Tersandera oleh Hukum Agama Perkawinan

LEGAL OPINION
Question: Ini bagaimana, menurut agama yang kami anut, memang tidak boleh ada perceraian dengan alasan apapun sebelum ada kematian. Tapi ini sudah benar-benar tidak dapat dipertahankan perkawinan kami. Masak harus tuduh pasangan saya telah berzinah dulu, baru dapat gugat cerai?
Brief Answer: Terkadang, hukum agama harus tunduk pada hukum negara, kerena Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara berdasarkan Hukum, bukan Negara Agama. Tipe negara sekular memiliki keunggulan tertentu, disamping mengakomodasi kemajemukan suatu bangsa.
Untuk itulah, perihal kaedah perkawinan dan perceraian, bagaimana pun tetap tunduk dan dapat merujuk pada ketentuan norma dalam Undang-Undang tentang Perkawinan yang berlaku di Indonesia dan berlaku bagi setiap Warga Negara Indonesia, termasuk sebab-sebab yang dapat menjadi dasar mengajukan gugat perceraian.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagai cerminan dilematisnya persinggungan antara hukum agama dan hukum negara, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI perkara perkawinan register Nomor 2314 K/Pdt/2014 tanggal 29 Mei 2015, dimana perkawinan antara Penggugat dan Tergugat bermula pada tanggal 24 Oktober 1975, dengan Kutipan Akta Perkawinan yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kotamadya Yogyakarta pada tanggal 25 April 2013.
Dari perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dikarunia 3 orang anak yang kini sudah berumah tangga semua. Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat, pada awal perkawinan semula sampai tahun 2005, berlangsung harmonis. Namun dalam perjalanan dikemudian hari, meski usia perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sampai saat ini telah berjalan kurang lebih 38 tahun, namun perkawinan tersebut sudah tidak berjalan dengan harmonis, tidak tentram, dan tidak lagi damai sebagaimana diharapkan, terutama dalam kurun waktu tahun delapan tahun terakhir. Adapun penyebabnya antara lain:
a. Tergugat sudah beberapa kali menantang cerai kepada Penggugat dan meminta kepada Penggugat untuk mengurus Gugatan Cerai ke Pengadilan;
b. Sejak tahun 2006 selalu memulai mengajak ribut / cek-cok sampai sekarang tahun 2013 (±7,5 tahun), sehingga menghabiskan batas kesabaran Penggugat untuk dapat tetap hidup dalam sebuah rumah tangga;
c. Tidak menghargai tidak menghormati, dan melecehkan / menghina Penggugat antara lain: memfitnah selingkuh, melempar kertas yang dirobek-robek dan diuwek-uwek ke muka Penggugat, bilang “kunyuk” kepada Penggugat, sebar-luaskan berita bahwa Penggugat sudah bau jenazah, sudah impoten, dan sebagainya.
Kelangsungan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak lagi berjalan harmonis sejak tahun 2006, dikarenakan Tergugat tidak pernah mau merubah sifat / watak ributnya hingga saat kini. Berbagai upaya untuk mempertahankan keharmonisan dan keutuhan rumah tangga telah Penggugat tempuh, namun tidak berhasil, sehingga tidak ada lagi harapan untuk dapat hidup rukun serta damai, yang apabila perkawinan tetap dipertahankan justru semakin membuat Penggugat mengalami siksaan batin / stres, maka oleh karenanya tidak ada jalan lain lagi bagi Penggugat kecuali mengajukan gugatan perceraian.
Berdasarkan alasan-alasan atau fakta-fakta yang telah Penggugat kemukakan diatas, menunjukan bahwa kehidupan rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat sebagai suami-isteri telah terjadi selisih paham dan pertengkaran secara terus-menerus, dimana Tergugat tidak mau merubah sifat-sifatnya, maka tidak ada lagi harapan dapat hidup rukun kembali untuk membina rumah tangga yang bahagia sesuai dengan tujuan perkawinan.
Terhadap gugatan sang suami, Pengadilan Negeri Bantul kemudian menjatuhkan putusan Nomor 36/Pdt.G/2013/PN Btl., tanggal 10 September 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sah secara hukum perkawinan antara Penggugat dan Tergugat yang dilangsungkan di Yogyakarta pada tanggal 24 Maret 1975, sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan Nomor -., yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kotamadya Dati. II Yogyakarta pada tanggal 25 Maret 2013;
3. Menyatakan bahwa perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat yang dilangsungkan di Yogyakarta pada tanggal 24 Maret 1975, sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan Nomor ... , yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kotamadya Dati. II Yogyakarta pada tanggal 25 Maret 2013, putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya;
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Negeri Bantul untuk mengirimkan salinan resmi putusan ini setelah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, untuk dicatat dalam buku register yang diperuntukan untuk itu dan kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bantul untuk didaftarkan.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri Bantul diatas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta dengan Putusan Nomor 03/PDT/2014/PT.Y, tanggal 19 Maret 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Tergugat / Pembanding;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bantul tanggal 10 September 2013, Nomor 36/Pdt.G/2013/PN.Btl., yang dimohonkan banding tersebut, kecuali amar yang berbunyi ‘Menyatakan sah secara hukum perkawinan antara Penggugat dan Tergugat yang dilasungkan di Yogyakarta pada tanggal 24 Oktober 1975, sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan Nomor ... , yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kotamadya Dati. II Yogyakarta pada tanggal 25 April 2013.’”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa dalam 7,5 tahun bukannya Penggugat yang mendahului ribut, tetapi selalu Tergugat yang selalu mulai lebih dahulu. Kalau usia sudah di atas 60 tahun kenapa baru sekarang merasa malu, mestinya jauh sebelum persidangan muncul.
Karena sudah berulang kali diingatkan jauh-jauh sebelum proses sidang tetapi tetap saja tidak pernah berhenti ributnya, justru Penggugat menerima 8 kali tantangan bercerai dari Tergugat. Kalau Tergugat mengkhawatirkan hubungan orang tua dengan anak-anak, Penggugat tidak percaya semenjak 7,5 tahun yang lalu sudah terbukti ucapannya tidak pernah benar. Anak Penggugat yang pertama sudah sependapat dengan rencana perceraian kami sewaktu usia percekcokan sudah mencapai selama 5,5 tahun. Penggugat berkesimpulan, tidak terdapat keberatan dari anak-anak tentang rencana perceraian.
Baik Penggugat maupun Tergugat melangsungkan pernikahan berdasarkan agama Kristen Protestan. Masalah keributan yang terjadi, tidak bisa dibuktikan karena tidak ada yang melihat, tentunya akan memalukan keluarga sehingga malu bila dilihat orang, jadi memang tidak ada yang melihat setiap kali terjadi perselisihan antara Penggugat dan Tergugat.
Sampai menjelang sidang pengadilan di Pengadilan Negeri Bantul, kehidupan rumah tangga sudah lama tidak berjalan harmonis semenjak sang istri tidak mau merubah sikap hidupnya yang suka ribut (7,5 tahun), memfitnah selingkuh, dan sebagainya. Namun sejak proses persidangan sampai saat sekarang (11 bulan), Penggugat merasa tenang di hati, damai, karena walau masih hidup serumah tetapi masing-masing hidup sendiri-sendiri (pisah ranjang).
Terdapat ayat dari Alkitab: Matius: 19: b, bahwa yang sudah dipersatukan dan diberkati Tuhan, tak seorangpun bisa memisahkan mereka. Benar bahwa para pihak masih tinggal serumah karena masih punya hak / bagian atas rumah tersebut. Namun Penggugat tidak sependapat dengan pendapat dan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Yogjakarta yang menyatakan bahwa pertikaian mereka adalah sesuatu hal yang lumrah.
Penggugat telah menasehati bahwa sudah sama-sama tua agar hidup baik-baik, rukun-rukun saja, tetapi ribut yang selalu muncul. Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan korektif guna memberi jalan keluar, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan Penggugat / Pemohon Kasasi dapat dibenarkan, karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi) salah dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa meskipun menurut ajaran agama Nasrani tidak dimungkinkan bercerai, namun apabila pihak menghendaki dan telah memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, maka perceraian dapat dilakukan;
“Bahwa dalam perkara ini ketentuan dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dimana telah terjadi percekcokkan yang terus-menerus sehingga hubungan perkawinan kedua belah pihak tidak mungkin lagi dapat dipertahankan, karena prinsip hidup yang sudah berbeda serta tidak mungkin lagi membangun rumah tangga yang bahagia, karena sering adanya percekcokkan yang tidak dapat diperbaiki kembali, maka sudah sepantasnya dalam perkara ini gugatan dikabulkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PEMOHON KASASI dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 03/PDT/2014/PT.Y., tanggal 19 Maret 2014, yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor 36/Pdt.G/2013/PN.Btl., tanggal 10 September 2013, serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PEMOHON KASASI tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 03/PDT/2014/PT.Y, tanggal 19 Maret 2014, yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor 36/Pdt.G/2013/PN.Btl., tanggal 10 September 2013;
“MENGADILI SENDIRI:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sah secara hukum perkawinan antara Penggugat dan Tergugat yang dilangsungkan di Yogyakarta pada tanggal 24 Oktober 1975, sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan Nomor ... , yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kotamadya Dati. II Yogyakarta pada tanggal 25 April 2013;
3. Menyatakan bahwa perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat yang dilangsungkan di Yogyakarta pada tanggal 24 Oktober 1975, sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan Nomor ... , yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kotamadya Dati II Yogyakarta pada tanggal 25 April 2013, putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya;
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Negeri Bantul untuk mengirimkan salinan resmi putusan ini setelah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, untuk dicatat dalam buku register yang diperuntukan untuk itu dan kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bantul untuk didaftarkan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.