Usia Tua Tidak Menjadi Hambatan Mutasi Tempat Kerja

LEGAL OPINION
KEPATUTAN PANGGILAN MASUK KERJA LEWAT TELEPON & SMS
Question: Usia yang sudah tua, apa bisa jadi alasan untuk keberatan terhadap mutasi tempat kerja ke kota lain?
Brief Answer: Mutasi, sepanjang tidak mengurangi tingkat jabatan ataupun hak-hak normatif sang Pekerja / Buruh yang biasa diterima, maka menjadi kewenangan pihak pemberi kerja untuk melakukan mutasi bila sebelumnya memang telah disepakati dalam Perjanjian Kerja, sekalipun sang Pekerja telah berusia lanjut bahkan mendekati usia pensiun.
PEMBAHASAN:
Sifat sadistik ketika Pekerja dikategorikan sebagai “mengundurkan diri”, meski telah belasan atau bahkan puluhan tahun bekerja pada pemberi kerja yang sama, terdapat sebuah cerminan konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 844 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 13 Oktober 2016, perkara antara:
- SAMUEL als. SAMUEL BODAMER als. SAMUEL JACOB, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PT. GOLD COIN INDONESIA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat merupakan karyawan tetap Tergugat, dengan jabatan Quality Assurance Officer (QAO), selama kurun waktu 18 tahun dan 9 bulan, yakni sejak tahun 1992 sampai tahun 2011. Penggugat dimutasikan ke PT. Gold Coin Indonesia kantor cabang Medan, sejak tanggal 2 April 2011, dengan jabatan: Supervisor Produksi.
Kebijakan mutasi oleh Tergugat, tanpa dirundingkan dengan Penggugat, sehingga Penggugat merasa keberatan. Bulan Mei 2011, Penggugat mengajukan cuti, dan setelah cuti Penggugat habis kemudian Penggugat disuruh Tergugat untuk datang ke Kantor PT. Gold Coin Indonesia. Akan tetapi ketika Penggugat masuk bekerja di perusahaan Tergugat, ternyata Tergugat melarang Penggugat masuk bekerja tanpa sebab dan atau tanpa alasan yang jelas, bahkan Penggugat dibuang begitu saja tanpa diberikan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima Penggugat sebagai akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak yang dilakukan Tergugat.
Bila Penggugat diberhentikan / dipecat karena ada kesalahan, seharusnya ada surat peringatan pertama, peringatan kedua hingga peringatan ketiga, barulah dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), itupun setelah memperoleh Penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (vide Pasal 151 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Oleh karena upaya penyelesaian secara Bipartit gagal mengalami deadlock, maka Penggugat menempuh upaya Mediasi pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Deli Serdang, akan tetapi tetap tidak tercapai kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat, oleh karenanya Mediator Disnaker menerbitkan Surat Anjuran, dengan substansi:
“MENGANJURKAN:
1. Diminta kepada pengusaha membayarkan Uang Pisah kepada Sdr. Samuel Bodamer dengan mempertimbangkan menambah uang pisah yang ditawarkan sebesar 8 (delapan) bulan Upah;
2. Diminta kepada pengusaha untuk membayar Upah selama proses (terhitung dari perundingan Mediasi) hingga ada putusan yang sah dari PPHI;
3. Diminta kepada kedua belah pihak untuk menjawab Anjuran secara tertulis, menerima atau menolak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak Anjuran diterima;
4. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menolak Anjuran, maka proses selanjutnya gugatan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Medan.”
Namun Penggugat menuntut agar Pengadilan Hubungan Industrial Medan memerintahkan Tergugat membayar Uang Pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja 1 kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan Uang Pengganti Hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan kemudian menjatuhkan putusan Nomor 09/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Mdn., tanggal 14 April 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat dikabulkan untuk sebagian;
- Menyatakan dan menetapkan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat adalah Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (karyawan tetap);
- Menghukum Tergugat untuk membayar Uang Pisah Penggugat sebesar Rp24.800.000,00 (dua puluh empat juta delapan ratus ribu rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Tergugat tidak memperhatikan kesejahteraan dan menelantarkan Penggugat dengan cara melakukan pemecatan yang direkayasa untuk menghindari Hak-hak Normatif dan Hak Pensiun Penggugat, karena pada waktu itu usia Penggugat sudah mencapai usia 53 tahun, sementara usia pensiun di perusahaan Tergugat ialah 55 tahun, namun Penggugat tidak diberikan Hak Pensiun karena rekayasa Tergugat yang sebetulnya pemecatan terselubung berdalih mutasi.
Tergugat mengatakan bahwa Penggugat selama 5 (lima) hari berturut-turut tidak masuk bekerja, tanpa menguraikan sejak kapan hingga kapan dihitung 5 hari tersebut, bahkan Tergugat tidak pernah menyampaikan Surat Panggilan sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut secara tertulis kepada Penggugat, sehingga dalil Tergugat yang mengatakan Penggugat mengundurkan diri, adalah tidak memenuhi prosedural norma Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Selama persidangan, Tergugat tidak ada mengajukan bukti Surat Panggilan sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut secara tertulis kepada Penggugat. Ternyata Tergugat melakukan mutasi, tanpa dirundingkan dan atau tanpa diberitahukan kepada Penggugat, karena Penggugat telah dibohongi oleh Tergugat karena kesepakatan dari awal pemutasian jabatan Penggugat tetap sebagai Quality Assurance Officer, akan tetapi dirubah tanpa sepengetahuan Penggugat menjadi Supervisor Produksi, yang sistem kerjanya mengharuskan Penggugat bekerja extra (tambahan), sementara kondisi usia Penggugat sudah memasuki usia tua (53) tahun, mendekati pensiun, sementara gaji tetap sekalipun dimutasi.
Kemudian Penggugat mengambil cuti dan disetujui Tergugat selama 14  hari, dan setelah cuti Penggugat berakhir, ternyata Tergugat kemudian menelepon Penggugat untuk tidak masuk bekerja lagi, karena PT. Gold Coin Indonesia sudah memberhentikan Penggugat.
Adalah akal-akalan Tergugat, yang mengatakan Penggugat tidak masuk bekerja setelah cuti 5 hari berturut-turut, demikian dalil sang Pekerja yang kehilangan hak pesangon meski telah mengabdi selama 19 tahun masa kerjanya. Seakan tidak terketuk pintu nurani untuk mengadili secara “berperasaan”, dimana terhadap keberatan-keberatan sang Pekerja yang telah berusia lanjut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 11 Mei 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 11 Juli 2016 dihubungkan dengan pertimbangan judex facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Pemohon Kasasi / Penggugat dimutasikan dari PT. Gold Coin Tanjung Morawa ke PT. Gold Coin Mabar Medan dengan alasan PT. Gold Coin di Tanjung Morawa akan ditutup, disamping itu Penggugat juga mendapat promosi jabatan dari Quality Assurance Officer menjadi Supervisor Produksi namun Pemohon Kasasi / Penggugat menolak mutasi tersebut, dengan alasan tidak sesuai dengan kondisi dan usianya yang sudah tua (53 tahun), padahal mutasi tersebut merupakan solusi yang patut dan wajar bagi Pemohon Kasasi / Penggugat dan mutasi adalah wewenang perusahaan tanpa mengurangi hak-hak Penggugat;
- Bahwa setelah Pemohon Kasasi / Penggugat selesai melaksanakan cuti selama 3 (tiga) minggu, kemudian Penggugat tidak masuk kerja lagi selama 5 (lima) hari bertutur-turut walaupun telah dipanggil melalui telepon maupun SMS, artinya Termohon Kasasi / Tergugat telah melalukan pemanggilan secara patut namun tidak direspon oleh Pemohon Kasasi / Penggugat;
- Dengan demikian maka berdasarkan Pasal 168 Ayat (1) juncto Pasal 156 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka Pemohon Kasasi / Penggugat di-PHK karena dikualifikasikan mengundurkan diri, dan hanya berhak atas Uang Penggantian Hak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi SAMUEL als. SAMUEL BODAMER als. SAMUEL JACOB tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi SAMUEL als. SAMUEL BODAMER als. SAMUEL JACOB tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.