Prasyarat Mutlak Membuat Perjanjian Jual-Beli Tanah / Rumah

LEGAL OPINION
Question: Ini sudah terjadi kesepakatan si pemilik hendak menjual rumahnya, dan saya selaku pembeli sudah sepakat dengan harga jual-beli yang ditawarkan oleh pemilik. Tapi koq, si penjual tiba-tiba secara sepihak membatalkan begitu saja, alasannya belum ada pemberian DP (down payment) dari pembeli. Bukankah ngak boleh, perjanjian dibatalkan sepihak?
Brief Answer: Khusus dalam konteks perikatan jual-beli hak atas tanah, kesepakatan baru terjadi / terbentuk disaat asas “terang” dan “tunai” terpenuhi. Persetujuan atas penawaran harga dan kesanggupan membayar antara penjual dan pihak pembeli, bukanlah prasyarat mutlak sah dan mengikatnya perjanjian terkait hak atas tanah, sepanjang asas “tunai” berupa uang panjar belum diberikan oleh pembeli kepada pihak penjual di hadapan pejabat pembuat akta tanah yang berwenang (asas “terang”).
Tiadanya uang panjar demikian, tidak dimaknai sebagai perikatan bersyarat batal, oleh sebab khusus dalam konteks perikatan jual-beli hak atas tanah, tanpa terpenuhi asas terang dan tunai, maka dimaknai bahwa perikatan / perjanjian jual-beli hak atas tanah sama sekali tidak pernah terbentuk, sekalipun para pihak telah bersepakat.
Mungkin juga dapat menjadi sebuah pertanyaan, sampai kapankah penawaran jual-beli dari penjual itu berlaku? Tiada penawaran yang berlaku abadi, dimana harga jual-beli yang ditawarkan dapat saja meningkat harga hak atas tanah pada tahun berikutnya, sehingga bila “asas terang dan tunai” tidak segera dipenuhi hingga pada akhirnya harga hak atas tanah telah terlanjur merangkak naik, maka penawaran demikian dimaknai sebagai sudah kadaluarsa. Sama halnya, tiada invoice untuk transaksi apapun yang berlaku permanen.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang cukup mewakili, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 282 K/TUN/2016 tanggal 23 Agustus 2016, perkara antara:
1. Dr. MAHINDRA SOENDORO, MPH.; 2. Dr. JSP PASARIBOE, MPH., sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu sebagai Para Penggugat; melawan
- WALIKOTA MALANG, selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat.
Yang menjadi Objek Gugatan dalam perkara ini ialah Surat Keputusan Walikota Malang tertanggal 16 Desember 2014, perihal: pemberitahuan tentang pengosongan rumah dinas yang dihuni oleh Penggugat. Adapun latar belakangnya, Penggugat diangkat sebagai Pegawai Negeri di Pemerintah Kotamadya Malang, dimana Penggugat telah menghuni rumah dinas diatas tanah seluas 592 M2 selama 45 tahun, sejak tahun 1969 hingga saat sekarang ini.
Pada awal tahun 1979, Walikota Kepala Daerah Kodya Malang sempat menawari Para Penggugat yang kemudian menyetujui permohonan Para Penggugat untuk membeli rumah dinas dimaksud, selanjutnya Walikota Kepala Daerah Kodya Malang memerintahkan kepada Para Penggugat untuk menyelesaikan proses administrasinya pada tanggal 10 September 1979. Kepala Kantor Urusan Perumahan Kodya Daerah Tingkat-II Malang telah menerbitkan surat hasil penaksiran harga tanah dan bangunan dimaksud, yang menetapkan penaksiran harga tanah dan banguann sebesar Rp. 18.833.484. [Note SHIETRA & PARTNERS: Sebenarnya sangatlah naif, dimana saat kini Penggugat hendak membeli dengan harga demikian.]
Penggugat berpendirian, surat hasil penaksiran harga tanah dan bangunan tersebut diatas adalah merupakan keputusan yang tetap dan mengikat serta sah menurut hukum. Tanggal 27 Januari 1980, Para Penggugat melanjutkan proses pembelian rumah dinas tersebut dengan cara menyatakan bersedia membayar uang muka dan sisanya diangsur selambat-lambatnya 10 tahun.
Untuk menguatkan dalilnya, Penggugat merujuk kaedah Pasal 67 Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 yang mengatur:
“Rumah Dinas Daerah yang dapat dijual belikan dengan ketentuan:
1. Rumah dinas daerah yang telah berumur 10 tahun atau lebih;
2. Pegawai yang dapat membeli adalah pegawai yang sudah mempunyai masa kerja 10 tahun atau lebih dan belum pernah membeli atau memperoleh rumah dengan cara apapun dari Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat;
3. Pegawai yang dapat membeli rumah dinas daerah adalah penghuni yang pemegang surat ijin penghunian yang dikeluarkan oleh kepala daerah.”
Dikutip pula norma Pasal 68 Ayat (1) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007:
(1) Penjualan rumah dinas daerah golongan 3 beserta atau tidak beserta tanahnya ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan harga taksiran dan penilaiannya dilakukan oleh panitia penaksir dan panitia penilai yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah;
(2) Hasil penjualan rumah dinas golongan 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke kas daerah.”
Penggugat menggantungkan harapan gugatannya, dengan bergantung pada kaedah Pasal 88 Permendagri Nomor 17 Tahun 2007:
“Pengelolaan barang milik Daerah Khususnya yang terkait dengan pemindah-tanganan dan pemanfaatan yang sudah berjalan dan atau sedang dalam proses sebelum ditetapkannya peraturan dalam Negeri ini, tetap dapat dilaksanakan.”
Atas dasar ketentuan hukum diatas, maka hasil penaksiran tertanggal 10 September 1979, yang dikeluarkan oleh kantor Perumahan Kotamadya Daerah Malang, tetap dapat dilaksanakan dan menjadi dasar untuk mengeluarkan penetapan-penetapan lanjutan.
Merujuk pula keterangan Lampiran XII angka (3) Huruf (e) Butir (3) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, menerangkan bahwa yang berhak membeli rumah daerah golongan 3 adalah:
1). Pegawai negeri;
2). Pensiunan Pegawai Negeri;
3). Janda / Duda Pegawai Negeri;
4). Pejabat Negara / Daerah atau Janda / Duda Pejabat Negara atau Daerah.”
Penggugat juga sudah membuat surat pernyataan kesediaan membeli rumah dan tanah yang dibuat dihadapan Kepala kantor Urusan Perumahan Kotamadya Daerah Malang, pada sekitar tahun 1980. Penggugat juga mendalilkan, Tergugat seharusnya mempertimbangkan adanya keseimbangan fakta dengan maksud bahwa oleh karena sudah ada contoh bahwa Tergugat pernah menerbitkan 2 buah Keputusan TUN, yang pada pokoknya adalah menyetujui permohonan dari pegawai negeri Pemerintah Kota Malang untuk membeli rumah dinas seperti yang dimohon oleh Penggugat.
Sehingga pihak Tergugat dalam menanggapi permohonan pembelian rumah yang diajukan oleh Penggugat, maka pihak Tergugat harus mengacu pada Keputusan yang pernah diterbitkan terlebih dahulu yang mengabulkan permohonan pegawai negeri untuk membeli rumah dinas dari Pemerintah Kota Malang.
Sementara pihak Pemerintah Daerah selaku Tergugat dalam sanggahannya membantah, bahwa Penggugat tidak punya kepentingan sebab tanah dan bangunan (rumah dinas) bukanlah milik Para Penggugat. Lagipula Surat Keputusan Walikota Malang yang diterbitkan pada tanggal 21 Oktober 1969 tentang Penunjukan dr. MAHINDRA dan dr. PASARIBOE untuk menempati rumah dinas, masa berlakunya Surat Keputusan tersebut sudah berakhir, karena Para Penggugat sudah pensiun dari jabatan PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Para Penggugat sudah pensiun pada sejak tanggal 18 Februari Tahun 2000. Terhadap rumah dinas, hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu. Sehingga apabila pejabat yang bersangkutan sudah purna tugas, maka rumah dinas dikembalikan kepada Pemerintah Kota Malang.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya kemudian menjatuhkan putusan Nomor 01/G/2015/PTUN.SBY, Tanggal 02 Juli 2015, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Para Penggugat tidak mampu membuktikan alas hak / dasar kepemilikan atas rumah dinas yang diatasnya telah diperintahkan untuk dikosongkan sebagaimana yang dimaksud dalam objek sengketa, dan juga Majelis menilai bahwa kepentingan / hubungan hukum Para Penggugat terhadap rumah dinas dimaksud telah berakhir, sejak Para Penggugat memasuki usia pensiun;
“Majelis berkesimpulan bahwa Para Penggugat tidak memiliki kepentingan yang dirugikan sebagai akibat diterbitkannya objek sengketa a quo, sehingga Para Penggugat tidak memiliki kualitas untuk mengajukan gugatan sebagaimana ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara;
“Menimbang, ... bahwa Kepala Kantor Urusan Perumahan Kodya Daerah Tingkat II Malang telah menerbitkan surat hasil penaksiran harga tanah dan bangunan yang terletak di Jl. ... dikaitkan dengan P-9A dan P-9B, yaitu Surat Pernyataan Kesediaan Membayar Rumah Dinas, tetapi tidak terjadi transaksi pembayaran atas rumah dinas tersebut, sehingga Para Penggugat belum memiliki hak untuk memiliki rumah dinas dimaksud;
MENGADILI :
DALAM PENUNDAAN:
- Menolak Permohonan Penundaan Surat Keputusan Obyek Sengketa a quo;
DALAM EKSEPSI:
- Mengabulkan Eksepsi Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA:
- Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Pembanding, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya lewat putusan Nomor 184/B/2015/PT.TUN.SBY, Tanggal 16 Desember 2015.
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok argumentasi bahwa Para Penggugat telah memasuki usia pensiun tetapi Para Penggugat telah menyatakan bersedia membeli dengan harga yang telah ditaksir oleh pemerintah. [Note SHIETRA & PARTNERS: Suatu dalil yang kelewat naif, dan sudah dapat diterka ujung dari upaya hukum ini.]
Penggugat bersikukuh, Penggugat mengajak seluruh pihak untuk memaklumi bahwa hasil penaksiran tertanggal 10 September 1979 dan bersedia membeli pada tanggal 17 Januari 1980 yang dikeluarkan oleh kepala Kantor Urusan Perumahan Kodya daerah Malang untuk tetap dapat dilaksanakan dan menjadi dasar untuk pengeluaran penetapan-penetapan lanjutan.
Dimana terhadap dalil-dalil rapuh demikian, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan secara singkat, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena putusan Judex Facti sudah tepat dan tidak salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Pemohon Kasasi sudah pensiun dan sejak pensiun sudah tidak mempunyai kepentingan lagi terhadap rumah dinas yang bersangkutan, sesuai dengan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tidak berkepentingan mengajukan gugatan a quo;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan Para Pemohon Kasasi: 1. Dr. MAHINDRA SOENDORO, MPH., 2. Dr. JSP PASARIBOE, MPH, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. Dr. MAHINDRA SOENDORO, MPH., 2. Dr. JSP PASARIBOE, MPH tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.