KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Konsekuensi Logis Lelang Eksekusi Kredit Macet, Pengumuman kepada Umum / Khalayak Ramai

LEGAL OPINION
Question: Itu orang bank buat tempelan pengumuman di papan mading kantor bank, isinya foto rumah saya yang ternyata sedang dijual lelang. Memang saya ada macet cicilannya, tapi kenapa rumah saya (agunan kredit) ditampilkan gitu ke publik, bikin saya malu saja? Bisa saya gugat itu bank yang mempermalukan saya?
Brief Answer: Dibuatnya pengumuman lelang eksekusi Hak Tanggungan atas objek jaminan fasilitas kredit, adalah konsekuensi logis dari wanprestasinya pihak debitor untuk melunasi hutang-piutang. Untuk menjual lelang, tentunya dibutuhkan pengumuman kepada publik untuk mengetahui dan turut berpartisipasi dalam penawaran lelang eksekusi.
Debitor yang berkeberatan agunan miliknya dilelang eksekusi, sejatinya dapat mencari pembeli sendiri untuk kemudian dijual dengan seizin pihak kreditor, dimana uang hasil penjualan dapat menutupi hutang. Namun bilamana debitor tidak kunjung menunjukkan itikad baik untuk menjual sendiri ataupun melunasi hutang tepat pada waktunya, maka adalah wajar dan sepatutnya dilakukan lelang eksekusi lewat mekanisme “parate eksekusi” Hak Tanggungan maupun Fidusia—sebagaimana namanya, agunan sebagai jaminan pelunasan piutang.
Tujuan utamanya, agar semakin banyak peminat, harapannya harga terjual lelang akan kian kompetitif meningkat akibat adanya penawaran dari berbagai pihak yang mengikuti sebagai peserta lelang. Justru yang selama ini menjadi modus mafia lelang, ialah disembunyikannya informasi perihal lelang eksekusi, sehingga hanya pihak-pihak tertentu saja yang dapat mengikuti proses lelang, dengan demikian harga terjual lelang tidak akan merangkak naik dari Nilai Limit lelang, atau bahkan tidak beranjak dari Nilai Likuidasi, yang tentunya hanya akan merugikan pihak debitor pemberi agunan itu sendiri, dimana harga terjual lelang tidak dapat optimal mendekati harga pasaran.
Mudahnya, ialah lunasi fasilitas kredit yang telah diterima, maka tiada lagi alasan untuk memasang pengumuman lelang eksekusi demikian. Selalu terdapat perbedaan antara dipermalukan di depan publik dengan mempermalukan diri sendiri. Sejak sedari awal mengikat diri dalam pemberian jaminan pelunasan hutang, maka adalah logis bagi pemberi agunan untuk menghadapi proses lelang eksekusi bila terjadi wanprestasi, salah satunya ialah pengumuman kepada khalayak ramai akan adanya lelang eksekusi yang akan diselenggarakan, agar publik dapat berpartisipasi sebagai peserta lelang, sebagai prasyarat mutlak proses menuju lelang eksekusi Hak Tanggungan maupun Fidusia.
Secara yuridis dalam konteks hubungan kontraktual perdata, wanperstasinya suatu pihak tidak bersumber dari surat peringatan / teguran (somasi), namun telah dilanggarnya salah satu syarat dalam perjanjian, semisal perihal tempo waktu cicilan / pelunasan, sudah secara sendirinya terjadi wanperstasi sekalipun tidak mendapat teguran dari pihak kreditor. Mengapa teguran demikian bukanlah suatu kewajiban?
Karena pihak debitor itu sendiri yang sejak semula telah bersepakat perihal berbagai syarat dan isi prestasi dalam perjanjian, sehingga “ketidak-tahuan telah cidera janji” merupakan dalil yang dinilai terlampau naif. Perlu juga untuk dipahami oleh kalangan debitor, bahwa dengan telah terjadinya cidera janji untuk melunasi, maka tidaklah dapat pihak kreditor dipaksakan secara sepihak untuk melangsungkan restrukturisasi kredit.
Untuk membuat perikatan, harus ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Begitu pula untuk merevisi ataupun memperpanjang isi dan jangka waktu perjanjian, dibutuhkan kesepakatan dari kedua belah pihak itu pula. Perjanjian hanya dapat diakhiri secara sendirinya, dengan cara memenuhi seluruh isi perikatan dalam perjanjian tersebut.
PEMBAHASAN:
Bukan hanya itu, lebih jauh lagi, ilustrasi konkret berikut menjadi cerminan sempurna aksi “mempermalukan wajah sendiri” dimana sang debitor menggugat kreditornya, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa wanprestasi kredit register Nomor 1441 K/Pdt/2016 tanggal 23 Agustus 2016, perkara antara:
- JOSEPH E. SAVSAVUBUN, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
1. PT. BANK MANDIRI (Persero), Tbk., cq. PT. BANK MANDIRI (Persero), Tbk. Wilayah Makassar cq. Team Leader Business Banking Floor Ambon;
2. PT. BANK MANDIRI (Persero), Tbk. cq. PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk. Wilayah Makassar cq. PIMPINAN PT. BANK MANDIRI (Persero), Tbk. Kepala Cabang Pembantu Tual;
3. PT. BANK MANDIRI (Persero), Tbk. cq. PT. BANK MANDIRI (Persero), Tbk. Wilayah Makasar di Makassar;
4. AHMAD YANI (Karyawan PT. Bank Mandiri Makassar yang ditempatkan untuk melakukan pendekatan dengan Para Debitur Kredit Macet di Kantor Bank Mandiri Cabang Tual; dan
5. KEPALA KANTOR LELANG NEGARA AMBON;
... selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Tergugat.
Penggugat mengajukan permohonan Kredit Investasi kepada PT. Bank Mandiri, dengan nilai perjanjian kredit sebesar Rp225.000.000,00. Berdasarkan ketentuan Perjanjian Kredit Investasi tertanggal 4 Oktober 2011 tersebut, maka Penggugat sebagai debitur diwajibkan melakukan penyetoran atas kredit selama 36 bulan, dengan besaran suku bunga 14 % per tahun, dan sebagai jaminan atas pelunasan fasilitas kredit, Penggugat menyerahkan agunan.
DIkarenakan perkembangan usaha Penggugat mengalami kelesuan, maka Penggugat baik pada 26 Juli 2013 mendatangi Tergugat I melalui Tergugat II dengan maksud untuk memohon diberikan kemudahan dalam bentuk addendum perjanjian kontrak, khusus berkaitan dengan besaran setoran kredit sebagai kewajiban Penggugat kepada Tergugat I. (Note SHIETRA & PARTNERS: Di kemudian hari, pihak Tergugat tidak kunjung memberikan persetujuan resmi berupa dibuatnya restrukturisasi kredit, sehingga Penggugat merasa memiliki hak untuk memaksakan kehendaknya dengan mengajukan gugatan ini.)
Awal bulan Februari 2014, secara mendadak Tim Lelang dari Tergugat III dan Tergugat I mendatangi rumah Penggugat, mengatakan bahwa Penggugat sekarang dalam posisi Kredit Macet tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu melalui surat resmi kepada Penggugat.
Penggugat kemudian mempermasalahkan penemuan adanya penempelan foto rumah yang akan dilelang melalui Tergugat V termasuk didalamnya rumah milik Penggugat, dan penempelan tersebut sangat jelas dilihat umum karena ditempelkan termasuk di depan mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) pada Kantor Tergugat II, yang oleh Penggugat dipandang sebagai perbuatan mempermalukan Penggugat dan sekaligus perendahan harkat dan martabat Penggugat sekeluarga di depan khalayak ramai.
Penggugat juga mempermasalahkan, berdasarkan hasil perincian didalam rekening koran yang diterbikan oleh Tergugat II atas permintaan Penggugat, ternyata terlihat jelas hasil yang berbeda dengan keadaan nyata, bahwa sisa hutang Penggugat kepada Tergugat I sebenarnya sebesar Rp99.369.490,00 pertanggal 23 Oktober 2013, namun hasil berbeda itu terlihat jika dibandingkan dengan Berita Acara Klaim tanggal 18 November 2013 yang dibuat oleh Tergugat I yang menyebutkan tunggakan kredit Penggugat adalah sebesar Rp117.142.007,17. Pembukuan rekening yang tidak seragam dan tidak akuntabel demikian, memperlihatkan cacat dibalik sistem kerja serta adanya upaya sistematis dari Para Tergugat untuk menyesatkan debitor, kemudian mengambil untung dengan menjual lelang rumah milik Penggugat.
Penggugat kembali dikejutkan dengan mendapati tertanggal 22 Oktober 2014 dari Tergugat I, tentang Pemberitahuan Pelaksanaan Lelang, yang didalam isi suratnya menyebutkan pula adanya Surat Penetapan Jadwal Lelang dari Kantor Lelang Negara. Penggugat terkejut oleh sebab objek jaminan terkait Perjanjian Kredit antara Penggugat dengan Tergugat I, telah menjadi salah satu objek lelang oleh Tergugat III.
Selanjutnya pihak kreditor mengumumkan kepada khalayak ramai dengan menempelkan pengumuman pada sarana umum (depan ruang ATM Mandiri) yang oleh karena tindakan tersebut, Penggugat merasa sangat malu akibat perbuatan Tergugat, dan oleh karena itu pula perbuatan demikian dinilai merugikan Penggugat secara terang dan nyata.
Terhadap gugatan sang debitor, Pengadilan Negeri Tual kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 23/Pdt.G/2014/PN.TUL., tanggal 29 Juli 2015, yang seakan memberi “harapan angin surga” dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2) Menyatakan perbuatan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Turut Tergugat I serta Turut Tergugat II, merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat;
3) Menghukum Para Tergugat dan Para Turut Tergugat untuk secara tanggung renteng membayar ganti-rugi kepada Penggugat sebesar Rp2.700.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus juta rupiah) sekaligus dan  tunai, dan terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap;
4) Menghukum Para Tergugat dan Para Turut Tergugat secara bersama-sama membayar semua ongkos perkara dalam perkara ini yang hingga sekarang sebesar Rp2.171.000,00 (dua juta seratus tujuh puluh satu ribu rupiah);
5) Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan sang kreditor, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Ambon dengan Putusan Nomor 32/PDT/2015/PT.AMB., tanggal 15 Desember 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III / Pembanding I, dan Tergugat V / Pembanding II;
Dalam Pokok Perkara:
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Tual tanggal 29 Juli 2015 Nomor 23/Pdt.G/2014/PN.TUL., yang dimohonkan banding tersebut;
“MENGADILI SENDIRI:
- Menolak gugatan Penggugat / Terbanding I untuk seluruhnya.”
Sang debitor mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 3 Februari 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 23 Februari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Tinggi Bandung yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tual tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa objek perkara adalah merupakan benda jaminan / agunan atas hutang kredit yang dibebani Hak Tanggungan, dan hutang kredit tersebut dalam posisi macet (wanprestasi);
- Bahwa pelaksanaan lelang ksekusi Hak Tanggungan sebagaimana Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga telah memenuhi syarat legalitas formal, baik mengenai subjek maupun objek, oleh karenanya berdasarkan Pasal 12 PMK Nomor 39/PMK/06/2010 juncto KMK Nomor 304/KMK.01/2002, tanggal 13 Juni 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Kantor Lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya;
- Bahwa sesuai Buku II MARI edisi 2007 tentang Pedoman Tehnis Administrasi halaman 97-100 ditentukan bahwa lelang yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi JOSEPH E. SAVSAVUBUN tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi JOSEPH E. SAVSAVUBUN tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.