Dihukum Pekerjakan Kembali, Pekerja Berhak dapat Upah Proses

LEGAL OPINION
Question: Kalau memang Pekerja Kontrak PKWT yang “demi hukum” menjadi Pekerja Tetap PKWTT kemudian kena PHK, maka biasanya hakim tidak berkenan memberikan Upah Proses, apakah ada tips atau strategi bagi kalangan pegawai dengan kasus serupa, agar bisa tetap dapat Upah Proses itu?
Brief Answer: Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang bila secara hukum memang tergolong jenis pekerjaan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, namun kemudian terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), maka solusi yang paling ideal ialah mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dengan tuntutan agar dipekerjakan kembali, bukan menyetujui PHK dengan meminta sejumlah pesangon, agar Upah Proses tetap dapat diperoleh.
Pada prinsipnya, seorang Pekerja / Buruh yang di-PHK secara sepihak oleh Pengusaha, dapat menuntut dua jenis opsi putusan: 1.) Menyetujui PHK dengan menuntut sejumlah pesangon sebagai kompensasi; atau 2.) Tidak menyetujui PHK sepihak, dan disaat bersamaan menuntut agar dipekerjakan kembali dengan disertai sejumlah Upah Proses.
Yang SHIETRA & PARTNERS rekomendasikan ialah opsi nomor kedua, meski berkonsekuensi logis menghadapi “perang dingin” bila gugatan dikabulkan pengadilan (karena bagaimana pun hubungan kerja tidak akan lagi harmonis), sebab lewat ‘petitum subsidair’, Majelis Hakim yang diminta agar memerintahkan pihak Pengusaha untuk memekerjakan kembali karyawanya, berpendapat bahwa tuntutan demikian tidak realistis sebab sudah tidak terdapat keharmonisan hubungan kerja, maka hakim berhak menjatuhkan putusan secara ‘ex aequo et bono’, dengan menghukum Pengusaha membayar hak-hak normatif PHK berupa pesangon.
PEMBAHASAN:
Salah satu cerminan konkret yang cukup representatif dapat SHIETRA & PARTNERS jadikan sebagai rujukan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 111 K/Pdt.Sus-PHI/2017 tanggal 20 Februari 2017, perkara antara:
- PT. BOLA INTAN ELASTIC, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan
- 8 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat merupakan buruh yang bekerja di perusahaan Tergugat, yang semula sejak tahun 2012 berstatus sebagai pekerja harian lepas selama beberapa waktu sebelum kemudian dijadikan sebagai Karyawan Kontrak (PKWTT). Namun pada tanggal 24 Desember 2014, terjadi PHK dengan alasan masa berlaku kontrak kerjanya sudah berakhir.
Dengan demikian, sebelum menandatangani PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu, Para Penggugat terlebih dahulu bekerja sebagai karyawan harian lepas. Adapun yang kemudian dipermasalahkan Para Penggugat, ialah dengan melandaskan kaedah Pasal 10 Ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mengatur bahwa pekerja harian lepas yang bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
Penggugat mendalilkan, dikarenakan hubungan kerja antara Para Penggugat dan Tergugat “demi hukum” telah menjelma PKWTT saat pelanggaran hukum terjadi oleh pihak Pengusaha, maka dengan sendirinya perubahan dari karyawan ‘harian lepas’ menjadi ‘karyawan kontrak’ (PKWT) juga haruslah dinyatakan batal demi hukum. Terlebih lagi, PKWT tersebut bertentangan dengan norma yang disyaratkan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Dikarenakan hubungan kerja antara Para Penggugat dan Tergugat demi hukum telah berubah “demi hukum” menjadi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT), maka PHK terhadap Para Penggugat dengan dalih masa kontraknya sudah berakhir, adalah bertentangan dengan hukum.
Penggugat juga menggaris-bawahi tuntutan gugatannya perihal ‘upah selama proses penyelesaian perselisihan’ (Upah Proses). Sejak Para Penggugat di-PHK, tidak diperbolehkan lagi masuk bekerja dan dihentikan pembayaran upah maupun hak-hak lain yang biasa diterima, oleh karenanya Para Penggugat berhak mendapatkan upah selama proses penyelesaian perselisihan ini berlangsung. Adapun substansi norma Pasal 155 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003:
(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja / buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
(3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja / buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja / buruh.”
Pembayaran upah terakhir yang diterima Para Penggugat ialah pada bulan Desember 2014. Sehingga upah proses yang belum dibayarkan Tergugat kepada Para Penggugat, terhitung sejak bulan Januari 2015 s/d Januari 2016 dan THR tahun 2015.
Sementara itu pihak Pengusaha dalam sanggahannya mendalilkan kaedah Pasal 171 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur;
“Pekerja / buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 Ayat (1), Pasal 160 Ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja / buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja / buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.”
Penjelasan Resmi Pasal bersangkutan, menerangkan:
“Tenggang waktu 1 tahun dianggap merupakan waktu yang cukup layak untuk mengajukan gugatan.”
Norma demikian dipertegas oleh keberlakuan Pasal 82 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang memiliki pengaturan senada:
“Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjan, dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.”
Menjadi jelas, hak gugat Penggugat adalah telah berakhir, karena Para Penggugat baru mengajukan gugatannya setelah 1 tahun lebih 1 bulan setelah PHK terjadi. Senada dengan itu, dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara 61/PUU-VIII/2010, membuat pernyataan normatif sebagai berikut:
“Terhadap frasa ‘dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya’ dalam ketentuan Pasal 171 Undang-Undang 13/2003, Mahkamah menilai, batasan jangka waktu paling lama satu tahun merupakan jangka waktu yang proporsional untuk menyeimbangkan kepentingan pengusaha dan pekerja/buruh dan tidak bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Batasan demikian malah penting demi kepastian hukum yang adil agar permasalahan tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.”
Berhubung perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, selanjutnya ditempuh upaya penyelesaian melalui tingkat mediasi pada Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang. Mediator Disnaker Kota Tangerang kemudian menerbitkan surat anjuran tertanggal 16 Maret 2015. yang menganjurkan:
a. Agar pihak perusahaan PT. Bola Intan Elastic setelah menerima surat anjuran ini segera memanggil pekerja Sdr Agus Sulestyo, dkk (9 orang) untuk dipekerjakan kembali;
b. Agar pekerja Sdr Agus Sulestyo dkk (9 orang) setelah menerima anjuran ini segera melapor kepada pihak perusahaan PT. Bola Intan Elastic untuk bekerja kembali seperti biasanya;
c. Demi menjaga hubungan industrial yang harmonis, agar kedua belah pihak sama-sama melaksanakan hak dan kewajibannya.”
Para Penggugat menyetujui anjuran Mediator, dan telah menyatakan kesiapannya untuk bekerja kembali seperti biasa. Kepada Mediator Disnaker, Tergugat juga menyatakan dapat menerima anjuran dan akan mempekerjakan kembali Para Penggugat. Akan tetapi, hingga gugatan ini diajukan, Tergugat belum bersedia membayar hak-hak Para Penggugat ataupun menerima Penggugat untuk kembali bekerja. Karena itulah, gugatan ini diajukan, demi kepastian hukum.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Serang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 06/PDT.SUSPHI/2016/PN.Srg tanggal 8 Juni 2016, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa atas penyampaian tentang riwayat kerja Para Penggugat ini tidak dibantah oleh Tergugat dalam jawabannya, kecuali Tergugat hanya menegaskan tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang telah ditanda-tangani oleh Para Penggugat, berlaku 1 (satu) tahun;
“Menimbang, bahwa dalam kesaksiannya, saksi ke-2 (dua) Tergugat yang bernama ... pada intinya mengatakan bahwa status karyawan pertama kali kerja adalah buruh harian lepas, kemudian sekitar 1 (satu) sampai 2 (dua) bulan training, jika dilihat tidak bisa kerja maka tenaganya tidak bisa dipakai dan perjanjian secara tertulis antara perusahaan dengan karyawan tidak ada;
“Menimbang, ... maka Mejelis Hakim berpendapat bahwa Pengusaha tidak boleh mengubah status Pekerja Tetap menjadi Pekerja Kontrak, karena hal itu melanggar hukum, walaupun secara aturan hukum tidak mengatur secara eksplisit mengenai hal ini;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dan Tergugat belum putus;
3. Memerintahkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali Para Penggugat di perusahaan Tergugat dengan tetap membayar upah dan hak-hal lainnya yang selama ini diterima oleh Para Penggugat dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar upah proses Para Penggugat selama 3 (tiga) bulan sebesar Rp58.656.000 (lima puluh delapan juta enam ratus lima puluh enam ribu rupiah) dengan perincian:
- Penggugat 1 (Andik Sasmiko), upah proses sebesar Rp7.332.000;
- ...;
- Penggugat 8 (Kodari), upah proses sebesar Rp7.332.000;
5. Menolak selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
1. Bahwa alasan kasasi tidak dapat dibenarkan karena sebelum hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi berdasarkan PKWT, terlebih dahulu hubungan kerja berdasarkan pekerja harian lepas, sesuai dengan Pasal 10 ayat (3) Kepmenakertrans RI Nomor Kep.100/Men/VI/2004 yang mengatur bahwa pekerja harian lepas yang bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Karena itu hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi berdasarkan PKWT, batal demi hukum dan bertentangan dengan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan PHK yang dilakukan Pemohon Kasasi terhadap Termohon Kasasi dengan alasan PKWT telah berakhir adalah batal demi hukum;
2. Bahwa PHK yang dilakukan Pemohon Kasasi terhadap Termohon Kasasi sangat bertentangan Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto Pasal 4 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 5 Ayat (1) dan Ayat (2) Kepmenakertrans RI Nomor Kep 100/Men/VI/2004 karena pekerjaan yang dilakukan oleh Termohon Kasasi adalah pekerjaan pokok, bukan pekerjaan tambahan dan tidak tergantung pada musim, dimana masa kerja Termohon Kasasi antara 5 (lima) tahun sampai dengan 7 (tujuh) tahun, karena itu Termohon Kasasi dipekerjakan kembali dengan upah proses selama 3 (tiga) bulan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. BOLA INTAN ELASTIC, tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 06/PDT.SUSPHI/2016/PN.Srg tanggal 8 Juni 2016 sepanjang mengenai biaya perkara;
M E N G A D I L I :
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. BOLA INTAN ELASTIC, tersebut;
2. Memperbaiki amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 06/PDT.SUS-PHI/2016/PN.Srg tanggal 8 Juni 2016 sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam pokok perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dan Tergugat belum putus;
3. Memerintahkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali Para Penggugat di perusahaan Tergugat dengan tetap membayar upah dan hak-hak lainnya yang selama ini diterima oleh Para Penggugat dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar upah proses Para Penggugat selama 3 (tiga) bulan sebesar Rp58.656.000 (lima puluh delapan juta enam ratus lima puluh enam ribu rupiah) dengan perincian:
- Penggugat 1 (Andik Sasmiko), upah proses sebesar Rp7.332.000;
- ...;
- Penggugat 8 (Kodari), upah proses sebesar Rp7.332.000;
5. Menolak selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.