Resiko Hukum Dibalik Gadai Saham Perseroan

LEGAL OPINION
Question: Apa saja resiko bila diminta menggadaikan saham perseroan terbatas, sebagai jaminan pelunasan hutang debitor yang dijamin dengan saham perseroan yang dijadikan objek gadai?
Brief Answer: Bila Perseroan Terbatas yang sahamnya diagunkan sebagai jaminan pelunasan piutang debitor, adalah perseroan yang sangat berharga dari segi brand atau nilai asetnya secara de facto, maka sebaiknya menghindari opsi gadai saham, karena menentukan nilai riil sebuah saham, tidaklah semudah menentukan harga pasar sebuah objek benda seperti tanah atau mesin.
Nilai riil saham, hanya dapat didapatkan setelah re-valuasi aset perseroan, yang tanpa melalui mekanisme revaluasi aset, yang terjadi ialah penjualan (eksekusi) gadai saham dengan harga yang hanya tertera dalam nominal lembar saham, yang bisa jadi jauh dibawah nilai riil kekayaan perseroan.
Kita perlu memahami, ketika saham yang digadaikan hendak diesekusi oleh kreditornya, maka pihak appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik, tidak akan dapat menilai harga niil lembar saham yang hendak dieksekusi, karena yang paling mengetahui benar nilai riil lembar setiap saham, ialah kalangan internal pengurus perseroan, terlebih bila perseroan belum pernah secara aktual melakukan revaluasi asset.
Katakanlah, sebagai contoh, perseroan selama ini menerbitkan 1.000 lembar saham, dimana setiap lembarnya tercantum nominal Rp. 100;-. Ketika perseroan telah berjalan 10 tahun kemudian, Modal Dasar yang semula Rp. 100.000;- kini total asetnya setelah dikurangi segala passiva, adalah senilai Rp. 1.000.000.000;-. Pertanyaannya, masih mungkinkah, menyatakan bahwa nilai setiap lembar nominal saham perseroan tersebut, masih senilai Rp. 100;- sebagaimana tercantum dalam lembar saham yang sudah lagi tidak aktual terhadap nilai riil kekayaan (equity) perseroan?
Setidaknya, saham jangan dijadikan agunan dengan diikat gadai, karena hanya fidusia yang mewajibkan lelang eksekusi dimuka umum sehingga dapat terbentuk harga pasar yang relatif lebih ideal. Gadai hanya umum berlangsung ditengah kegiatan ekonomi masyarakat ekonomi bawah, yang tidak akan mengajukan protes ketika agunan gadai dijual secara sepihak oleh pengusaha gadai, sekalipun pengusaha gadai menjual agunan secara tidak akuntabel nilai nominalnya. Justru menjadi tidak tepat bilamana aset berekonomi tinggi diikat gadai.
PEMBAHASAN:
Perihal eksekusi gadai, tertuang dalam norma Pasal 1156 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut:
“Bagaimanapun, apabila siberutang atau si pemberi gadai bercedera janji, si berpiutang dapat menuntut di muka Hakim supaya barang gadainya dijual menurut cara yang ditentukan oleh Hakim untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya.”
Menjadi permasalahan utama yang diangkat dalam isu hukum kasus berikut, ialah apakah yang dimaksud dengan “menuntut di muka hakim”, dan bagaimanakah mekanismenya? Apakah harus berupa lelang eksekusi di muka umum, atau boleh berupa penjualan secara di-“bawah tangan”?
Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa korporasi register Nomor 1130 K/Pdt/2010 tanggal 23 September 2010, perkara antara:
- BECKKETT PTE. LTD., sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
1. DEUTSCHE BANK AKTIENGESELLSCHAFT, selaku Termohon Kasasi I semula Tergugat I;
2. PT. SWABARA MINING ENERGY, sebagai Termohon Kasasi II dahulu Tergugat lI;
3. PT. MULHENDI SENTOSA ABADI, sebagai Termohon Kasasi III dahulu Tergugat III;
4. PT. ASMINCO BARA UTAMA, selaku Termohon Kasasi IV dahulu Tergugat IV; dan
5. ILMIAWAN DEKRIT SUPATMO, S.H., Notaris di Jakarta, selaku Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat.
Penggugat adalah pemilik saham Tergugat II sebanyak 7.420 lembar saham atau dalam prosentase sebesar 74,2%, sementara itu Tergugat II adalah pemilik saham sebesar 99,95 % pada Tergugat IV. Adapun masalah bermula antara Tergugat IV sebagai debitur dan Tergugat I sebagai kreditur menanda-tangani Bridge Facility Agreement tertanggal 24 Oktober 1997.
Guna menjamin pemenuhan kewajiban Tergugat IV kepada Tergugat I terkait kredit Facility Agreement, antara Penggugat sebagai pemberi gadai dan Tergugat I sebagai penerima gadai, kemudian menanda-tangani akta gadai saham Share Pledge Agreement tertanggal 05 November 1997, dimana seluruh saham milik Penggugat sebanyak 7.420 lembar saham pada Tergugat II telah digadaikan kepada Tergugat I.
Namun tanpa pemberitahuan dan/atau peringatan terlebih dahulu yang diberikan secara patut dari Tergugat I dan tanpa dilandasi oleh dasar hukum yang sah, pada tanggal 15 Februari 2002, Tergugat I menjual saham-saham Penggugat kepada Tergugat III secara tertutup atau di-“bawah tangan”.
Belakangan diketahui Tergugat I menjual saham-saham Penggugat dengan harga US$ 800,000,- sesuai Deed of Sell and Purchase of Share Agreement tertanggal 15 Februari 2002 dan Akta Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi Gadai Saham Secara Jual Beli tertanggal 15 Februari 2002. Dasar penjualan saham-saham Penggugat, ialah 3 buah Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, masing-masing tertanggal 11 Desember 2001 yang memang sengaja diminta secara sepihak (permohonan voluntair) oleh Tergugat I ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Setelah berhasil menjual Saham-saham Penggugat secara tertutup atau di-“bawah tangan”. Tergugat I kembali meminta penetapan secara sepihak (voluntair) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengesahkan tindakannya, hal mana ternyata dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan mengeluarkan Penetapan No. 34/Pdt.P/2002/PN.Jak.Sel., tanggal 19 Februari 2002.
Tiga Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 34/Pdt.P/2002/PN.Jak.Sel., tanggal 19 Februari 2002 adalah tidak berdasar hukum dan telah mengakibatkan hak dan kepentingan Penggugat dirugikan, karenanya Penggugat mengajukan permohonan pembatalan terhadap Empat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
Permohonan pembatalan terhadap Empat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diajukan Penggugat, dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta terbukti dengan dikeluarkannya Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 tertanggal 25 Februari 2005. Dasar dan pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan permohonan Penggugat, adalah bahwa perkara yang merupakan obyek penetapan sebenarnya bukan perkara voluntair, tetapi jelas termasuk perkara sengketa yang ada para pihaknya dan saling berkepentingan sehingga seharusnya, perkara tersebut diajukan dalam perkara gugatan oleh pihak yang merasa dirugikan hak-haknya.
Dengan dibatalkan Empat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, maka Empat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara yuridis harus dianggap tidak pernah ada dan tidak pernah berlaku, sehingga kedudukan Penggugat selaku pemegang saham sebesar 7.420 lembar saham atau dalam prosentase sebesar 74,2% pada Tergugat II, dipulihkan dan kembali seperti keadaan semula.
Sebagai tindak lanjut adanya Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 tertanggal 25 Februari 2005, Empat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara resmi telah ditarik oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. W7-Dd.HT.04.10.04.847 tanggal 09 Maret 2005.
Ternyata Mahkamah Agung R.I. juga sependapat dan menyetujui tindakan Pengadilan Tinggi Jakarta yang membatalkan Empat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hal mana sesuai surat Mahkamah Agung R.I. No. 01/Tuada.Pdt/III/2006 tanggal 03 Maret 2006, perihal tindakan Pengadilan Tinggi Jakarta mengeluarkan Penetapan pembatalan terhadap Empat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang pada pokoknya menyatakan bahwa permohonan yang diajukan oleh Tergugat I berada dalam contentious jurisdictie, karena ada pihak-pihak yang berkaitan dan berkepentingan, sehingga tidak boleh dikabulkan oleh Hakim dalam voluntair jurisdictie.
Adapun substansi Surat No. 01/Tuada.Pdt/III/2006 tanggal 03 Maret 2006, Mahkamah Agung R.I. memberikan pendapat sebagai berikut:
“Bahwa walaupun penetapan-penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, tidak serta merta membawa akibat hukum (rechtsgevolg) yang timbul dari peristiwa / fakta hukum (rechtsfeit) atau perbuatan hukum (rechtshandeling) yang terjadi sebelum Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dibatalkan, karena Penetapan pembatalan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta tidak (karena memang tidak boleh) menentukan akibat hukum dari pembatalan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
“Hal ini berarti bahwa pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan adanya Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang bersangkutan.”
Terhadap gugatan sang pemilik objek gadai, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan putusan, yaitu putusan No. 649/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel. tanggal 08 April 2009, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa mencermati jawab-jinawab antara Penggugat dengan para Tergugat, ternyata bahwa saham-saham Penggugat sudah dialihkan kepada pihak lain, sehingga tidak mungkin lagi diperintahkan untuk tidak dilakukannya penawaran, pemindah-tanganan, pengalihan atau penjaminan terhadap saham-saham Penggugat tersebut;
“Menimbang, bahwa oleh karena dalam pelaksanaan eksekusi gadai saham tidak ada ketentuan hukum yang dilanggar, maka jual beli saham tersebut adalah sah dan mengikat secara hukum serta Tergugat II tidak patut dihukum untuk mencatatkan dan/atau mendafarkan nama Penggugat sebagai pemegang saham dari Tergugat 11;
“Menimbang, bahwa hal-hal yang diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata tidak seluruhnya bersifat memaksa. Hal ini dapat dilihat pada awal Pasal 1155 KUHPerdata, dimana menyatakan ‘Apabila oleh para pihak tidak diperjanjikan lain ...’ Dengan adanya kalimat tersebut maka undang-undang secara tegas memperbolehkan untuk dilakukannya penyimpangan terhadap ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata. Ketentuan serupa dapat pula ditemukan antara lain pada Pasal 105 ayat 3 KUHPerdata dan Pasal 119 ayat 1 KUHPerdata;
“Menimbang, bahwa meskipun undang-undang memperbolehkan untuk dilakukannya penyimpangan terhadap hal-hal yang diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata. namun penyimpangannya tidak dapat dilakukan secara keseluruhan. Adapun hal-hal yang tidak dapat dilakukan penyimpangan adalah syarat wanprestasi atau peristiwa dimana debitor tidak melunasi utangnya. Meskipun demikian, penyimpangan terhadap Pasal 1155 KUHPerdata dilakukan terhadap cara penjualan-penjualan barang gadai sebagaimana ditentukan sendiri oleh undang-undang yaitu penjualan secara di muka umum dengan melihat pada persetujuan para pihak ataupun juga melihat ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata;
“Menimbang, dengan adanya kesepakatan tersebut di atas maka Penggugat (pemberi gadai) dan Tergugat I (Penerima/Pemegang Gadai) telah menyepakati untuk dilakukannya penjualan barang gadai secara tidak di muka umum / tertutup. Lebih lanjut dengan adanya kesepakatan tersebut. maka penyimpangan terhadap ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata, khususnya mengenai cara penjual barang gadai secara di muka umum telah dilakukan Penggugat dan Tergugat I;
“Menimbang bahwa dengan telah dilakukannya penyimpangan tersebut, dan mengingat bahwa tidak ada sesuatu cacat atas perjanjian yang demikian, seperti kesesatan, penipuan, pemaksaan, ataupun adanya keadaan memaksa, maka perjanjian untuk menyimpang secara demikian adalah sah dan karenanya ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata mengenai cara penjual barang gadai secara di muka umum mengikat bagi Tergugat I selaku kreditur / pemegang gadai;
“Menimbang, bahwa Pasal 1156 KUHPerdata mengatur bagaimana cara seorang kreditor mengambil pelunasan atas utang diluar dari cara yang diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata. Yang menjadi persoalan dalam perkara a quo yaitu penafsiran atas prosedur yang harus ditempuh seorang kreditur / pemegang gadai (in casu Tergugat I), dalam hal hendak mengambil pelunasan atas utang namun tidak menggunakan cara yang telah diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata. Apakah hal itu dilakukan dengan cara mengajukan terlebih dahulu gugatan? Atau mengajukan permohonan?;
“bahwa yang perlu diperhatikan juga yaitu ijin yang dimaksud dalam Pasal 1156 KUHPerdata adalah ijin untuk melaksanakan parate eksekusi menurut cara yang ditentukan Pasal 1155 KUHPerdata dstnya;
“Dengan telah merekatnya hak parate eksekusi dalam diri seorang kreditor / pemegang gadai, maka arah kata "menuntut" bukanlah meminta suatu hak yang baru, melainkan kreditor / pemegang gadai minta ijin pada hakim untuk mulai dilaksanakannya hak parate eksekusi. Terlebih yang dimaksud dengan parate eksekusi adalah eksekusi yang dilakukan di luar hukum acara dimana tidak perlu melibatkan juru sita pengadilan seperti halnya eksekusi atas suatu putusan pengadilan. Dengan demikian, prosedur yang ditempuh kreditor / pemegang gadai menurut cara yang telah ditentukan Pasal 1156 KUHPerdata adalah mengajukan ‘permohonan’, dimana produk pengadilan yang akan dikeluarkan adalah penetapan;
“Bahwa mengacu pada Pasal 5a Akta Share Pledge Agreement No. 5 tanggal 05 November 1997, dibuat di hadapan Agus Hashim Ahmad, S.H., antara Penggugat (pemberi gadai) dan Tergugat I (penerima / pemegang gadai) telah membuat sepakat bahwa eksekusi barang gadai dapat dilakukan secara tidak di muka, atau tertutup. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka Penggugat dan Tergugat I telah mengesampingkan cara penjualan barang gadai secara di muka umum atau terbuka sebagaimana diatur Pasal 1155 KUHPerdata;
“Bahwa selain adanya kesepakatan tersebut, apabila mengacu pada Pasal 5b Share Pledge Agreement, penggugat pun telah memberikan kuasa kepada Tergugat I untuk melaksanakan tindakan-tindakan sebagaimana yang dimaksud Pasal 5a Share Pledge Agreement. Dengan adanya pemberian kuasa tersebut menurut Hemat Majelis tidaklah tepat apabila penggugat menyangkal tindakan-tindakan yang telah dilakukan Tergugat I, sementara Penggugat sendiri telah memberikan kuasa kepada Tergugat I untuk melakukan tindakan tersebut;
“Bahwa meskipun penetapan-penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diajukan Tergugat I telah dibatalkan, namun hal tersebut tidak serta-merta menyebabkan kewenangan Tergugat I untuk melakukan eksekusi gadai saham secara di muka umum atau tertutup menjadi hilang, sebab Share Pledge Agreement telah memberikan kewenangan kepada Tergugat I untuk melakukan eksekusi gadai saham secara tidak di muka umum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang ada sebelum eksekusi gadai saham dilakukan, Tergugat I telah terlebih dahulu mengajukan penetapan-penetapan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dimana hal itu bertujuan agar Tergugat I diberikan ijin oleh Hakim untuk melaksanakan eksekusi gadai saham dengan cara melakukan penjualan barang gadai secara tidak di muka umum;
“Menimbang, bahwa meskipun para Penggugat (pemberi gadai) dan Tergugat I (kreditor / penerima gadai) telah membuat kesepakatan untuk dilakukannya penjualan barang secara tidak di muka umum, namun dengan diajukannya penetapan-penetapan tersebut Majelis berpendapat bahwa Tergugat I telah berhati-hati dalam melakukan eksekusi gadai saham;
“Menimbang, ... karenanya pembatalan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terjadi setelah eksekusi saham tersebut adalah tidak relevan, apalagi hal tersebut terjadi beberapa tahun kemudian;
“Menimbang, bahwa kalaupun dengan penetapan tersebut pada akhirnya dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, maka hal itu tidak menghilangkan sifat kehati-hatian Tergugat I karena pembatalan dilakukan setelah eksekusi gadai saham dilakukan. Terlebih hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa tindakan seseorang yang didasarkan pada ketetapan Hakim, tidaklah dapat dipersalahkan meskipun akhirnya ketetapan Hakim tersebut dibatalkan;
“Menimbang, Majelis berpendapat bahwa eksekusi gadai saham yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat HI dengan melakukan jual beli secara tidak di muka umum atau tertutup; bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa Majelis tidak menemukan adanya peranan Tergugat II dalam eksekusi gadai saham;
“Menimbang, ... bahwa telah terbukti Penggugat telah mengetahui adanya wanprestasi yang dilakukan Tergugai IV, mengingat Tergugat I felon mengirimkan surat pemberitahuan wanprestasi kepada Tergugat IV yang ditembuskan juga kepada Penggugat, sehingga kalaupun Penggugat merasa telah mengalami kerugian akibat dilakukannya eksekusi gadai saham, maka hal itu tidak disebabkan karena ada atau tidaknya pemberitahuan tersebut, karena hal itu tidak mencegah Tergugat I untuk melakukan eksekusi gadai saham;
“Menimbang, apabila melihat kembali ketentuan Pasal 5.a Share Pledge Agreement, Penggugat telah menyetujui untuk dilakukannya penjualan barang secara tidak di muka umum;
“Menimbang bahwa oleh karena eksekusi gadai saham dengan cara melakukan penjualan penjualan barang gadai secara tidak di muka umum telah sesuai dengan kesepakatan yang sah yang telah dibuat para pihak (in casu Penggugat dan Tergugat I), maka Majelis berpendapat bahwa tidak ada hak subyektif Penggugat yang dilanggar oleh Tergugat I maupun Tergugat lainnya. Selain itu eksekusi gadai saham tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum lainnya mengenai keadaan wanprestasi Tergugat IV telah dapat dibuktikan, dimana hal itu dapat terlihat dari adanya peringatan untuk membayar maupun pengakuan Tergugat IV sendiri pada saat dilakukannya perpanjangan waktu pembayaran hutang, Berdasarkan hal-hal tersebut maka Majelis berpendapat bahwa Tergugat I secara teliti memastikan bahwa Tergugat IV betul-betul tidak melunasi hutangnya atau wanprestasi, sehingga Tergugat I dapat mulai melaksanakan hak gadainya. Dengan demikian tidak ada pelanggaran asas ketelitian yang dilakukan Tergugat I;
“Menimbang, bahwa dengan tidak ditemukannya tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam gugatan yang sifatnya melawan hukum, maka tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I, II, III, dan IV dalam perkara a quo dan oleh karenanya gugatan Penggugat tidak dapat dikabulkan untuk seluruhnya;
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, lewat putusannya No. 475/PDT/2009/PT.DKI tanggal 10 Dsember 2009.
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa gadai tidak memiliki irah-irah seperti halnya fidusia, sehingga tidak dapat serta-merta menjual secara “dibawah tangan” tanpa didahului gugatan perdata. Pasal 1156 KUHPerdata memberi peluang bagi penerima gadai untuk menjual barang gadai dengan cara selain atau di luar yang diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata, dimana untuk itu diwajibkan untuk terlebih dahulu mengajukan tuntutan ke muka hakim.
Dengan demikian mengajukan “tuntutan di muka hakim” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1156 KUHPerdata, bukanlah pengajuan ijin untuk melaksanakan hak parate eksekusi, melainkan pengajuan ijin untuk menjual saham selain dengan cara yang telah ditetapkan dalam Pasal 1155 KUHPerdata. Apabila Termohon Kasasi I berkehendak melaksanakan parate eksekusi dengan cara menjual secara di depan umum atau dengan lelang di depan umum, maka tidak perlu mengajukan tuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1156 KUHPerdata.
Penggugat berpendirian, eksekusi terhadap objek gadai saham yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II dengan cara jual-beli secara tidak di muka umum, adalah “perbuatan melawan hukum”. Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan ini tidak dapat dibenarkan, oleh karena Pengadilan Tinggi / Judex Facti tidak salah menerapkan hukum;
“Bahwa pertimbangan Judex Facti / Pengadilan Tinggi sudah tepat dan benar, lagi pula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Bahwa Penggugat adalah sebagai penjamin hutang Tergugat IV pada Tergugat I, sesuai dengan perjanjian Share Pledge Agreement dengan gadai saham milik Penggugat;
“Bahwa dalam perjanjian tersebut Penggugat memberi kewenangan penuh pada Tergugat I untuk menjual saham Penggugat jika Tergugat IV wanprestasi;
“Bahwa sesuai dengan perjanjian walaupun Tergugat I telah diberikan tenggang waktu, Tergugat IV tetap tidak memenuhi kewajibannya / wanprestasi;
“Bahwa Tergugat I telah mensomasi Tergugat IV dengan tembusan kepada Penggugat;
“Bahwa dalam Pasal 5 a Share Pledge Agreement diperjanjikan bahwa Penggugat setuju saham-saham miliknya dijual secara tertutup kalau Tergugat IV wanprestasi;
“Bahwa penjualan saham-saham Penggugat telah dilaksanakan di hadapan Notaris Ilmiawan Dekrit Supatmo, S.H. / Turut Tergugat;
“Bahwa penjualan saham-saham tersebut dilakukan setelah keluar penetapan PN. Jakarta Selatan, yang memberi ijin Tergugat I menjual saham-saham Penggugat;
“Bahwa permohonan ijin menjual saham-saham Penggugat oleh Tergugat I dengan itikad baik, karena dalam somasi kepada Tergugat IV telah ditembuskan kepada Penggugat, dan karena itu Penggugat telah mengetahui bahwa Tergugat IV wanprestasi;
“Bahwa pembatalan penetapan-penetapan PN. Jakarta Selatan tentang ijin penjualan saham (ada 4 penetapan yaitu: bukti P-6a, P-6b, P-6c, P-6d) oleh Pengadilan Tinggi, adalah keliru, karena Pengadilan Tinggi tidak berwenang membatalkan penetapan Pengadilan Negeri, dan yang berwenang adalah Mahkamah Agung;
“Bahwa adanya surat Mahkamah Agung tanggal 03 Maret 2006 No. 01/Tuada.Pdt/III/2006 (P-9) yang hanya bersifat pengawasan, tidak membatalkan penjualan saham-saham Penggugat untuk melunasi hutang Tergugat IV kepada Tergugat I;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: BECKKETT PTE. LTD. tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: BECKKETT PTE. LTD., tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.