Perbuatan Pidana sebagai Alasan PHK Sekalipun Tidak Dilaporkan ke Polisi

LEGAL OPINION
Question: Semisal ada karyawan yang melakukan pelanggaran pidana, entah terhadap perusahaan atau terhadap karyawan lain, tapi tidak diproses secara pidana karena satu atau lebih faktor, maka apa artinya si karyawan ini tidak bisa dipecat karena tidak dilanjutkan hingga ke proses vonis pidana ke pengadilan?
Brief Answer: Karakteristik tindak pidana, adalah suatu kejahatan yang dasariahnya merupakan perilaku buruk. Sekalipun Pekerja / Buruh yang telah melakukan kejahatan yang memenuhi kualifikasi delik pidana kejahatan, namun tidak diproses karena alasan telah dimaafkan oleh korban, sebagai contoh, tidak menghapus fakta telah terjadinya perbuatan buruk demikian, yang dapat dikategorikan sebagai “kesalahan berat bersifat fundamental” yang dapat menjadi alasan untuk mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) setempat, berdasarkan best practice peradilan yang ada.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 957 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 30 November 2016, perkara antara:
- PT. BUKIT BAIDURI ENERGI, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- Sdr. SALEH, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Tergugat tercatat sebagai karyawan PT. Bukit Baiduri Energi (PT. BBE) sejak tahun 1995, sebagai Driver. Hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat oleh dan antara Penggugat / Perusahaan dengan Serikat Pekerja, yang telah didaftarkan pada Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kutai Kartanegara, dengan masa berlaku sejak tanggal 1 September 2011 sampai dengan tanggal 30 Agustus 2013, dan telah diperpanjang masa berlakunya sampai dengan tanggal 30 September 2014.
Bermula pada tanggal 6 Maret 2014, Tergugat melakukan perbuatan pidana pengancaman yakni berupa ancaman akan membunuh Sdr. Jimson Gultom, karyawan PT. Bukit Baiduri Energi, jabatan Foreman pada Departemen Inhouse Operation, dengan sebilah badik. Dimana pada saat itu Sdr. Jimson Gultom sedang mengatur saluran air untuk menghindari terjadinya banjir akibat hujan sebelumnya, perbuatan mana dilakukan oleh Sdr. Jimson Gultom adalah atas petunjuk atau perintah dari Ketua Rukun Tetangga setempat.
Akibat perbuatan Tergugat yang melakukan pengancaman terhadap Sdr. Jimson Gultom, Sdr. Jimson Gultom pada tanggal 6 Maret 2014, telah membuat pengaduan / laporan ke Polsek Sungai Kunjang, dengan maksud agar atas kejadian tersebut dapat dilakukan proses hukum demi tegaknya keadilan, dan akibat pengaduan dari Sdr. Jimson Gultom, Tergugat telah ditahan oleh pihak Polsek sejak tanggal 7 Maret 2014.
Sekitar tanggal 7 Maret 2014, Penggugat mendapat telepon dari Lurah, yang meminta kepada Penggugat agar kiranya Penggugat dapat membantu agar proses hukum atas perbuatan Tergugat dapat diselesaikan secara kekeluargaan, untuk menghindari proses hukum yang akan merugikan Tergugat dan keluarga, dan atas permintaan tersebut Penggugat berusaha membujuk Sdr. Jimson Gultom agar Sdr. Jimson Gultom dapat memaafkan Tergugat serta bersedia untuk mencabut pengaduan / laporan.
Tanggal 8 Maret 2014, Tergugat membuat Surat Pernyataan bahwa benar telah melakukan pengancaman dan telah meminta maaf serta tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, dan atas pengakuan bersalah tersebut serta telah meminta maaf kepada Sdr. Jimson Gultom, akhirnya Sdr. Jimson Gultom pada tanggal 8 Maret 2014 bersedia untuk membuat pencabutan pengaduan / laporan, sehingga pihak Polsek Sungai Kunjang pun tidak meneruskan proses hukumnya.
Karena Tergugat telah mengakui melakukan perbuatan pengancaman kepada Sdr. Jimson Gultom sebagaimana diatur dalam Pasal 335 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan telah dilakukan penahanan oleh pihak Polsek, maka Penggugat menganggap perbuatan Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan pidana, namun karena adanya rasa kemanusiaan Penggugat dan Sdr. Jimson Gultom terhadap Tergugat dan keluarga, maka proses hukumnya tidak dilanjutkan karena adanya permohonan Sdr. Jimson Gultom kepada pihak Polsek untuk mencabut pengaduan / laporan.
Permintaan maaf Tergugat kepada Sdr.Jimson Gultom menjadi dasar dari pencabutan proses hukum oleh Sdr. Jimson Gultom terhadap Tergugat, namun tidak merubah atau meniadakan pelanggaran Tergugat selaku karyawan dari Penggugat atas Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode tahun 2013 – 2014.
Karena telah adanya pengakuan dari Tergugat serta telah dilakukannya penahanan, dan sehubungan dengan telah dilanggarnya salah satu ketentuan larangan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode tahun 2013-2014, maka sesuai dengan ketentuan dalam PKB, Penggugat memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Tergugat, sehingga pada tanggal 14 Maret 2014 Penggugat melakukan skorsing kepada Tergugat dan dilanjutkan dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tanggal 30 September 2014.
Terhadap tindakan PHK oleh Penggugat, Tergugat tidak dapat menerimanya dan sangat keberatan serta tetap meminta Uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Akibat tidak adanya persesuaian kehendak tersebut, maka Penggugat mengajukan permohonan Mediasi kepada Pegawai Mediasi Dinas Tenaga Kerja Kutai Kartanegara, dimana kemudian Mediator kemudian menerbitkan surat Anjuran melalui Surat tertanggal 19 Mei 2014, yang menganjurkan agar pihak pengusaha PT Bukit Baiduri Energi membayar Uang Pesangon kepada pihak pekerja Sdr. Saleh, sesuai Ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 161 ayat (3), yakni:
- Masa kerja 18 tahun 7 bulan.
- Upah Rp.3.400.000,00 per bulan.
a. Uang Pesangon (1 x 9 x Rp.3.400.000,00) = Rp.30.600.000,00
b. Uang Penghargaan Masa Kerja (1 x 7 x Rp.3.400.000,00) = Rp.23.800.000,00
Jumlah = Rp.54.400.000,00
c. Penggantian hak
- Penggantian Perumahan dan Pengobatan : 15% x Rp.54.400.000,00 (a + b) = Rp 8.160.000,00.
Jumlah Keseluruhan = Rp.62.560.000,00.
Penggugat menilai, Anjuran yang diterbitkan Disnaker tidak didasarkan atas bukti, fakta dan juga sama sekali tidak mempertimbangkan keberadaan pengaturan dalam Perjanjian Kerja Bersama yang telah diakui dan menjadi dasar hukum bagi seluruh karyawan termasuk Tergugat dengan Penggugat sepanjang mengenai hubungan kerja di perusahaan Penggugat, karena Perjanjian Kerja Bersama telah menjadi undang-undang bagi yang membuatnya, sehingga berlaku asas Lex Spesialis Derogat Legi Generalis.
Tindakan pidana berupa pengancaman yang dilakukan oleh Tergugat kepada Sdr. Jimson Gultom, telah melanggar Ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan kategori pelanggaran / kesalahan berat sebagaimana diatur dalam ketentuan PKB Pasal 25, yang mengatur:
(3) Dalam pelanggaran-pelanggaran tertentu perusahaan dapat memberikan sanksi peringatan kedua, ketiga bahkan PHK tanpa mengikuti tahapan tindakan disiplin.
(4) Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi pimpinan perusahaan, teman sekerja atau keluarganya di dalam maupun di luar perusahaan. Terbukti dan atau tersangkut tindak pidana.”
Dengan adanya pengakuan dari Tergugat atas perbuatan pengancaman yang dilakukannya, maka sudah sangat beralasan dan berdasar hukum bagi Penggugat untuk melakukan PHK terhadap Tergugat dengan kategori kesalahan berat, sebagaimana diatur dalam ketentuan PKB Pasal 26 ayat (2), yang mengatur:
“Pekerja / buruh / karyawan yang berhenti atau diberhentikan karena melakukan kesalahan berat sebagaimana pada Pasal 25 (e), tidak mendapat Uang Pesangon, tetapi akan mendapatkan Uang Jasa sesuai masa kerja.”
Meski melakukan pelanggaran yang tergolong fatalistis, sang Pekerja mengajukan gugatan balik (rekonvensi), dimana terhadap gugat-menggugat tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial Samarinda kemudian menjatuhkan putusan Nomor 53/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Smr., tanggal 14 Desember 2015, dengan amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan, karena Penggugat tidak dapat membuktikan telah memberikan Surat Peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut kepada Tergugat terkait dengan pelanggaran Perjanjian Kerja, yang dikarenakan Tergugat telah melanggar Perjanjian Kerja Bersama, maka Majelis Hakim berpendapat Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana ketentuan Pasal 161 UU Nomor 13 Tahun 2003, tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan ketentuan undang-undang;
MENGADILI :
Dalam Konvensi:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus sejak tanggal 30 September 2015;
3. Memerintahkan Penggugat untuk membayar kepada Tergugat Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak dengan rincian sebagai berikut:
- Uang Pesangon 2 x 9 x Rp.3.400.000,00 =Rp61.200.000,00
- Uang Penghargaan Masa Kerja1 x 7 x RpRp.3.400.000,00
= Rp23.800.000,00
- Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan = 15% x Rp.85.000.000,00 = Rp12.750.000,00.
Jumlah = Rp97.750.000,00. Terbilang (sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
4. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
Dalam Rekonvensi:
1. Menerima sebagian gugatan Penggugat Rekovensi /Tergugat Konvensi untuk poin 8 huruf d, dan mengesampingkan untuk selain dan selebihnya;
2. Memerintahkan kepada Tergugat Rekonvensi / Penggugat Konvensi untuk membayar pembayaran Upah Proses kepada Penggugat Rekonvensi / Tergugat Konvensi dengan rincian sebagai berikut:
6 x Rp.3.400.000,00 = Rp20.400.000,00. Terbilang: (dua puluh juta empat ratus ribu rupiah).”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan kasasi tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 1 Februari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Tergugat telah terbukti karena mengakui telah melakukan pengancaman pembunuhan terhadap atasannya yaitu Sdr. Jimson Gultom, sehingga sah kiranya Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Penggugat tanpa membebani Penggugat untuk memberikan Pesangon;
- Bahwa telah terbukti Tergugat melakukan perbuatan pidana, namun untuk memenuhi rasa keadilan mengingat Tergugat memiliki masa kerja yang cukup lama yaitu 18 tahun 7 bulan, oleh karena itu sesuai Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka perlu diberikan Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak sebagaimana yang akan disebutkan pada amar dibawah ini; [Note SHIETRA & PARTNERS: Pendirian Mahkamah Agung diatas menjadi penting bagi kemajuan ilmu hukum, karena terbukti atau tidaknya suatu delik pidana, tidak harus berupa putusan perkara pidana, namun akal sehat yang logis terhadap rumusan kualifikasi delik pidana yang terpenuhi unsur-unsurnya, sudah cukup menjadi penentu apakah perbuatan pelaku dikategorikan / tergolong pidana atau tidaknya.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BUKIT BAIDURI ENERGI tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 53/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Smr., tanggal 14 Desember 2015 dan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BUKIT BAIDURI ENERGI tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 53/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Smr., tanggal 14 Desember 2015;
“MENGADILI SENDIRI:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2) Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus sejak tanggal 30 September 2015;
3) Menghukum Penggugat untuk membayar kepada Tergugat Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak sesuai Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan perincian sebagai berikut:
- Uang Penghargaan Masa Kerja 7 x Rp3.400.000,00 = Rp23.800.000,00.
- Uang Penggantian Hak 15% x 23.800.000,00 = Rp 3.570.000,00.
Total = Rp27.370.000,00. (dua puluh tujuh juta tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah);
4) Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.