Pergi Meninggalkan Bidang Tanah Puluhan Tahun, artinya Ditelantarkan dan Haknya Hapus

LEGAL OPINION
Question: Apa memang mungkin bisa terjadi, hak atas tanah bisa menjadi hangus karena ditinggal pergi selama puluhan tahun? Bukankah hanya HGU (Hak Guna Usaha) yang tidak boleh diitinggal pergi pemiliknya?
Brief Answer: Pada dasar falsafahnya, setiap hak atas tanah, baik yang telah berwujud sertifikat hak atas tanah maupun girik, memiliki fungsi sosial. Bila konsepsi perihal tuan tanah (land lord) masih diadopsi di era hukum “welfare state”, maka sejatinya republik ini sama seperti republik feodalisme, dimana seorang kapitalis dapat memiliki berbagai bidang tanah seluas-luasnya, memonopoli hak penguasaan bidang tanah. Tanah termasuk salah satu kebutuhan pokok (papan), disamping sandang dan pangan, sehingga tidak dapat dibenarkan di era hukum modern, praktik-praktik monopoli akses terhadap hak atas tanah.
PEMBAHASAN:
Hukum Agraria Nasional masih tergolong lunak terhadap praktik penguasaan bidang tanah di tangan segelintir orang tertentu (dimana kepemilikan kendaraan bermotor yang bukan kebutuhan pokok diterapkan kebijakan pajak progresif, namun terhadap bidang tanah yang terbatas, tidak pernah diterapkan kebijakan serupa).
Akan  tetapi, perlahan praktik peradilan membuat rasionalisasi dalam derajat tertentu, yakni bila pemilik bidang tanah pergi selama puluhan tahun, maka penggarap lahan tidak dapat dikategorisasi sebagai penyerobotan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan secara konkret dalam putusan Mahkamah Agung sengketa tanah register Nomor 2502 K/Pdt/2015 tanggal 26 Januari 2016, perkara antara:
- RUNI binti LANSE, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- SUARNI binti BARO, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Asal mula objek sengketa merupakan milik orang tua Penggugat. orang tua Penggugat (Lanse / Puang Kolle) selaku kepala kampung pada waktu itu, menampung banyak warga pengungsi yang salah satunya termasuk orang tua Tergugat (Baro). Beberapa bulan kemudian, mereka yang ditampung oleh orang tua Penggugat, datang menghadap agar diinjamkan tanah garapan (kebun) untuk digarap dan ditanami palawija, dimana bagi penggarap dilarang menanam jangka panjang / tanaman tahunan.
Orang tua Penggugat sebelum meminjamkan lahan / kebun pada mereka, termasuk orang tua Tergugat, sempat menjelaskan tentang tanah garapan / kebun yang mereka pinjami:
- bagi penggarap yang mengerjakan tanah garapan / kebun tersebut hanya dipinjam pakai saja, tidak boleh memiliki tanah-tanah tersebut;
- setelah mereka setuju bahwa tanah tersebut hanya dipinjam pakai saja pada orang tua Penggugat, maka orang tua Penggugat menunjukkan lokasi tanah tersebut.
Tanah warisan almarhum Lanse / Puang Kolle (orang tua Penggugat) berupa tanah kebun yang kini telah diubah menjadi tanah perumahan, telah dibagi waris kepada keenam orang anaknya selaku ahli waris. Para ahli waris almarhum, masing-masing dengan demikian telah mendapatkan bagian harta warisan, termasuk Penggugat.
Penggugat mendapatkan tanah warisan berupa bidang tanah, yang kini yang menjadi objek sengketa. Penggugat berkali-kali meminta agar Tergugat mengembalikan / mengosongkan tanah tersebut, tetapi tidak pernah mengindahkan bahkan dengan niat buruknya untuk menguasai tanah tersebut, diam-diam Tergugat membuatkan surat atas nama Tergugat (SPPT).
Perbuatan Tergugat menguasai lahan / tanah yang merupakan milik keluarga Penggugat, adalah penguasaan tanpa hak dan melawan hukum. Terhadap gugatan pihak Penggugat, Pengadilan Negeri Enrekang kemudian menjatuhakn Putusan Nomor 10/Pdt.G/2013/PN.Ekg tanggal 27 Maret 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara;
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar lewat Putusan Nomor 209/PDT/2014/PT.MKS Tanggal 3 November 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding tersebut;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Enrekang Nomor 10/Pdt.G/2013/PN.Ekg. tanggal 27 Maret 2014 tersebut.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mendalilkan bukti kepemilikan dirinya berupa surat pernyataan riwayat tanah dan apa yang tersurat didalamnya harus dinilai sebagai suatu fakta yang benar, karena isinya menerangkan struktur pemilikan tanah adalah merupakan tanah warisan dari orang tua Penggugat.
Rincik tanah sengketa dari segi hukum pembuktian adalah merupakan bukti sempurna, karena lahirnya buku rincik hanya diperuntukkan bagi orang-orang telah menguasai tanah dalam jangka waktu yang cukup lama karena penerbitannya dimulai dari penyelidikan mengenai riwayat pemilikan tanah. Dalam undang-undang pertanahan penerbitan suatu akta tanah / sertifikan hak milik atas tanah hanya dapat dilakukan apabila tanah yang dimohonkan sertifikat sebelumnya telah terdaftar dalam buku rincik dan tentunya nama yang tercantum dalam buku rincik tanah sengketa adalah nama orang tua Penggugat yang merupakan pemilik asal dari tanah sengketa, sehingga keberadaannya dapat mendukung dalil kepemilikan Penggugat atas objek tanah.
Objek tanah semula dikelola dan digarap oleh orang tua Penggugat yang ditanami jagung, kemudian waktu terjadi pengungsian oleh pendudukan gerombolan penyerang, orang tua Tergugat sebagai pengungsi dari Tampo ditampung ditanah sengketa oleh orang tua Penggugat, dan menetap selama beberapa tahun.
Yang pertama kali menggarap tanah sengketa adalah orang tua Penggugat, yang dikelolahnya sebagai kebun tanaman jagung, dimana orang tua Tergugat baru menguasai tanah sengketa setelah banyak orang mengungsi. Dimana terhadap keberatan-keberatan demikian, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penggugat tidak dapat dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan kebenaran dalil gugatannya, sebaliknya Tergugat telah berhasil mempertahankan kebenaran dalil bantahannya bahwa objek sengketa telah dikuasai dan digarap oleh Tergugat sudah sekitar 20 (dua puluh) tahun dan tanpa ada pihak-pihak yang keberatan, sehingga patut dan adil status kepemilikan hak atas objek sengketa diberikan kepada Tergugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Makassar dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi RUNI binti LANSE tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: RUNI binti LANSE tersebut.”
Bidang tanah merupakan hajat hidup bagi orang banyak, oleh karena tidak dapat dikuasai oleh segelintir warga kapitalis tertentu, mengingat sifatnya sebagai kebutuhan pokok setiap warga negara, dan sifat latennya sebagai sumber daya yang terbatas. Maka akses hak atas tanah hanya boleh dibuka bagi mereka yang betul-betul tidak memiliki tempat tinggal maupun ladang untuk bercocok tanam.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.