Ganti Rugi Fisik & Non Fisik Pembebasan Tanah oleh Pemerintah

LEGAL OPINION
PEMBEBASAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM, BUKAN KEPENTINGAN PRIBADI
Question: Bisa tidak, gugat nominal uang ganti-rugi pembebasan lahan, dengan alasan harga penilaian oleh penilai pemerintah, masih jauh dibawah harga pasaran tanah setempat?
Brief Answer: Undang-undang tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, memiliki semangat pembentukan normanya berlandaskan asas kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi orang-perorangan sekalipun yang bersangkutan merupakan pemilik hak atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah, tanpa menafikan hak pemilik hak atas tanah atas ganti-rugi yang patut atas kerugian fisik maupun non fisik objek tanah beserta bangunan / tanaman diatasnya.
Namun yang menjadi kebohongan sekaligus pembodohan terhadap publik, penilai yang dimaksudkan oleh Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah, justru menggunakan basis harga penilaian yang dilakukan secara sepihak (top down) oleh pemerintah.
Sebagai contoh, penilaian yang disewa oleh pemerintah memang berasal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) alias Penilai Publik. Masalahnya, Penilai melakukan dasar harga basis penilaian berdasar kriteria basis harga objek tanah dan bangunan yang telah ditetapkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah.
Dengan kata lain, ditampilkannya sosok KJPP dalam proses pembebasan lahan oleh pemerintah, hanya sekadar “kedok”, “bumper”, alias “gimmick” belaka. Semua proses, pelaku yang berdiri dibalik latar belakang opersional KJPP dalam proyek pengadaan tanah pemerintah, semata hanyalah pihak pemerintah itu sendiri.
PEMBAHASAN:
Paradigma perihal pengadaan tanah demi kepentingan umum, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa pembebasan lahan register Nomor 2308 K/Pdt/2016 tanggal 31 Agustus 2016, perkara antara:
- NANIH RUSTINI, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Pemohon Keberatan; melawan
1. KJPP FIRMAN AZIS & REKAN; 2. MENTERI PEKERJAAN UMUM CQ. SATUAN KERJA INVENTARISASI DAN PENGADAAN LAHAN cq. PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN PENGADAAN TANAH JALAN TOL CILEUNYI-SUMEDANG–DAWUAN; 3. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUMEDANG cq. KETUA PELAKSANA PENGADAAN TANAH JALAN TOL CILEUNYI–SUMEDANG–DAWUAN, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan I, Termohon Keberatan II dan Termohon Keberatan III.
Penggugat merupakan warga pemilik tanah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), yang diatasnya berdiri bangunan untuk rumah tinggal dan untuk usaha “Toko Sembako” sumber kehidupan sang warga dan keluarga.
Adapun pokok keberatannya, hasil estimasi harga dari Termohon Keberatan I, nilainya dinilai tidak wajar bagi rakyat yang tergusur, yaitu sebesar Rp148.193.000,00 dan tanah seluas 600 m2 beserta bangunan dan benda-benda lainnya senilai Rp810.979.000,00.
Pijakan dari gugatan sang warga, ialah kaedah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, prinsip yang dianut ialah guna menjamin terselenggaranya Pembangunan Untuk Kepentingan Umum diperlukan tanah yang “Pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan Prinsip Kemanusiaan, Demokratis dan Adil”.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 terdapat rumusan bahwa pengadaan tanah untuk Kepentingan Umum menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat umum, dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak.
Disamping itu norma Pasal 33 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan, Penilaian Besarnya Ganti Kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang, meliputi nilai tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dan atau kerugian lain yang dapat dinilai.
Tergugat II telah memulai tahapan pelaksanaan pengadaan tanah meliputi, pengukuran, pendataan bangunan, tanaman dan benda-benda lain sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012, dan musyawarah bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Yang membuat Penggugat terkejut, pada saat proses musyawarah bentuk dan besarnya ganti kerugian, dimana pemimpin musyawarah pada saat memberitahukan besarnya nilai ganti rugi tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain di atas tanah Penggugat berlandaskan penilaian oleh KJPP, hanya ditaksir sebesar Rp958.990.000,00 untuk nilai seluruh aset Penggugat, sehingga gugatan ini dimaksudkan menuntut untuk dilakukan penilaian ulang, baik nilai tanah dan bangunan.
Pemohon selaku pemilik dan sekaligus korban atas dampak pembangunan Jalan Tol Cisumdawu, memiliki hak asasi manusia yang sama sekali tidak boleh dilanggar sebagai warga tergusur berikut kendala sosial dan ekonominya.
Penggugat mendalilkan, transaksi jual-beli tanah saat ini di sekitar lokasi tanah pemohon sudah mencapai Rp750.000,00 / m2, sementara tanah Penggugat hanya dinilai seharga Rp520.000,00 / m2. Sedangkan tanah seluas 513 m2 yang tidak berdiri bangunan hanya ditetapkan ganti rugi sebesar Rp133.380,00.
Demikian pula perihal nilai bangunan, tanaman, benda-benda lain, dan kerugian lain yang dapat dinilai oleh Termohon Keberatan I sangatlah tidak wajar, karena untuk membangun kembali rumah dan toko dengan nilai yang ditetapkan sebesar Rp273.603.000,00 tidak akan terwujud bahkan sangat jauh mencukupi karena semua bahan-bahan material dan ongkos kerja sudah lima kali lipat.
Sementara itu pihak Tergugat dalam sanggahannya menerangkan, untuk menghitung besar ganti rugi pemilik tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum, termohon menggunakan standar penilaian yang ada pada KEPI & SPI Edisi VI tahun 2015. Standar ini merupakan peraturan yang menjadi pegangan bagi setiap penilai dalam melakukan kegiatan penilaian termasuk dalam penilaian untuk kepentingan umum.
Standar Penilaian Indonesia 306 (SPI 306) tentang Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang terdapat dalam KEPI & SPI Edisi VI Tahun 2015 dijelaskan tata cara melakukan perhitungan ganti rugi.
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menentukan bahwa pembangunan jalan tol termasuk ke dalam pembangunan untuk kepentingan umum. Dengan demikian SPI 306 ini dapat digunakan dalam melakukan perhitungan ganti rugi.
Berdasarkan SPI 306, untuk menentukan besarnya nilai ganti rugi (NGR) tanah yang dimiliki masyarakat yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum adalah sebagai berikut: NGR = Nilai Fisik + Nilai Non Fisik.
Nilai Fisik adalah nilai yang berkaitan dengan fisik tanah (real estate). Dalam suatu transaksi properti khususnya tanah, selain pengalihan penguasaan fisik tanah juga yang dialihkan adalah hak atas tanah (real property) sehingga kepemilikan atas hak tanah dan penguasaan fisik beralih dari penjual kepada pembeli. Dalam terminologi penilaian, nilai fisik ini dapat dinyatakan sebagai Nilai Pasar.
Nilai Non Fisik adalah nilai yang diperoleh sebagai akibat adanya kerugian non fisik yang mungkin timbul karena adanya pengalihan penguasaan fisik tanah dan hak atas tanah sebagai akibat rencana pemerintah untuk membangun kepentingan umum.
Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012, Pasal 33 butir f dijelaskan penilaian besarnya nilai ganti “kerugian lain yang dapat dinilai” dihitung sebagai besaran Nilai Ganti Rugi. Nilai Non Fisik ini merupakan kerugian lainnya yang dapat dinilai. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai non fisik ini, adalah:
1. Kerugian Usaha;
2. Solatium;
3. Biaya Pindah;
4. Biaya Pajak;
5. Masa Tunggu;
6. Kerugian Sisa Tanah;
7. Kerusakan Fisik lainnya;
- Kerugian Usaha adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pemerintah jika tanah yang dibebaskan digunakan sebagai mata pencaharian pemilik tanah;
- Solatium adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh pemerintah karena hubungan psikologis pemilik tanah yang ada bangunan dengan hartanya tersebut. Besarnya nilai solatium ini adalah berkisar 10 s/d 30 persen dari nilai pasar tanah dan bangunan, tergantung lamanya pemilik tanah dan bangunan menempati bangunan;
- Biaya Pindah adalah perkiraan besarnya uang yang harus dibayarkan pemerintah untuk membiayai kepindahan (mengangkat barang dan lainlain) jika rumah yang ditempatinya terkena pembebasan;
- Biaya Pajak adalah biaya yang harus dibayarkan pemerintah jika pemilik tanah dan/atau bangunan membeli kembali tanah dan/atau bangunan ditempat lain;
- Masa Tunggu adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pemerintah sebagai akibat adanya perbedaan waktu pembayaran (jika warga menyetujui) dengan waktu penilaian (cut of date);
- Kerugian Sisa Tanah adalah kerugian yang harus dibayar pemerintah jika sisa tanah yang tidak dibebaskan mempunyai nilai lebih rendah akibat bentuk sisa tanah sudah tidak beraturan. Sebagaimana kita ketahui bahwa tanah dengan bentuk empat persegi mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan tanah yang tidak beraturan;
- Kerugian fisik lainnya adalah kerugian sebagai akibat diambilnya sebagian bangunan (tidak semua bangunan dibebaskan) sehingga untuk memperbaiki sisa bangunan yang tidak dibebaskan harus ditanggung pemerintah.
Untuk menilai bangunan Termohon menggunakan dasar perhitungan dari Surat Keputusan Bupati Sumedang No. 640/KEP.227-DPU/2014 tentang Penetapan Klasifikasi dan Harga Dasar Ganti Kerugian Bangunan di Kabupaten Sumedang. Sementara untuk menilai tanaman Termohon menggunakan dasar perhitungan dari Surat Keputusan Bupati Sumedang No. 520/Kep.198-Distan/2012 tentang Penetapan Harga Dasar Ganti Rugi Tanaman di Kabupaten Sumedang. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai Ganti Rugi untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan pembangunan sudah memenuhi azas kemanusiaan dan keadilan;
2. Sebagaimana keberatan tentang kondisi sosiologis, pemerintah sudah menjawab dengan memberikan ganti rugi dalam bentuk ganti rugi solatium. Sebagaimana kita pahami bahwa besaran nilai sosiologis ini sulit dihitung dan setiap orang akan memaknai berbeda. Tetapi pemerintah sudah menetapkan besaran ini sebagaimana yang dihitung oleh penilai.
Fakta dilapangan, program pembebasan lahan ini sudah disetujui oleh sejumlah warga sekitar lokasi tanah milik Penggugat. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, terhadap mekanisme jika terjadi keberatan terhadap nilai Ganti Rugi dalam bentuk uang, tidak lagi diajukan kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah atau kepada Bupati dan atau Kepada Gubernur, melainkan dapat disampaikan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak ditanda-tangani Berita Acara Kesepakatan bentuk Ganti Kerugian seperti ketentuan Pasal 73 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012.
Jika dalam waktu 14 hari kerja, pemilik tanah yang menolak bentuk dan atau besarnya nilai ganti kerugian tidak mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri setempat, karena hukum Pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian sebagaimana ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012.
Terhadap keberatan sang warga pemilik tanah yang dibebaskan pemerintah, Pengadilan Negeri Sumedang telah memberikan Putusan Nomor 38/Pdt.Sus/2016/PN.Smd tanggal 6 Juni 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Mengabulkan keberatan Pemohon Keberatan untuk sebagian;
- Menetapkan besarnya ganti kerugian yaitu sebesar Rp1.048.242.098,00 (satu miliar empat puluh delapan juta dua ratus empat puluh dua ribu sembilan puluh delapan rupiah), dengan perincian:
1. Bidang tanah Nomor Urut Nominatif 52 sebesar Rp897.474.848,00;
2. Bidang tanah Nomor Urut Nominatif 63 sebesar Rp150.767.250,00;
- Menghukum Para Termohon Keberatan untuk melaksanakan pemberian ganti kerugian kepada Pemohon Keberatan sesuai dengan besarnya ganti kerugian yang ditetapkan yaitu sebesar Rp1.048.242.098,00 (satu miliar empat puluh delapan juta dua ratus empat puluh dua ribu sembilan puluh delapan rupiah);
- Menolak permohonan keberatan Pemohon Keberatan untuk selain dan selebihnya.”
Pihak pemilik tanah mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa bagaimana mungkin harga perkiraan tahun 2014 digunakan dasar penilaian ditahun 2016 dan bahkan dikurangi penyusutan 50%, padahal kenaikan harga material dan ongkos kerja untuk membangun kembali rumah tempat tinggal saat ini sudah melambung naik 200%, dan hal ini bukan rahasia umum lagi. Jadi tidak perlu didukung dengan bukti surat, karena waktu yang sangat sempit tidak mungkin dapat memperoleh data untuk itu.
Dimana terhadap keberatan sang warga, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa pertimbangan hukum putusan Judex Facti yang mengabulkan keberatan Pemohon Keberatan dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah memberikan pertimbangan yang cukup dan dapat dibenarkan serta tidak bertentangan dengan hukum, dimana penetapan besarnya ganti rugi telah dilakukan sesuai prosedur yang sah berdasarkan Standar Penilaian Indonesia 306 (SPI 306) dan di dalam penetapan nilai akhir ganti rugi, Judex Facti dalam perkara a quo ternyata telah mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, yang menjiwai lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum khususnya Pasal 10;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti Pengadilan Negeri Sumedang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-Undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi NANIH RUSTINI tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi NANIH RUSTINI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.