Inkracht, Nebis In Idem, Gugatan Tidak dapat Diterima

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya kalau terjadi gugatan yang “nebis in idem” (keadaan dimana terhadap perkara yang telah berkekuatan hukum tetap, baik karena putusan pengadilan ataupun karena dilekatkannya irah-irah berdasarkan amanat undang-undang), maka isi amar putusan hakim nantinya menyatakan gugatan penggugat itu “ditolak”, ataukah menyatakan bahwa gugatannya dinyatakan “tidak dapat diterima” (niet ontvankelijk verklaard)?
Brief Answer: Secara yuridis, putusan dalam perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka gugatan atas perkara tersebut tidak dapat dimajukan ulang untuk kedua kalinya, agar tidak menjadi tumpang-tindih (overlaping) antar putusan, sebagai bentuk kepastian hukum yang perlu dijaga. Yang masih terbuka hanyalah upaya hukum luar biasa seperti Peninjauan Kembali, selama hak tersebut belum kadaluarsa.
Jika atas perkara yang sama dan telah inkracht demikian diajukan kembali oleh pihak Penggugat yang sama ke hadapan pengadilan guna diperiksa dan diputus ulang, maka secara teori Majelis Hakim memiliki kewajiban dalam amar putusannya menyatakan bahwa gugatan Penggugat “tidak dapat diterima” karena “nebis in idem”.
Namun dalam praktik hukum acara perdata di Indonesia, putusan perihal “nebis in idem” ini baru akan diperiksa dan diputus setelah melalui serangkaian proses pembuktian dan jawab-menjawab antara Penggugat dan pihak Tergugat yang telah sangat menguras waktu dan energi—sangat berlainan dengan eksepsi perihal “kompetensi absolut” yang seketika diperiksa sebelum memasuki acara pembuktian, apakah peradilan bersangkutan berwenang memeriksa dan memutus.
Berlainan juga dengan perihal eksepsi “kompetensi relatif” pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus, sekalipun gugatan Penggugat dinyatakan “tidak dapat diterima” oleh Majelis Hakim, namun masih membuka peluang bagi Penggugat untuk mengajukan gugatan kembali di pengadilan setempat yang paling berwenang untuk memeriksa perkara.
Sebaliknya, dalam perkara gugatan yang sejatinya “nebis in idem”, memang secara yuridis sudah tidak ada upaya hukum lagi (dengan asumsi permohonan Peninjauan Kembali telah ditolak atau tidak diajukan setelah beberapa waktu tertentu), karena putusan sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga secara falsafah lebih tepat substansi amar putusan yang seyogianya dijatuhkan ialah “Menolak gugatan yang diajukan Penggugat”, alih-alih “Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima”—karena frasa “tidak dapat diterima” selalu bermakna konotasi sebagai “masih dapat diajukan gugatan ulang”.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Pengadilan Negeri Bau-Bau sengketa gugatan perdata register Nomor 26/Pdt.G/2014/PN.BAU tanggal 11 Juni 2015, perkara antara:
1. NY. TAIBA M. DJAFAR; 2. AMIN BAYANI; 3. DRS. HAMDU GAMBO, sebagai Para Penggugat; melawan
1. NY. HJ. SITI AENUN DJARIAH sebagai Tergugat; dan
2. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN), cq. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) WILAYAH SULAWESI TENGGARA, cq. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) KOTA BAU-BAU, selaku Turut Tergugat.
Penggugat semula merupakan penghuni sebuah rumah yang menjadi Objek Sengketa perkara gugatan ini, namun telah pernah dieksekusi pengosongan oleh Tergugat berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Penggugat tetap mengajukan gugatan ini, dengan harapan (semu) dapat membatalkan putusan yang telah inkracht demikian.
Dimana terhadapnya, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Tergugat mengajukan eksepsi dalam jawaban dan para pihak telah jawab-menjawab mengenai eksepsi tersebut;
“Menimbang, bahwa Majelis setelah memperhatikan surat gugatan, jawab menjawab dan pembuktian yang dilakukan oleh Para Pihak, mempertimbangkan eksepsi tersebut sebagai berikut:
“Bahwa Kuasa Hukum Tergugat menyatakan gugatan para Penggugat telah ‘ne bis in idem’ karena pihak-pihak dan tanah yang dipersengketakan dalam perkara ini, sebelumnya sudah pernah diputus oleh Pengadilan Negeri yang sama yaitu Pengadilan Negeri Bau-Bau dalam perkara perdata nomor 22/Pdt.G/2011/PN.BB tertanggal 10 januari 2012, yang kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sultra dalam perkara nomor 24/PDT/2012/PT.Sultra tertanggal 23 mei 2012, serta dikuatkan pula dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara kasasi Nomor 2589 K/PDT/2012 tertanggal 31 juli 2013. Dan bahkan perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan telah pula dilakukan eksekusi oleh Pengadilan Negeri Bau-Bau pada tanggal 17 Desember 2014;
“Menimbang, bahwa syarat-syarat gugatan dapat dikatakan telah ‘ne bis in idem’ adalah apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif sehingga apabila salah satu diantaranya tidak terpenuhi, maka pada putusan tidak melekat ‘ne bis in idem’. Syarat-syarat tersebut. diantaranya adalah:
a. Apa yang digugat sudah pernah diperkarakan sebelumnya;
b. Terhadap perkara terdahulu, telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap;
c. Perkara yang disengketakan dalam putusan tersebut telah berakhir dengan tuntas;
d. Subyek atau pihak yang berperkara adalah sama;
e. Objek yang digugat sama;
“Menimbang, bahwa setelah memperhatikan gugatan Para Peggugat, yang digugat oleh Para Penggugat adalah mengenai klaim kepemilikan Tergugat atas tanah sengketa pada tahun 2003 serta pengukuran terhadap tanah sengketa yang telah dilakukan oleh turut Tergugat;
“Menimbang, bahwa dalam perkara Nomor 22/PDT.G/2011/PN.BB, Tergugat yang dahulunya sebagai Penggugat juga mempermasalahkan mengenai kepemilikan atas tanah sengketa, sehingga yang disengketakan dalam perkara yang sekarang dan perkara terdahulu adalah perkara yang sama, yaitu mengenai sengketa kepemilikan terhadap tanah sengketa;
“Menimbang, bahwa perkara Nomor 22/PDT.G/2011/PN.BB tersebut selanjutnya setelah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara dan kemudian diputus lagi dalam peradilan tingkat Kasasi tertanggal 31 juli 2013, sehingga dengan demikian tidak terdapat lagi upaya hukum biasa terhadap perkara tersebut. Upaya hukum yang dapat ditempuh adalah Peninjauan Kembali, namun upaya tersebut merupakan upaya hukum luar biasa sehingga tidak menjadikan putusan kasasi tersebut menjadi putusan yang tidak mempunyai kekuatan hukum tetap;
“Menimbang, bahwa putusan Kasasi Nomor 2589 K/PDT/2012 tertanggal 31 juli 2013 (bukti T-7) berisi putusan yang ‘menolak permohonan kasasi para Penggugat’, dengan pertimbangan bahwa putusan judex factie tidak bertentangan dengan hukum, dan/atau undang-undang;
“Menimbang, bahwa selanjutnya peradilan tingkat pertama maupun peradilan tingkat banding, semuanya telah memutus pokok perkara yang disengketakan, sebagaimana terdapat dalam bukti T-5 dan T-6;
“Menimbang, bahwa selanjutnya setelah memperhatikan hasil pemeriksaan setempat dan persesuaian keterangan saksi-saksi dari Tergugat yang menyatakan tanah sengketa telah dieksekusi, maka terbukti bahwa tanah yang disengketakan sudah pernah diperkarakan dalam perkara perdata Nomor 22/Pdt.G/2011/PN.BB yang kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sultra dalam perkara nomor 24/PDT/2012/PT.Sultra tertanggal 23 mei 2012, serta dikuatkan pula dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara kasasi Nomor 2589 K/PDT/2012 tertanggal 31 juli 2013;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka Majelis berpendapat bahwa perkara ini telah ‘ne bis in idem’ sehingga oleh karenanya eksepsi Kuasa Tergugat adalah beralasan dan dapat dikabulkan;
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI:
- Mengabulkan eksepsi Kuasa Hukum Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA:
- Menyatakan gugatan tidak dapat diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.