap, maka sifat pekerjaan yang diberikan Tergugat kepada Para Penggugat sesuai dengan ketentuan Pasal 59 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 secara PKWT dan bukan PKWTT;
“Sedangkan 6 (enam) orang yang tidak dibayar gaji selama 4 (empat) bulan tersebut telah habis jangka waktu PKWT-nya dan tidak diperpanjang;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Penggugat: NOFIANTI MARIA dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Penggugat: 1. NOFIANTI MARIA, 2. DEDDI PURWANTO, 3. NENENG HAERULLAH, 4. ENI SETIYANINGSIH, 5. YUNITA AMELIA BASO, 6. ROSMANAH, 7. ADE SURYANI, 8. RISKA KOMALA, 9. YULIYA, 10. MUSLIKA SUCIHATI, 11. MUHAMMAD SOLEH, 12. NOVA MELIASARI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.