Pengusaha Hendak Mem-PHK, Kemudian Menyatakan Mangkir Kerja

LEGAL OPINION
Question: Katanya bila tidak masuk kantor, dan tidak juga kembali kerja setelah dipanggil perusahaan, dikategorikan mengundurkan diri tanpa pesangon. Gimana kalau latar belakang kejadian sebelumnya, ialah perusahaan yang justru ingin memecat karyawannya itu pada mulanya, seperti melarang masuk ke gedung kantor?
Brief Answer: Fakta hukum tidak dapat dilihat secara sepenggal-sepenggal (parsial), namun sebagai suatu sequen utuh serangkaian kejadian, seperti latar belakang yang melingkupi kondisi hukum yang terjadi. Hakim yang baik, tentunya tidak akan terjebak oleh “gambaran kecil”, tanpa melihat “gambaran besar”-nya (the big picture). Penulis menyebutnya sebagai: untaian fakta hukum.
Oleh karenanya, jangan pernah melarang seorang Pekerja untuk masuk bekerja seperti biasa, sebab bila sang Pekerja kemudian tidak lagi masuk kerja, maka dirinya tidak dapat disebut “mangkir” terlebih dikategorikan “mengundurkan diri”, meski kemudian telah dipanggil untuk kembali bekerja.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 417 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 20 Juni 2016, perkara antara:
- PT. POWER STEEL INDONESIA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- 7 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
PT. Power Steel Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang Pencetakan Baja. Debelum perselisihan ini didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial, hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat berlangsung dengan harmonis, dimana para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing.
Awal terjadinya sengketa, bermula ketika Serikat Pekerja mempertanyakan Iuran BPJS Kesehatan dari Buruh yang nominalnya tidak sesuai dengan aturan BPJS Kesehatan, seharusnya iuran dari Buruh sebesar Rp12.210,00 setiap bulan, sedangkan Tergugat memotong upah dari Buruh sebesar Rp50.000,00 setiap bulan, tetapi Tergugat tidak menanggapi sehingga pihak Serikat Pekerja mengirim surat ke BPJS kesehatan untuk Audensi dan menyelesaikan pelanggaran Tergugat.
Tanggal 15 Januari 2015, Serikat Pekerja mengirim surat permohonan perundingan, namun karena tidak ditanggapi, maka dikirim kembali surat tertanggal 22 Januari 2015 tentang pembahasan Upah Sektoral, Transport dan Kenaikan Tunjangan Masa Kerja. Sebagai responnya, pada tanggal 23 Januari 2015 Tergugat hanya memberitahukan tentang kemauan Tergugat untuk melakukan efisiensi terhadap Buruh yang ada di Power Steel Group sebanyak 30 persen dari buruh yang ada.
Tergugat menyatakan, sekalipun para Buruh mau menerima adanya efisiensi atau tidak, Tergugat tetap menjalankan kebijakan efisiensi dimaksud. Tanggal 30 Januari 2015, seorang Pekerja diputus hubungan kerja dengan diberikan kompensasi sebesar Rp10.000.000,00. Sang Pekerja menolak di-PHK, sehingga Serikat Pekerja mengajukan surat permohonan klarifikasi, akan tetapi tidak ditanggapi dimana Tergugat tidak mau membahas permasalahan tersebut.
Berlanjut pada tanggal 5 Februari 2015, salah satu Penggugat dipanggil oleh Tergugat dan dibilangi kalau dirinya di-Putus Hubungan Kerja dengan diberikan kompensasi sebesar Rp10.000.000,00 secara langsung. Sang Pekerja menyatakan menolak tawaran demikian.
Tanggal 12 Februari 2015, kedua orang diantara Penggugat lainnya dipanggil Tergugat dan dinyatakan Putus Hubungan Kerja dengan diberikan Kompensasi sebesar Rp10.000.000,00 namun sang Pekerja menyatakan menolak kompensasi dari Tergugat karena tidak sesuai dengan Undang-Undang.
Sebenarnya Para Penggugat bersedia di-Putus Hubungan Kerja oleh Tergugat, jika benar alasannya karena efisiensi Buruh, dan Para Penggugat meminta agar kompensasi yang diberikan oleh Tergugat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan perihal kompensasi terkait efisiensi usaha berupa pesangon dua kali ketentuan.
Tanggal 12 Februari 2015, Para Penggugat dipanggil Tergugat melalui Stafnya, untuk kemudian disampaikan bahwa Para Penggugat dimutasi ke PT. Power Steel Mandiri. Karena Tergugat tidak mau menerima surat permohonan perundingan, sehingga pada tanggal 13 Februari 2015 Para Penggugat langsung mengirim surat ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang untuk dilakukan Mediasi.
Para Penggugat tanggal 13 Februari 2015 masuk kerja seperti biasa, namun saat tiba di Pos Security, Para Penggugat dilarang masuk area perusahaan oleh petugas Security karena perintah Tergugat, dan Pekerja yang dimutasi pun juga dilarang masuk ke area perusahaan.
Petugas Security atas perintah dari Tergugat, nama-nama yang tertera dimemo yang dibuat oleh Tergugat tidak diperbolehkan memasuki area perusahaan dan Tergugat menyuruh menunggu Proses Pemutusan Hubungan Kerja, yakni dirumahkan saja.
Para Penggugat meminta kepada Tergugat untuk memberikan surat keterangan dirumahkan selama proses Pemutusan Hubungan Kerja, akan tetapi Tergugat tidak mau memberikan surat keterangan dimaksud. Beberapa panggilan mediasi dari Dinas Tenaga Kerja, Tergugat tidak Hadir, dimana Tergugat bersikukuh bahwa Para Penggugat dianggap telah memgundurkan diri.
Sebenarnya permasalahan utamanya dikarenakan Tergugat dalam memberikan kompensasi PHK, tidak sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang dalam Pasal 164 Ayat (3) diatur:
“Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur), tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh atas pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali Ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Yang menjadi dasar pegangan pihak Penggugat, ialah norma Pasal 151 Ayat (1) dan (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang mengatur: “Pemutusan Hubungan Kerja tanpa penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.”
serta akibat gagalnya atau tidak tercapainya kesepakatan bersama dalam perundingan Bipartit, maka pada bulan Februari Para Penggugat mendaftarkan Perselisihan Hubungan
Industrial yang terjadi ke Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Tangerang untuk
selanjutnya dilakukan perundingan tripartit/ dimediasi;
Dalam perundingan Tripartit, antara Penggugat dengan Tergugat tidak kunjung tercapai kesepakatan, sehingga akhirnya Mediator Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Tangerang menerbitkan surat Anjuran tertanggal 26 Maret 2015, dengan substansi:
MENGANJURKAN :
1. Agar Hubungan Kerja antara Sdr Salimas dan kawan-kawan (11 Orang) dengan Perusahaan PT. Power Steel Indonesia belum putus dan masih tetap berlanjut;
2. Agar pihak perusahaan PT. Power Steel Indonesia membayar hak hak pekerja selama tidak dipekerjakan;
3. Agar pekerja Sdr. Salimas dan kawan-kawan (11 orang) Melapor ke Perusahaan dan menyatakan siap untuk dipekerjakan kembali;
4. Agar Perusahaan memanggil secara tertulis pekerja Sdr. Salimas dan kawan-kawan (11 Orang) untuk masuk bekerja setelah menerima anjuran ini.”
Tergugat Menolak isi Surat Anjuran Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, dimana akibat tindakan Tergugat menolak isi anjuran dan menginginkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak tidak sesuai prosedur, maka Penggugat mengajukan gugatan ini dengan menuntut kompensasi uang Pesangon sebesar 2 ketentuan normal.
Terhadap gugatan para Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Serang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 17/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Srg., tanggal 20 Oktober 2015, dengan pertimbangan serta amar yang penting untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya bahwa PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang dilakukan Tergugat kepada Para Penggugat telah dinyatakan tidak sah dan batal dami hukum, dan dengan menolak anjuran mediator untuk mempekerjakan kembali Para Penggugat yang berarti Tergugat benar-benar ingin melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) kepada Para Penggugat, maka Majelis merasa tidak perlu mempertimbangkan surat panggilan kerja (T-10a s.d T-10g) dan absensi ketidak-hadiran Para Penggugat pada bulan Maret dan April 2015, (T-9a s.d T-9g);
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubugan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat putus terhitung sejak putusan ini diucapkan;
3. Memerintahkan Tergugat membayar kompensasi PHK yang berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak Para Penggugat, sebesar Rp221.829.250,00 (dua ratus dua puluh satu juta delapan ratus dua puluh sembilan ribu dua ratus lima puluh rupiah), dengan rincian sebagai berikut: ...;
4. Memerintahkan Tergugat membayar upah Para Penggugat selama proses PHK sebesar Rp103.410.000,00 (seratus tiga juta empat ratus sepuluh ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut: ...;
5. Memerintahkan Tergugat membayar THR Tahun 2015 Para Penggugat sebesar Rp17.235.000,00 (tujuh belas juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut: ...;
6. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Para Penggugat sudah mengakui adanya surat panggilan kerja, namun para Pekerja-nya tersebut tetap tidak lagi masuk kerja sejak tanggal 23 Januari 2015, yang bila dihubungkan dengan Surat Anjuran tertanggal 26 Maret 2015, maka Pekerja telah mangkir sebelum adanya Anjuran Disnaker, dimana Para Penggugat sudah tidak masuk kerja kurang lebih 60 hari (23 Januari sampai awal April 2015) tanpa alasan yang sah.
Dengan tidak diindahkannya surat panggilan masuk kerja, serta tidak masuk bekerja di perusahaan, juga tidak menyampaikan alasan tidak masuk kerja, Para Penggugat dianggap mengundurkan diri sejak 29 Januari 2015, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 168 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Juga dengan memperhatikan hari kalender tahun 2015, dimana Hari Raya jatuh pada tanggal 17 Juni 2015, disisi lain hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat, telah putus sejak 29 Januari 2015, karena itu tidak ada kewajiban dari Tergugat untuk membayar Tunjangan Hari Raya tahun 2015.
Dimana terhadap keberatan-keberatan pihak Pengusaha, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 2 Desember 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 15 Desember 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa dalam eksepsi, surat kuasa sah dan gugatan Para Penggugat tidak ada pertentangan antara posita dan petitum sebagaimana telah benar dipertimbangkan oleh Judex Facti;
- Bahwa putusan Judex Facti yang memberi uang kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar satu kali ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sudah tepat dan adil karena sekalipun terbukti Tergugat telah memanggil untuk bekerja kembali kepada Para Penggugat namun terbukti sebelum perselisihan ini terjadi Tergugat berkeinginan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan efisiensi dengan kompensasi sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap pekerja;
- Bahwa namun demikian putusan Judex Facti perlu dilakukan perbaikan khususnya mengenai upah proses harus diperbaiki dari 6 (enam) bulan menjadi nihil, karena sejak tanggal 29 Januari 2015 Termohon Kasasi tidak masuk kerja;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : PT POWER STEEL INDONESIA tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 17/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Srg., tanggal 20 Oktober 2015 sehingga amarnya seperti yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. POWER STEEL INDONESIA tersebut;
“Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 17/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Srg., tanggal 20 Oktober 2015 sehingga amar selengkapnya menjadi sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubugan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat putus terhitung sejak putusan ini diucapkan;
3. Memerintahkan Tergugat membayar kompensasi PHK yang berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak Para Penggugat, sebesar Rp221.829.250,00 (dua ratus dua puluh satu juta delapan ratus dua puluh sembilan ribu dua ratus lima puluh rupiah), dengan rincian sebagai berikut: ...;
4. Memerintahkan Tergugat membayar THR Tahun 2015 Para Penggugat sebesar Rp17.235.000,00 (tujuh belas juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut: ...;
5. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.