LEGAL OPINION
PEGAWAI MELANGGAR PROSEDUR PERUSAHAAN, BERUJUNG PIDANA
Question: Apa memang mungkin bisa terjadi, pelanggaran terhadap peraturan perusahaan atau pelanggaran terhadap SOP (standard operational procedure) di kantor, dapat berujung dipenjara, pidana? Masalahnya ini kepala divisi yang minta lakukan cepat, jadi ada beberapa prosedur yang kena ‘potong kompas’.
Brief Answer: Bagi kegiatan usaha yang sangat rentan dan riskan sehingga prinsip kehati-hatian dan kewaspadaan (prudent) menjadi signifikan nilai vitalnya, seperti prinsip “know your customer” yang biasa dikenal dalam dunia perbankan, sebagai contoh, pelanggaran oleh seorang pejabat suatu badan usaha atau karyawan sekalipun, dapat dimaknai sebagai perbuatan melawan hukum konteks pidana—terlebih bila mengakibatkan kerugian berat bagi pihak perusahaan tempatnya bernaung. Ancaman demikian dalam praktik peradilan, tidak hanya dapat diberlakukan terhadap pegawai level manajerial—namun terhadap setiap level jabatan.
Contoh lain ialah terkait proses tender pengadaan barang dan jasa, yang mana bila terjadi penyimpangan diluar prosedur, pejabat negara yang menjadi penyelenggara dapat saja dijerat pidana semisal tindak pidana korupsi. Pepatah klasik tetap relevan: semakin besar kekuasaan, semakin besar tanggung-jawab yang melekat.
Apapun yang terjadi, sekalipun itu atas perintah kepala departemen ataupun supervisor / manager sekalipun, bila itu melanggar prosedur tanpa suatu akal sehat dan pertimbangan logis dibalik itu yang membenarkan urgensi penyimpangan prosedur, maka tetaplah berpegang pada prosedur, oleh sebab yang pada gilirannya menanggung potensi resiko ialah pegawai / karyawan bersangkutan—sementara sang atasan akan lepas ‘tanggung-jawab’ dan berkelit semampunya. Pepatah mengatakan: lidah tidak bertulang.
Sebagai rambu pengaman bagi setiap pegawai tingkat bawah maupun tingkat atas, selalu asumsikan bahwa yang membuat Peraturan Perusahaan dan SOP ialah direksi selaku pimpinan perusahaan, bukan manajer atau pejabat lainnya.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan konkret yang relevan sekaligus penting untuk dipahami, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana perbankan register Nomor 887 K/PID.SUS/2015 tanggal 14 Desember 2015, dimana para Terdakwa selaku Pegawai Bank dengan didakwa karena telah secara sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan dalam kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, sebagaimana secara khusus diancam oleh pasal pemidanaan dalam Undang-undang tentang Perbankan.
Berawal dari informasi Internal Control, dilaporkan ada indikasi penyalahgunaan fasilitas kredit di beberapa Kantor Unit Bank Danamon Cluster Pasuruan, selanjutnya dilakukan on the spot oleh Tim Fraud Investigasi, dengan hasil investigasi sebagai berikut:
- Dari keterangan para debitur, debitur hanya digunakan namanya saja, uang pencairan bukan digunakan oleh para debitur melainkan digunakan oleh pihak ketiga, debitur hanya menerima komisi sebesar Rp1.000.000,00 sampai dengan Rp1.500.000,00.
- Debitur tidak pernah melakukan pembayaran angsuran dimana kewajiban angsuran dilakukan oleh pihak ketiga.
- Debitur tidak pernah memegang buku tabungan dan kartu DSP (Danamon Simpan Pinjam) dipegang oleh pihak ketiga.
- Surat Keterangan Usaha yang digunakan sebagai syarat administrasi pengajuan kredit setelah dilakukan pengecekan ternyata palsu, dimana Kepala Desa atau Kepala Kelurahan setelah dikonfirmasi oleh tim auditor, ternyata tidak pernah mengeluarkan.
Setelah dilakukan penyetopan sementara debitur yang terindikasi bermasalah sejak bulan Juni 2012 sampai dengan sekarang macet. Dari hasil investigasi untuk Unit Nongkojajar sebagai berikut:
- Untuk debitur Fora Hevi Asmara plafon kredit yang diberikan sebesar Rp185.000.000,00 dengan jaminan Sertifikat Hak Milik, senilai Rp234.900.000,00. Namun nilai agunan waktu di-reappraisal oleh Credit Quality Assurance, ternyata hanya senilai Rp98.100.000,00 sehingga debitur atas nama Fora Hevi Asmara seharusnya tidak layak untuk mendapat kredit sebesar Rp185.000.000,00.
- Untuk debitur Rohman Hadi plafon kredit yang diberikan sebesar Rp125.000.000,00 dengan jaminan Sertifikat Hak Guna Bangunan, nilai jaminan diappraisal oleh Terdakwa II selaku Credit Officer, yakni senilai Rp159.000.000,00. Sementara nilai jaminan waktu di-reappraisal oleh Credit Quality Assurance, ternyata hanya senilai Rp46.800.000,00 sehingga debitur atas nama Rohman Hadi seharusnya tidak layak untuk mendapat kredit sebesar Rp125.000.000,00.
- Pencairan kredit berawal dari pengurus PT. Air Cemerlang Property mengajukan kredit ke PT. Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Nongkojajar dengan meminjam nama, untuk itu mencari orang yang bersedia dipinjam namanya.
- Pengajuan kredit yang dilakukan Saksi Ali Abu Bakar dari PT. Air Cemerlang Property dengan menggunakan nama debitur Fora Hevi Asmara dan Rohman Hadi.
- Dimana ketentuan umum tentang pemberian kredit telah diatur dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) yang tercantum dalam kebijakan kredit Pasar Modal Danamon Simpan Pinjam, terutama Proses verifikasi usaha dari Debitur oleh Credit Officer (CCO).
- Namun ternyata dalam proses pencairan kredit atas nama debitur Fora Hevi Asmara dan Rohman Hadi, Terdakwa I selaku Unit Manager PT. Bank Danamon Simpan Pinjam Nongkojajar Pasuruan, tidak menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan di Bank Danamon dalam kebijakan kredit Pasar Modal Danamon Simpan Pinjam.
- Bahwa Terdakwa II selaku kredit Officer PT Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Nongkojajar Pasuruan, tidak menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan Bank Danamon dalam kebijakan kredit pasar modal Bank Danamon Simpan Pinjam, sesuai dengan SOP tugas Terdakwa II, antara lain:
- Memastikan bahwa usaha calon debitur adalah usaha sendiri;
- Bersama sama dengan CCO menghitung nilai jaminan kredit dengan adanya data yang tidak benar.
- Para Terdakwa dalam pemeriksaan ke lokasi untuk proses verifikasi kepemilikan usaha dengan menanyakan kepada pihak ketiga, dalam pemeriksaan terhadap masing-masing debitur untuk mengetahui siapa, bagaimana profil yang sesungguhnya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan calon debitor, ternyata hanya dilakukan sebatas formalitas saja, sehingga data hasil verifikasi diisi oleh Terdakwa I adalah tidak benar sesuai dengan hasil verifikasi yang dilakukan terhadap tempat usaha atas nama debitur Rohman Hadi berupa tempat usaha pembuatan sepatu yang diakui miliknya calon debitur, padahal bukan miliknya Rohman Hadi. Begitu pula terhadap keadaan “omset tidak meng-cover”, tetapi dalam laporan dibuat menjadi omset meng-cover.
- Para Terdakwa tidak menetapkan prinsip kehati-hatian dalam memeriksa karakter calon debitor maupun persyaratan dokumen seperti Surat Keterangan Usaha milik debitor, karena surat keterangan usaha yang yang dikeluarkan Lurah Bangilan, ternyata tidak tercatat dalam agenda masing-masing Kelurahan sehingga tidak dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.
Terhadap tuntutan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 189/Pid.Sus/2014/PN.BGL., tanggal 27 Agustus 2014, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa I. WIDJI SETYAWAN dan Terdakwa II. HAVENAR RAHENDHA PRAMUDYA ISHWARA tersebut diatas, tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Alternatif Kesatu, Kedua, Ketiga atau Keempat;
2. Membebaskan Terdakwa I. WIDJI SETYAWAN dan Terdakwa II. HAVENAR RAHENDHA PRAMUDYA ISHWARA oleh karena itu dari dakwaan Jaksa / Penuntut Umum;
3. Memerintahkan agar para Terdakwa segera dibebaskan dari tahanan;
4. Memulihkan hak para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.”
Pihak Jaksa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan salah satu pokok argumentasi yang cukup menarik yakni, salah satu persyaratan pengajuan kredit, adalah harus ada Surat Keterangan Usaha (SKU), oleh karena nasabah pinjam nama tersebut tidak memiliki usaha untuk diajukan ke Bank. Pihak bank sebetulnya mengerti jika SKU tersebut adalah palsu, karena sebagai pihak yang tiap hari berhubungan dengan masalah tersebut akan mengetahui jika SKU tersebut palsu atau asli, sebab jika palsu stempelnya adalah stempel print, sedangkan jika asli adalah menggunakan stempel basah.
Dimana terhadap keberatan-keberatan yang diajukan pihak Jaksa Penuntut, Mahkamah Agung merasa terpaksa untuk membuat pertimbangan hukum korektif secara holistik (berbeda dari kebiasaan Mahkamah Agung yang biasanya cukup ‘hemat kata’ saat membuat pertimbangan hukum), serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menentukan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain, selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas;
“Menimbang, bahwa akan tetapi Mahkamah Agung berpendapat bahwa selaku badan peradilan tertinggi yang mempunyai tugas untuk membina dan menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah Negara diterapkan secara tepat dan adil, serta dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013 yang menyatakan frasa ‘kecuali terhadap putusan bebas’ dalam Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka Mahkamah Agung berwenang memeriksa permohonan kasasi terhadap putusan bebas;
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum dapat dibenarkan. Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena tidak mempertimbangkan dengan benar hal-hal yang relevan secara yuridis sehingga menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa / Penuntut Umum.
- Terdakwa I sebagai Unit Manager (UM) di Nongkojajar maupun Terdakwa II selaku Credit Officer (CO), tidak melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung-jawab sebagaimana yang sudah ditentukan pihak Bank Danamon dengan mengacu pada ketentuan Perbankan, Standar Operasional Prosedur (SOP), serta prinsip atau asas-asas perlindungan kepentingan perbankan.
- Misalnya dalam pemberian kredit dana pinjaman/DP 200 dan DP berjangka kepada debitur atas nama Rohman Hadi, Terdakwa I seharusnya sudah mengetahui kalau usaha itu bukan milik Rohman Hadi, padahal Terdakwa I seharusnya sudah wajib mengetahui saat melakukan verifikasi dan wawancara dengan debitur. Terdakwa I seharusnya datang ke lapangan melihat tempat usaha serta mengecek dan menanyakan seputar usaha debitur, melakukan interview dan analisa kredit.
- Kalau sekiranya dari awal Terdakwa melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung-jawabnya dengan baik, tidak akan terjadi persetujuan pemberian dan pencairan kredit kepada debitur. Demikian pula tugas dan kewajiban Terdakwa II melakukan verifikasi berkas masuk dan berkas ke lapangan. Terdakwa II seharusnya datang ke lapangan melihat tempat usaha serta mengecek dan menanyakan seputar usaha debitur, melakukan interview dan analisi kredit.
- Para Terdakwa telah melakukan kesalahan karena tidak mengecek surat SKU milik debitur karena mengikuti keinginan dan permintaan Sdr. Arfan Ardiansyah selaku atasan para Terdakwa, bahwa pemeriksaan dibatasi waktu hanya tiga hari. Para Terdakwa seharusnya tidak boleh mengikuti perintah atasan yang bertentangan dengan ketentuan perbankan, SOP serta prinsip atau asas yang melindungi kepetingan perbankan. Para Terdakwa tidak boleh berlindung dengan menggunakan perintah atapun permintaan atasan yang melanggar SOP dan hukum yang berlaku.
- Bahwa para Terdakwa yang memberikan persetujuan pemberian kredit kepada debitur yang bermasalah dan tidak memenuhi syarat, merupakan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan perbankan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa ternyata Sertifikat yang dijaminkan bukan milik debitur, harga tanah jauh lebih rendah atau kecil karena tidak sebanding dengan nilai kredit yang dicairkan. Bagaimana mungkin bisa terjadi, kreditur tidak mempunyai usaha diberikan kredit. Para Terdakwa telah melanggar prinsip kehati-hatian, ketelitian, objektivitas dan kejujuran dalam menjalankan tugas, kewajiban dan tanggung-jawabnya.
- Untuk lebih jelasnya kesalahan yang dilakukan Terdakwa yang dipandang melanggar SOP misalnya, jaminan di-‘mark up’ artinya nilai jaminan ditambah untuk disesuaikan dengan nilai plafon pinjaman, artinya jaminan tidak sesuai dengan agunan karena jauh lebih kecil dari permintaan kredit modal kerja.
- Kejadian semacam ini memberikan beban tanggung-jawab kepada appraisal sebagai penilai / taksasi jaminan. Selain itu, dana kredit yang diterima debitur tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya untuk penambahan modal usaha, melainkan digunakan untuk kepentingan tertentu oleh pihak ketiga / pihak lain yang telah mengatas-namakan para debitur.
- Bahwa ternyata ada pihak ketiga atau pihak lain yang menggunakan nama debitur untuk mengajukan permohonan kredit, dan dana pencairan kredit diambil sendiri oleh pihak ketiga tersebut. Sedangkan debitur hanya mendapatkan uang ala kadarnya sebagai ‘uang capek’.
- Kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan para Terdakwa antara lain dapat disimpulkan:
a. Memasukkan debitur fiktif dalam bentuk pinjam nama seseorang untuk diposisikan sebagai debitur. Padahal orang tersebut senyatanya tidak mengajukan kredit ke Bank Danamon.
b. Memasukkan data fiktif berkaitan dengan agunan.
c. Memasukkan data fiktif terkait dengan kegiatan usaha debitur.
d. Melakukan uji atau verifikasi pemberian kredit yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku di Bank Danamon.
- Terdakwa melakukan perbuatan a quo disebabkan karena adanya tekanan dari Cluster Manager Arfan Ardiansyah. Demikian halnya Terdakwa II diarahkan untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tugas dan kewajiban serta tanggung-jawabnya, Terdakwa telah lakukan karena ada tekanan atau perintah dari atasan.
- Berdasarkan alasan tersebut, para Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP sebagaimana Dakwaan Alternatif Kesatu Jaksa / Penuntut Umum.
- Bahwa alasan kasasi Pemohon Kasasi / Jaksa Penuntut Umum dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum, Judex Facti tidak mempertimbangkan dengan benar hal-hal yang relevan secara yuridis. Perbuatan Terdakwa I selaku Unit Manager (UM) PT. Bank Danamon Simpan Pinjam Nongkojajar Pasuruan dalam proses pencairan kredit atas nama debitur Fora Hevi Asmara dan Rohman Hadi tidak menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan oleh PT. Bank Danamon. Terdakwa I menyetujui dan melanjutkan proses pencairan kredit, padahal Terdakwa I mengetahui bahwa usaha bukan milik calon debitur. Terdakwa I tidak melakukan verifikasi karakter calon debitur dan tujuan pinjaman. Dan Terdakwa I sudah mengetahui jika jaminan milik calon debitur tidak meng-cover plafon pinjaman, namun telah menginstruksikan Credit Officer (CO) untuk melakukan proses kredit calon debitur tersebut;
- Bahwa perbuatan Terdakwa II selaku Credit Officer (CO) tidak menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan oleh PT. Bank Danamon. Terdakwa II tidak melakukan verifikasi usaha dan evaluasi terhadap kemampuan calon debitur dalam menjalankan usahanya serta memastikan kemampuan bayar dari debitur;
- Bahwa perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II yang melakukan penyimpangan dalam proses pengajuan kredit dengan pengisian laporan, dokumen ataupun laporan kegiatan usaha tidak benar, telah mengakibatkan kerugian bagi PT. Bank Danamon sebesar Rp310.000.000,00 (tiga ratus sepuluh juta rupiah), sehingga perbuatan para Terdakwa merupakan tindak pidana melanggar Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan diatas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum tersebut dapat dikabulkan dan putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 189/Pid.Sus/2014/PN.BGL., tanggal 27 Agustus 2014 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera di bawah ini;
“Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum dikabulkan dan Terdakwa dipidana, maka Terdakwa dibebani membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan keadaan-keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;
Keadaan-keadaan yang memberatkan:
- Perbuatan para Terdakwa telah mengakibatkan kerugian bagi PT. Bank Danamon Unit Nongkojajar;
Keadaan-keadaan yang meringankan:
- Para Terdakwa belum pernah dihukum;
“M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / JAKSA / PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI BANGIL tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 189/Pid.Sus/2014/PN.Bgl., tanggal 27 Agustus 2014;
“MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Terdakwa I. WIDJI SETIAWAN dan Terdakwa II. HAVENAR RAHENDHA PRAMUDYA ISHWARA terbukti bersalah melakukan tindak pidana Perbankan yang dilakukan secara bersama-sama;
2. Menjatuhkan pidana terhadap para Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka kepada Terdakwa dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
3. Menetapkan Iamanya masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa untuk segera ditahan.”
Catatan Penutup SHIETRA & PARTNERS:
Hendaknya kita tidak lagi memandang remeh fungsi wewenang dan tanggung-jawab profesi, terlebih menyalah-gunakan kewenangan yang melekat pada suatu fungsi jabatan atau profesi dalam suatu organisasi pemerintahan ataupun sipil. Karena bukan hanya akan mencelakai profesi sendiri, namun juga dapat menyeret serta anak-buah yang hanya menuruti perintah atasan.
Hukum melindungi warga negara yang beritikad baik. Namun dalam konteks bisnis atau niaga seperti contoh telaah kasus diatas, itikad baik dicerminkan lewat tanggung-jawab jabatan yang memang sudah menjadi tugas dan fungsi utamanya dalam menjalankan peran, dimana kepercayaan yang diberikan terhadap sang pejabat tidak semestinya disalah-gunakan atau disimpangi demi kepentingan pribadi.
Yang mana bila kita simak secara cermat contoh kasus diatas, terdapat sebuah kata kunci untuk memahami tanggung jawab hukum demikian, yakni: “seharusnya ...” (ought to). Ada hak (berupa upah), maka ada kewajiban (berupa tanggung-jawab terhadap kepercayaan yang diberikan oleh instansi tempatnya bernaung dan berkarir).
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.