Sama-Sama sebagai Pemilik, Tidak dapat Dipidana Penggelapan Harta Gono-Gini

LEGAL OPINION
Question: Yang namanya harta “gono-gini” itu kan, artinya milik bersama antara suami dan istri, bukan milik pribadi salah satu anggota pasangan. Kalau salah satunya kemudian menjual aset harta “gono-gini”, bisa dilaporkan pidana oleh pasangannya?
Brief Answer: Ketika “harta bersama” (atau biasa disebut dengan istilah “harta gono-gini”) dijual sekalipun tanpa izin suami / istri yang terikat perkawinan yang sah berdasarkan hukum negara dan tiada perjanjian pemisahan harta yang dicatatkan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat, maka dana hasil penjualan masuk dalam “harta bersama” pula, sehingga sejatinya hanya mengalih-wujudkan dari aset harta bergerak atau tidak bergerak, menjadi dana cair berbentuk uang cash (kartal) ataupun dana di rekening (giral).
Bila kemudian terjadi perceraian dan sengketa harta “gono-gini”, maka salah satu mantan suami / istri dapat mengajukan gugatan pembagian separuh harta gono-gini, yang bentuknya bukan hanya berupa benda berwujud, namun juga bisa berupa benda tidak berwujud seperti dana hasil penjualan harta bersama di rekening milik sang mantan, untuk kemudian diperintahkan hakim agar dibagi masing-masing separuh.
PEMBAHASAN:
Namun demikian yang paling patut kita pahami, bahwa sekalipun telah ada Akta Notaril tentang Pemisahan Harta Perkawinan, bukan berarti seketika tidak terjadi percampuran harta, sebab syarat formil “Pemisahan Harta dalam Perkawinan” ialah ketika Akta Pemisahan Harta tersebut telah dicatatkan pada Dinas Catatan Sipil setempat, untuk kemudian diterbitkan Kutipan Akta Perkawinan yang menerangkan adanya Akta Pisah Harta demikian. Asas publisitas dalam konteks akta pemisahan harta ini, berlaku sebagai syarat mutlak.
Pembelajaran yang sangat berharga yang patut menjadi rujukan SHIETRA & PARTNERS, tampak sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1126 K/Pid/2014, tanggal 11 Februari 2015, dimana Terdakwa didakwa karena telah mengambil suatu barang yakni berupa Sertifikat Hak atas Tanah berjumlah 14 Sertifikat yang terdiri dari Sertifikat Hak Milik yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain, yakni istri dari Terdakwa, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 362 KUHP jo. Pasal 367 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Semula pada tanggal 8 Juli 1994, Valentina Linawati dan Terdakwa membuat perjanjian untuk memisahkan harta kekayaan sebelum dilangsungkan pernikahan, dimana Valentina Linawati selaku pihak kedua dan Terdakwa selaku pihak kesatu menghadap ke kantor Notaris dan membuat Perjanjian Nikah tertanggal 8 Juli 1994.
Dalam perjanjian nikah tersebut, antara Terdakwa dengan Valentina Linawati, sepakat tidak akan ada percampuran harta kekayaan, tidak akan ada persatuan untung dan rugi, dan juga tidak akan ada persatuan hasil-hasil dan pendapatan dari masing-masing. Akibat perbuatan Terdakwa yang menguasai / menjual objek hak atas tanah milik sang mantan istri, Valentina Linawati selaku mantan istri mengklaim mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp10.000.000.000,00.
Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena sengaja dan melawan hukum telah memiliki barang sesuatu yakni berupa sertifikat-sertifikat sejumlah 14 sertifikat tanah yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, yaitu milik istri dari Terdakwa, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan yang dilakukan jika dia adalah suami (istri) yang terpisah harta kekayaan, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 372 KUHP jo. Pasal 376 Ayat (2) KUHP.
Terhadap tuntutan yang diajukan Jaksa, Pengadilan Negeri Malang dalam putusannya No. 735/Pid.B/2012/PN.Mlg. tanggal 02 Oktober 2013, memberikan pertimbangan hukum serta amar lengkap sebagai berikut:
“Menimbang bahwa oleh karena itu berdasarkan pertimbangan tersebut, dimana ternyata perjanjian perkawinan yang dibuat dalam perkawinan antara Terdakwa dan Valentina secara hukum adalah tidak pernah ada, maka menimbulkan implikasi hukum dalam perkawinan antara Terdakwa dan Valentina adalah tidak ada perjanjian perkawinan sehingga Majelis Hakim berpendapat unsur ke-6 yakni ‘jika suami istri bercerai harta kekayaan karena ada perjanjian perkawinan’ dari Pasal 362 KUHP jo. Pasal 367 ayat (2) KUHP dalam dakwaan Kesatu dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum tidak dapat dipenuhi;
“Menimbang, bahwa membaca dan meneliti secara seksama substansi Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut diatas, jelas setelah diundangkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka terhadap perjanjian perkawinan tidak hanya cukup mengacu kepada asas konsensualisme dalam hukum perjanjian yang merupakan asas universal dalam Hukum Perjanjian, sehingga keberadaan Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bersifat lex specialis derogat lex generali, maka tidak terpenuhinya ketentuan hukum tentang cara pengesahan perjanjian yang mensyaratkan adanya pencatatan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan sebagai syarat formal tertentu yang secara imperatif harus dipenuhi agar perjanjian perkawinan tersebut menjadi sah demi hukum, menyebabkan perjanjian kawin batal demi hukum, atau setidak-tidaknya tidak memiliki kekuatan hukum untuk berlaku, baik bagi para pihak maupun bagi pihak ketiga;
“Menimbang, bahwa keterangan Terdakwa tersebut bersesuaian dengan keterangan saksi JONI MARTONO dengan di-bawah sumpah di persidangan yang menerangkan bahwa didalam berkas pencatatan pernikahan / perkawinan antara Terdakwa dengan saksi Valentina hanya dicatatkan perihal Perkawinannya yakni sebagaimana Akta Perkawinan No. ... , sedangkan perihal Perjanjian Perkawinan yang dinyatakan dalam sebagaimana Akta Perjanjian Perkawinan No. 200, tanggal 08 Juli 1994 yang dibuat dan ditanda-tangani di depan Eko Handoko Widjaja, SH, Notaris di Malang terlampir dalam berkas, akan tetapi tidak dicatatkan dan didaftarkan sehingga perihal Perjanjian Perkawinan antara Terdakwa dan Valentina tersebut tidak tercatat dalam Register Perjanjian Perkawinan yang terdapat di Kantor Catatan Sipil Kabupaten Tuban;
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa bernama Dr. HARDI SOETANTO tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum;
2. Membebaskan Terdakwa Dr. HARDI SOETANTO tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum;
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.”
Pihak jaksa Penuntut mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok argumentasi bahwa sebelum melangsungkan pernikahan, pada tanggal 08 Juli 1994 telah dibuat Perjanjian Nikah di depan Notaris, dimana sebelum penanda-tanganan Akta tersebut, pihak notaris telah membacakan isi dari akta, dimana isinya adalah suami dan istri tidak akan ada persatuan harta kekayaan, tidak akan ada persatuan untung dan rugi, dan juga tidak akan ada persatuan hasi-lhasil maupun pendapatan dari masing-masing selama dalam perkawinan mereka.
Masing-masing pihak yaitu baik Hardi dan Valentina mengetahui betul bahwa untuk harta kekayaan selama pernikahan tidak ada persatuan harta, sehingga selama perkawinan masing-masing memiliki harta sendiri-sendiri, sehingga Perjanjian Nikah tersebut mengikat kedua belah pihak yaitu Hardi Soetanto dan Valetina Linawati dan selama perkawinan masih berlangsung, Perjanjian Pernikahan dalam Akta tersebut masih tetap sah, berlaku dan mengikat kedua belah pihak, sehingga masing-masing pihak terikat oleh karena sampai saat ini secara formil belum ada yang membatalkan / menyatakan tidak berlaku.
Dimana terhadap keberatan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan elaboratif sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Bahwa Pengadilan Negeri Malang memutus perkara No. 735/Pid.B/2012/PN. Mlg. tersebut pada tanggal 2 Oktober 2013 menyatakan tidak terbukti dakwaan Alternatif I (Pasal 362 jo. 367 ayat (2) KUHP), membebaskan Terdakwa tersebut dari dakwaan tersebut;
2. Bahwa Pengadilan Negeri Malang tidak meneruskan pertimbangan tentang dakwaan ke II Pasal 372 jo. Pasal 376 ayat (2) KUHP yang seyogianya juga dipertimbangkan juga jika dakwaan alternatif I tidak terbukti dan segala dakwaan alternatif ke II tersebut juga tidak terbukti yaitu unsur dengan sengaja dan melawan hukum dalam memiliki barang sesuatu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
3. Bahwa seperti dalam dakwaan alternatif I Majelis menyimpulkan ada 6 unsur, unsur ke-1 sampai dengan ke-5 terpenuhi sebagaimana dikemukakan saksi Ir. Nurkholis dan Susi Sandrawati, barang tersebut berupa 14 Sertifikat Hak Milik akan ia Terdakwa kembalikan kepada DR. FM. Valentina Linawati, S.H. M.Hum tetapi DR. FM. Valentina Linawati, S.H. M.Hum menolak karena telah cekcok antara keduanya setelah perkawinan berjalan + 18 tahun, sehingga terjadi masalah Terdakwa dilaporkan istrinya karena mengambil Sertifikat;
4. Bahwa Pasal 367 ayat (2) KUHP menghendaki adanya pengaduan tetapi pasal tersebut ada pengaturan spesialisnya yaitu Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang tidak terpenuhi yang menghendaki adanya perjanjian perkawinan harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Perkawinan dan pasal tersebut secara imperatif agar perjanjian perkawinan tersebut sah;
5. Bahwa oleh karena perjanjian perkawinan tersebut ternyata tidak dicatatkan maka perjanjian tersebut tidak sah. Mereka telah menikah pada tanggal 20 Juli 1994 di kantor Catatan Sipil Kabupaten Tuban dengan Akta No. ... DR. FM. Valentina Linawati, S.H. M.Hum menyatakan benar ada perjanjian perkawinan di depan Notaris Handoko Wijaya, S.H. No. 200 tertanggal 8 Juli 1994 yang menyatakan tidak ada persatuan harta, keuntungan serta hasil-hasil pendapatan masing-masing. Akan tetapi perjanjian tersebut tidak didaftarkan karena itu tidak dapat dinilai dengan alat bukti sah menurut hukum, oleh karena itu unsur ke-6 dakwaan I tidak terpenuhi;
6. Bahwa perkawinan antara Terdakwa dengan Pelapor telah dicatat dalam daftar di Kantor Catatan Sipil tetapi Perjanjian Perkawinan yang telah dibuat oleh Terdakwa dan Pelapor tidak dicatatkan dalam Kantor Catatan Sipil;
7. Bahwa Terdakwa masih berstatus sebagai suami dari Pelapor (Valentina Linawati), mereka memiliki usaha dibidang Property dan mempunyai perusahaan PT. Hardlent Medika Husada;
8. Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi bahwa Sertifikat tersebut dikembalikan melalui Susi maupun Ir. Nur Kholis tetapi Terdakwa tidak mau, yang akhirnya Terdakwa serahkan kepada Polisi sebagai Penyidik;
9. Bahwa Terdakwa membawa Sertifikat tersebut karena untuk proses jual-beli dan karena tidak laku kemudian dikembalikan melalui Susi dan Ir. Nur Kholis, tetapi Pelapor tidak mau kemudian menyerahkan pada Polisi;
10. Bahwa dakwaan alternatif ke II juga tidak terbukti yaitu unsur yang menyatakan memiliki barang sesuatu seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
11. Bahwa kecuali perjanjian perkawinan itu tidak sah sebagai alat bukti, artinya segala harta kekayaan tersebut adalah milik Terdakwa juga, karena Pasal 372 jo. Pasal 376 Ayat (2) KUHP tersebut tidak terbukti dan Terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut;
“Menimbang, bahwa namun demikian putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor 735/Pid.B/2012/PN.Mlg. tanggal 02 Oktober 2013 yang telah membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum harus diperbaiki sekedar mengenai kwalifikasinya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa dari fakta persidangan memang terungkap bahwa dalam perkawinan Terdakwa dengan saksi Valentina Linawati secara hukum sebenarnya tidak pernah terjadi perjanjian pemisahan harta perkawinan mereka, dengan demikian putusan judex facti tetap harus dipertahankan, namun bukan melepaskan Terdakwa dari tuntutan hukum tetapi membebaskan Terdakwa dari dakwaan Jaksa / Penuntut Umum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata, putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan / atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak dengan
memperbaiki amar putusan Pengadilan Negeri tersebut diatas;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Malang tersebut;
“Memperbaiki amar putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor 735/Pid.B/2012/PN.Mlg. tanggal 02 Oktober 2013 sekedar mengenai kwalifikasi mengenai membebaskan Terdakwa dari dakwaan Jaksa/Penunut Umum sehingga berbunyi sebagai berikut:
- Menyatakan Terdakwa bernama Dr. HARDI SOETANTO tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum;
- Membebaskan Terdakwa Dr. HARDI SOETANTO tersebut dari segala dakwaan (vrijspraak);
- Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.