Pembeli yang Beritikad Baik Vs. Pailitnya Developer

LEGAL OPINION
Question: Keluarga saya membeli ruko dari seorang penjual. Kemudian hari penjual tersebut pailit, dan mendadak kurator menyatakan tanah yang kami beli masuk sebagai aset pailit. Apakah benar demikian?
Brief Answer: Pada prinsipnya pembeli yang beritikad baik dilindungi oleh hukum, terlebih jual-beli hak atas tanah telah terjadi secara sempurna berdasarkan asas “terang” dan “tunai” sebelum penjual dinyatakan pailit, maka atas aset yang bukan lagi aktiva tetap debitor pailit, objek tanah sudah merupakan hak murni pembeli tanah—tidak lagi tersangkut-paut pada aktiva debitor pailit terlebih jatuh dalam boedel pailit.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Pengadilan Niaga Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara perlawanan (verzet) dalam perkara No. 06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.Sby tanggal 19 Agustus 2015, dimana yang menjadi pihak Terlawan ialah kurator PT. Dwimas Andalan Bali yang diangkat berdasarkan Putusan Pailit Pengadilan Niaga Surabaya No. 20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby tanggal 11 Agustus 2011.
Adapun yang menjadi pokok sengketa gugat perlawanan ini, ialah kurator dinilai telah keliru memasukkan unit rumah susun milik Pelawan yang telah diserahkan debitor pailit kepada Pelawan dan telah dikuasai oleh Pelawan lebih dari 1 (satu) tahun sebelum adanya putusan pailit terhadap debitor bersangkutan. Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, mengatur:
Putusan atas permohonan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan (Niaga) yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan Debitor.”
Adapun Penjelasan Resmi Pasal 3 Ayat (1) UU Kepailitan:
“Yang dimaksud dengan ‘hal-hal lain’, adalah antara lain, actio pauliana, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana Debitor, Kreditor, Kurator, atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit ...”
Sementara itu Pasal 21 UU Kepailitan menegaskan:
Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu diperoleh selama kepailitan.”
Ditegaskan kembali dalam Pasal 36 Ayat (1) UU Kepailitan:
Dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal-balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan Debitor dapat meminta kepada Kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh Kurator dan pihak tersebut.”
Dikaitkan dengan ketentuan Pasal 37 Ayat (1) UU Kepailitan:
Apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 telah diperjanjikan penyerahan pada barang dagangan yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka waktu dan pihak yang harus menyerahkan benda tersebut sebelum penyerahan dilakukan (ternyata kemudian) dinyatakan pailit, maka perjanjian menjadi hapus dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit, dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan maka yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi.” [Note Penulis: Semisal harga jual-beli telah dibayar lunas, namun objek jual-beli belum dilakukan penyerahan (levering) oleh penjual kepada pihak pembeli, maka perjanjian jual-beli demikian menurut hukum perdata, dimaknai sebagai belum tuntas. Momen-momen disaat levering itulah, yang paling krusial]
Perihal actio pauliana dalam kepailitan, dijumpai dalam norma Pasal 41 UU Kepailitan:
(1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang.
Sementara yang menjadi objek gugat perlawanan ialah telah dimasukkannya unit rumah susun yang nyata-nyata telah dikuasai oleh Pelawan karena telah diserahkan oleh PT. Dwimas Andalan Bali (Debitor Pailit) kepada Pelawan berdasarkan perjanjian jual-beli yang dilakukan jauh sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan.
Kurator dianggap tidak cermat, karena objek jual-beli kemudian dimasukkan sebagai boedel pailit. Pelawan telah membeli dan membayar lunas unit-unit rumah susun tersebut kepada PT. Dwimas Andalan Bali (PT. DAB) dan telah pula dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara Pelawan dengan PT. DAB sejak tahun 2008. Setelah dilakukan pembayaran lunas dan PPJB, PT. DAB telah menyerahkan unit-unit rumah susun tersebut kepada Pelawan yang mana dilakukan PT. DAB sejak tahun 2008 hingga akhir tahun 2009, jauh sebelum adanya putusan pernyataan pailit terhadap PT. DAB.
Setelah menerima penyerahan unit rumah susun dari PT. DAB, Pelawan pada tahun 2009 menyerahkan pengelolaan unit-unit rumah susun tersebut kepada PT. Dwimas Andalan Property untuk difungsikan sebagai hotel. Atas pengelolaan yang dilakukan oleh PT. Dwimas Andalam Property terhadap unit-unit satuan rumah susun milik Pelawan, Pelawan menerima pembagian keuntungan berupa Return of Investment dari PT. DAP yang diterima oleh Pelawan setiap tahun sekali.
Pada 11 Agustus 2011 berdasarkan putusan pailit dari Pengadilan Niaga Surabaya, PT. DAB dinyatakan Pailit. Kurator kemudian memasukkan objek sengketa milik Pelawan ke dalam Daftar Harta Pailit yang telah ditetapkan pada tanggal 10 Januari 2012.
PPJB yang dilakukan antara PT. DAB dengan Pelawan dilakukan jauh sebelum pernyataan putusan pailit dan barang dagangan berupa satuan unit rumah susun juga telah diserahkan oleh penjual dan selanjutnya dikuasai oleh Pelawan, jauh sebelum pernyataan putusan pailit. Dengan demikian, pada saat putusan pailit diucapkan Pengadilan Niaga, PT. DAB selaku pihak Terpailit, telah secara tuntas dan selesai menyerahkan masing-masing unit satuan rumah susun kedalam kekuasaan Pelawan yang telah membayar lunas.
Permasalahan timbul ketika pada saat dilakukan pernyerahan satuan rumah susun dari penjual kepada Pelawan, belum dilakukan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan PPAT untuk mengurus peralihan hak Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun dan hal tersebut bukan merupakan kesengajaan yang dilakukan penjual maupun pembeli.
Proses AJB hingga terbitnya Sertifikat tanah, tidak dapat dilakukan oleh penjual seorang diri, akan tetapi harus melibatkan beberapa instansi yang terkait dan berwenang diantaranya adalah Badan Pertanahan Nasional Kota Denpasar yang ternyata telah terjadi kelangkaan formulir sehingga harus mengantri antara kurun waktu tahun 2009 sampai pada saat PT. DAB dinyatakan pailit.
Tidak hanya milik Pelawan saja yang masih menunggu antrean sebab dari sekitar 150 unit satuan unit rumah susun yang didaftarkan PT. DAB untuk AJB dan penerbitan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMRS) yang dilakukan PT. DAB antara kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2009, baru 82 buah SHMRS yang dapat diterbitkan, dan 12 SHMRS yang sedang proses di notaris/PPAT sampai saat PT. DAB dinyatakan pailit, dimana sisanya tidak dapat dilanjutkan.
Pemohon mendalilkan, sebagai pembeli yang beritikad baik, maka seyogianya dilindungi oleh hukum. Dalam tahap ini, Kurator telah tidak melakukan gugatan “actio pauliana” guna membatalkan perikatan perdata yang telah dilakukan oleh Debitor dengan Pelawan. Selama tiada gugatan “actio pauliana”, maka perikatan perdata tersebut tetap sah mengikat boedel pailit.
Untuk itu Pemohon mendalilkan, adalah layak dan patut bila perjanjian jual-beli (PPJB) antara Pelawan dengan penjual yang sudah sampai pada proses “antrian AJB” dan “balik-nama” tersebut dapat dilanjutkan, sehingga semestinya objek sengketa tidak termasuk dalam Daftar Harta Pailit.
Terhadap “gugat Perlawanan” yang diajukan oleh sang pembeli unit satuan rumah susun, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari pembuktian yang diajukan oleh Pelawan, ternyata pembayaran atas ketiga objek sengketa perkara a quo telah lunas terbayar sejak tahun 2008;
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi yang diajukan oleh Para Pelawan telah menerangkan bahwa Pelawan telah membayar lunas objek sengketa dan telah diserahkan pengembang kepada Pelawan dan Pelawan telah menguasainya sejak tahun 2008, sedangkan proses pembuatan AJB belum dilakukan karena kelalaian pihak pengembang sendiri yang tidak serius mengurus AJB tersebut; [Note Penulis: Kalimat dengan garis bawah tersebutlah yang terpenting dan menjadi esensi dari “rasionalisasi levering”. Levering dan AJB / balik-nama merupakan beban tanggung jawab penjual, sehingga resiko tidaklah patut dibebankan kepada pihak pembeli yang telah membayar lunas.]
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi diketahui bahwa keterlambatan proses AJB atas dan pembuatan SHMRS disebabkan karena masalah teknis diluar tanggung jawab Para Pelawan, karena panjangnya antrean proses dimaksud;
“Menimbang, bahwa ahli menjelaskan bahwa objek sengketa merupakan milik Para Pelawan sebelum PT. DAB dinyatakan pailit, sehingga objek sengketa tersebut bukan merupakan harta pailit dan tidak boleh dimasukkan sebagai harta pailit;
“Menimbang, bahwa menurut ahli meskipun AJB dan SHMRS belum dibuat tidak berarti bahwa Pelawan bukan pemiliknya, karena hal itu merupakan proses administrasi belaka, sebab secara yuridis ketika objek sengketa telah menjadi milik Para Pelawan sebagai pembeli yang telah membayar lunas sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku;
“Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah PT. DAB dalam kedudukan sebagai penjual atas ketiga objek sengketa telah menjalankan kewajiban undang-undang sebagai konsekuensi pacta sunt servanda, dimana berdasarkan ketentuan Pasal 1475 KUHPerdata maka barang yang dijual tersebut telah menjadi milik pembeli;
“Menimbang, bahwa oleh karena hubungan antara ketiga objek sengketa dengan PT. DAB telah berakhir, maka Terlawan tidak berkualitas menurut hukum untuk memasukkan ketiga objek sengketa sebagai harta pailit PT. DAB;
“Menimbang, bahwa oleh karena antara ketiga objek tersebut telah beralih kepemilikan secara sah dan Para Pelawan telah melaksanakan kewajiban hukumnya kepada PT. DAB sebagai penjual, maka secara konstitusional hak-hak Para Pelawan patut dilindungi sesuai maksud Pasal 28H ayat 4 UUD RI 1945 yang menyebutkan: Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Ketika terjadi pertentangan norma untuk diimplementasikan, hakim akan merujuk pada norma yang derajatnya lebih tinggi, sehingga norma dengan derajat yang lebih rendah tidak lagi memiliki validitas. Perhatikan pula pertimbangan hukum Majelis Hakim yang sangat komprehensif berikut
“Menimbang, bahwa oleh karena prosedur dan tata cara Para Pelawan memperoleh ketiga objek sengketa tersebut didasarkan pada sebab yang sahih (ex pasal 1320 KUHPerdata) maka seketika itu, konstitusi (baca UUD RI 1945) memberikan perlindungan hukum atas hubungan kepemilikan ketiga apartemen milik Para Pelawan sehingga segala bentuk penerapan undang-undang dibawah UUD RI 1945 yang bertentangan dengan hubungan hukum yang dilindungi oleh konstitusi, harus dinyatakan tidak mempunyai daya mengikat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum PT. DAB telah menerima harga pembayaran objek sengketa secara lunas akan tetapi ia tidak mengurus dokumen AJB maupun SHMRS dan juga tidak mau menyerahkan segala dokumen yang berkaitan dengan ketiga objek tersebut, dan ketika ia menyerahkan segala dokumen yang berkaitan dengan ketiga objek tersebut dan ketika ia dinyatakan pailit maka ketiga objek tersebut dianggap seolah-olah sebagai harta pailit, padahal secara hukum objek sengketa tidak tidak ada hubungan hukum apapun dengan PT. DAB karena status ketiga objek sengketa adalah milik Para Pelawan, sehingga kesalahan-kesalahan administrasi yang dibuat PT. DAB tidak boleh dialihkan resikonya kepada Para Pelawan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum diatas bahwa diantara PT. DAB dengan ketiga objek sengketa dalam perkara a quo tidak ada hubungan hukum apapun, karena sejak tahun 2008 oleh sebab objek tersebut telah dijual kepada Para Pelawan, maka tindakan kurator / Terlawan yang hanya berdasarkan dokumen PT. DAB yang masih mencatat ketiga objek sengketa sebagai milik PT. DAB kemudian dijadikan dasar legitimasi Terlawan mengurus dan memasukkan ketika objek sengketa sebagai harta pailit, adalah tindakan yang bersifat melawan hukum, karena menarik keuntungan atas objek yang bukan milik PT. DAB, sehingga hal tersebut bertentangan dengan prinsip dan norma yang dianut dalam pergaulan internasional yang dikenal dengan istlah no body should benefit from crime (tidak seorang pun boleh medapat keuntungan dari suatu kejahatan);
“Menimbang, bahwa secara konstitusional tindakan kurator yang memasukkan ketiga objek sengketa sebagai harta pailit adalah bertentangan dengan hak keperdataan orang lain dan perlindungan terhadap hak milik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (4) UUD RI 1945 sehingga tindakan Kurator tersebut harus dibatalkan;”
Sebagai klimaks, tiba pada amar putusannya, Majelis hakim memutuskan secara tegas dan teguh “tak tergoyakan”:
“MENGADILI :
1. Menerima Gugatan Perlawanan dari Para Pelawan;
2. Menyatakan Para Pelawan adalah Pelawan yang sah dan benar;
3. Menyatakan Para Pelawan adalah pembeli yang beritikad baik, yang harus dilindungi oleh undang-undang;
4. Menyatakan sah perjanjian jual-beli / PPJB yang dilakukan antara PT. Dwimas Andalan Bali selaku Debitor Pailit dengan Para Pelawan atas satuan rumah susun yang terletak di Jl. ..., sebab telah dilakukan lebih dari 1 (satu) tahun sebelum pernyataan putusan pailit;
5.  Menyatakan telah dilakukan penyerahan atas barang jual-beli berupa satuan rumah susun terletak di Jl. ... tersebut dari PT. Dwimas Andalan Balai selaku Debitor Pailit kepada Para Pelawan, sebelum pernyataan putusan pailit;
6. Menyatakan perjanjian jual-beli / PPJB antara PT. Dwimas Andalan Bali selaku Debitor Pailit dengan Para Pelawan dilakukan dengan segala hak dan kewajiban dalam perjanjian khususnya proses AJB dan penerbitan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun, telah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib dilaksanakan baik oleh kurator maupun seluruh instansi yang terkait;
7. Menyatakan satuan rumah susun yang dibeli Para Pelawan dari Debitor Pailit: ... tersebut dikeluarkan / dicoret dari Daftar Harta Pailit;
8. Memerintahkan Terlawan untuk menangguhkan pelaksanaan putusan Pailit No. 20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby, sampai dengan upaya perlawanan ini mendapatkan putusan putusan yang berkekuatan hukum tetap;
9. Menyatakan Penetapan Daftar Harta Pailit dalam perkara No. 20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby, DIBATALKAN.”
Kurator mendalilkan, Pelawan tidak pernah hadir dalam rapat verifikasi kreditor untuk mengajukan diri sebagai kreditor, dalil mana tidak dibenarkan oleh Majelis, karena memang perikatan jual-beli serta peralihan hak telah “nyaris” tuntas meski belum tercatat dan sertifikat hak atas tanah.
Disini pula kita dapat menemukan ilustrasi sempurna inkonsistensi sistem Hukum Agraria Indonesia. Berdasarkan asasnya, peralihan hak atas tanah terjadi saat terpenuhinya asas “terang” dan “tunai”. Sementara yang dimaksud dengan “terang”, ialah pejabat yang berwenang dibidang pertanahan, yakni Pejabat Pembuat Akta Tanah, bukan pejabat Kantor Pertanahan. Begitupula perihal levering, sejatinya hanya berlaku dalam konteks jual-beli terhadap benda bergerak, karena benda tidak bergerak hanya tunduk pada asas “terang” dan “tunai”. Dengan demikian, ketika pembeli dan penjual menghadap PPAT untuk jual-beli, dan juga telah terbayar harga jual-beli, peralihan hak telah terjadi, meski balik-nama belum dilakukan oleh Kantor Pertanahan.
Permasalahan utama timbul, ketika Undang-Undang tentang Pokok Agraria mengatur, baik secara implisit muapun secara eksplisit, bahwasannya bukti kepemilikan ialah sertifikat hak atas tanah. Pendaftaran dilakukan demi kepastian hukum, demikian Pasal 19 Undang-Undang tentang Pokok Agraria mengamanatkan. Apakah artinya asas “terang” beralih makna dari semula PPAT sang pembuat AJB, menjadi Pejabat Kantor Pertanahan sang pembuat “blangko AJB”?
Meski demikian, yang paling menarik dari putusan Majelis Hakim sebagaimana tertuang diatas, ialah hakim menggunakan norma hukum dasar berupa Konstitusi UUD RI 1945 sebagai dasar untuk membatalkan list boedel pailit, dengan mengesampingkan undang-undang yang dinilai “membangkang” konstitusi.
Bila merujuk pada teori ilmu hukum konservatif, UUD RI 1945 dinilai tidak memiliki norma sekundair untuk memberi sanksi. Ilustrasi pada putusan gugat perlawanan ini menjadi contoh sempurna bahwa norma primair mampu membentuk norma sekundairnya sendiri lewat penerapan para hakim di pengadilan.
Sejauh pengamatan penulis, amatlah langkah Majelis Hakim yang mampu membedah perkara yang dihadapkan kepadanya dengan merujuk dan cross-examination suatu norma hukum terhadap norma konstitusi, sehingga menghasilkan output yang demikian komprehensif. Putusan Majelis Hakim ini pulalah, yang penulis anugrahkan sebagai putusan pengadilan paling elaboratif dalam konteks perkara kepailitan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.