KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Data Perizinan Merupakan Domain Publik, Hak Warga Sipil untuk Mengakses

LEGAL OPINION
KETERBUKAAN DATA KEBIJAKAN PEMERINTAH SEBAGAI HAK ASASI RAKYAT
Telaah Kasus Uji Materiil yang Diperiksa dan Diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
Question: Kalau izin-izin usaha itu apa bisa diakses oleh umum? Maksudnya kalau kita mau melakukan due legal dilligence (legal audit), kan itu perlu cari tahu, apa benar atau tidaknya klaim memiliki izin usaha atau hak-hak tertentu suatu pihak yang hendak kita audit ke instansi pemerintah terkait. Singkatnya, sebenarnya data-data perizinan demikian, itu rahasia atau dapat diminta datanya oleh warga pemohon?
Brief Answer: Sebagai konkretisasi asas pemerintahan yang transparan serta akuntabel, maka akses bagi pengawasan oleh publik merupakan “Hak Asasi Rakyat” (HAR) yang tidak dapat disimpangi oleh alasan apapun oleh pihak pemerintah. Publik tidak perlu menyebutkan untuk alasan apakah permohonan keterbukaan informasi tersebut diminta, karena hal tersebut merupakan informasi publik, domain publik, milik publik, sehingga pihak pemerintah tidak memiliki hak untuk menolak permohonan akses terhadap informasi publik.
Jika publik diwajibkan untuk menyebutkan untuk tujuan monitoring terhadap kinerja pemerintah, tentunya pihak pemerintah / instansi bersangkutan akan bersikap defensif, dan besar kemungkinan data yang disajikan akan penuh manipulasi atau tidak diberikan sama sekali.
Oleh karena itu, dalam sistem hukum pemerintahan yang baik dan terbuka, warga pemohon tidak boleh diwajibkan untuk menyebutkan untuk tujuan apakah permohonan akses informasi publik demikian dimohonkan, karena informasi sedemikian ialah milik publik, bukan milik pemerintah. Sehingga sifatnya bukanlah pemerintah “dapat” memberi informasi tersebut, tapi “wajib” memberikan setiap data milik publik, tanpa syarat.
Salah satunya ialah perihal pemberian Izin yang sebelumnya telah atau akan diberikan kepada Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, merupakan jenis informasi publik yang wajib disediakan setiap saat.
Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik, telah memberi penegasan secara imperatif: ‘Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi, seluruh kebijakan yang ada dokumen pendukungnya.’.
PEMBAHASAN:
Kita perlu memahami, bahwa Rakyat adalah “stakeholder” dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bila disebut sebagai “rahasia negara”, maka artinya itu juga milik rakyat, karena rakyat notabene ialah salah satu unsur pembentuk “negara”, disamping pemerintahan, teritori, serta kedaulatan.
Setiap kebijakan yang diterbikan pemerintah, baik penetapan, keputusan, ataupun regulasi yang berlaku umum, bukanlah “milik pemerintah”, tapi “milik negara dimana publik selaku rakyat memiliki kepentingan didalamnya”.
Bila dalam konsep global hukum internasional dikenal istilah “hak asasi manusia”, maka dalam konteks lingkup negara terdapat konsepsi “hak asasi rakyat” atau “hak asasi warga”—sebagai pihak yang paling berkepentingan terhadap tanggung-jawab manajerial pemerintahan terhadap pengelolaan negara. Ibarat direktur yang harus memberi laporan pertanggung-jawaban terhadap “pemegang saham” negara.
Kaedah yurisprudensi demikian SHIETRA & PARTNERS tarik secara analogi, mencermati putusan Mahkamah Agung RI sengketa “Keterbukaan Informasi Publik”, register Nomor 121 K/TUN/2017 tanggal 06 Maret 2017, perkara antara:
- KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Pemohon Keberatan; melawan
- FOREST WATCH INDONESIA (FWI), selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Termohon Keberatan.
Pemerintah mengajukan keberatan atas Putusan Komisi Informasi Pusat RI Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015, tanggal 22 Juli 2016, yang mengabulkan permohonan Forest Watch Indonesia selaku Pemohon Informasi, dengan pertimbangan serta amar putusan Komisioner sebagai berikut:
“Bahwa terkait dengan dokumen izin HGU selanjutnya Majelis Komisioner berpendapat Izin Hak Guna Usaha merupakan kebijakan yang dibuat oleh Termohon (Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional) dalam bentuk pemberian Izin Hak Guna Usaha yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, merupakan informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 UU KIP dan merupakan jenis informasi publik yang wajib disediakan setiap saat sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf c UU KIP, yang berbunyi : ‘Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi, seluruh kebijakan yang ada dokumen pendukungnya.’;
“... nama pemegang HGU yang termuat dalam data fisik yang yang ada pada dokumen HGU yang diterbitkan berdasarkan produk kebijakan yang dibuat oleh Termohon, kebijakan yang dibuat oleh Termohon;
MEMUTUSKAN :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Membatalkan hasil pengujian konsekuensi informasi publik Nomor 04/BA-100/VI/2016;
3. Menyatakan informasi yang dimohon Pemohon berupa daftar dokumen Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit yang masih berlaku sampai Tahun 2016 di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara yang memuat rincian informasi meliputi:
a. Nama pemegang ijin HGU;
b. Tempat / lokasi;
c. Luas HGU yang diberikan;
d. Jenis komoditi;
e. Peta areal HGU yang dilengkapi titik koordinat;
sebagai infomasi publik yang bersifat terbuka;
4. Memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi sebagaimana dimaksud kepada Pemohon sejak keputusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).”
Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mengatur, pengajuan gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara apabila yang digugat adalah Badan Publik Negara.
Sementara itu Pasal 48 Ayat (1) UU KIP menyatakan, pengajuan gugatan hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut.
Secara lebih teknis keberatan terhadap putusan Komisi Informasi Publik (Pusat maupun Daerah), diatur lewat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan menyatakan, keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 hari kerja sejak salinan putusan Komisi Informasi diterima oleh para pihak berdasarkan tanda bukti penerimaan.
Pihak Kementerian selaku pemerintah mendalilkan, data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya dapat diberikan kepada Instansi Pemerintah yang memerlukan untuk keperluan pelaksanaan tugasnya dengan mengajukan permintaan yang menyebutkan keperluan tersebut, dan Permintaan tersebut dipenuhi setelah disetujui oleh Kepala Kantor Pertanahan, sebagaimana ketentuan yang di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah:
- Pasal 1 : Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya;
- Pasal 34 Ayat (2) : :Data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi instansi Pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.”
Karenanya, data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam daftar nama, dengan demikian hanya terbuka bagi instansi Pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, adalah perintah dari peraturan perundang-undangan. Apabila ada keberatan atas pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan demikian, baik yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah maupun Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, maupun Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, merupakan kewenangan dari perkara uji materiil di Mahkamah Agung Republik Indonesia, bukan yurisdiksi Komisioner KIP.
Terhadap keberatan yang diajukan pihak Kementerian, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta kemudian menjatuhkan putusan Nomor 2/G/KI/2016/PTUNJKT, tanggal 14 Desember 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menolak Permohonan Pemohon Keberatan;
2. Menguatkan Putusan Komisi Informasi KIP Pusat Republik Indonesia Nomor: 057/XII/KIP-PS-M-A/2015, tanggal 22 Juli 2016.”
Pihak Kementerian Pertanahan mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok argumentasi bahwa data perizinan ialah “rahasia negara”, dengan berlindung dibalik ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pihak Kementerian juga berlindung dibalik ketentuan Pasal 12 Ayat (4) Huruf (i) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia : “Informasi yang dikecualikan Buku Tanah, Surat Ukur, dan Warkahnya.”
Argumentasi pihak Kementerian Agraria tergolong curang, karena berlindung dibalik peraturan yang diterbitkan oleh instansinya sendiri. pihak Kementerian kemudian mendalilkan bahwa bilamana warga pemohon berkeberatan terhadap peraturan demikian, maka langkah hukum yang terbuka hanyalah mengajukan gugatan uji materiil terhadap Peraturan Kepala BPN tersebut. Namun justru majelis Hakim PTUN memeriksa dan menjatuhkan amar putusan layaknya kewenangan memutus permohonan uji materiil, yang merupakan kewenangan Mahkamah Agung RI.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti sudah benar dan tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan bahwa informasi yang dimohonkan kepada Pemohon Kasasi berupa dokumen administratif yang berhubungan dengan Hak Guna Usaha (HGU) tidak termasuk informasi yang dikecualikan untuk dapat diberikan kepada publik sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi: KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.