Aspek Hukum Pekerja Sering Tidak Masuk Kerja


LEGAL OPINION
Question: Ini ada karyawan yang suka bolos, dan sudah sering diulangi sikap tidak disiplin demikian. Jika hanya dikatakna “no work no paid”, maka bisa berantakan nanti sistem produksi perusahaan, karena rendahnya disiplin pegawai. Bisa dimaknai sebagai mengundurkan diri, karyawan bersangkutan?
Brief Answer: Mahkamah Agung memiliki pendirian, sekalipun benar pekerja sering tidak masuk kerja atau mangkir, namun tidak ada bukti telah mangkir 5 (lima) hari kerja berturut-turut atau lebih dan telah dipanggil secara patut dan tertulis, maka pekerja bersangkutan tidak dapat dikualifikasi sebagai mengundurkan diri tanpa kewajiban bagi pihak pemberi kerja untuk membayar pesangon.
PEMBAHASAN:
Sebagai cerminan konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 871 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 20 Oktober 2016, perkara antara:
- PT. SINAR TERANG SIDAHARMA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- TAN YULI, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat merupakan Pekerja pada perusahaan Tergugat sejak tahun 1998 dengan jabatan sebagai Staf Administrasi. Sengketa bermula pada tanggal 31 Maret 2015 dimana Tergugat menerbitkan Surat Keterangan Pengalaman Kerja, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pekerja telah mengundurkan diri dari tugas dan pekerjaannya atas permintaannya sendiri, tetapi hal tersebut hanyalah bohong belaka karena pada kenyataannya Tergugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sewenang-wenang serta ingin menghindari dari kewajiban pemberian uang pesangon / Kompensasi PHK, sebab Penggugat tidak pernah membuat surat pengunduran diri.
Berkaitan dengan surat keterangan kerja yang diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat, pada dasarnya apabila Tergugat ingin melakukan PHK, Penggugat tidak keberatan asalkan perusahaan dapat membuktikan bahwa Penggugat telah melakukan kesalahan, meski dalam hal ini Tergugat yang justru melakukan PHK secara sepihak dan sewenang-wenang.
Sebagai konfirmasi, Penggugat sudah mencoba menghubungi Tergugat untuk menyelesaikan secara bipartit, namun karena tidak tercapai kesepakatan, maka Penggugat mengadukan perselisihan untuk dimediasi oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Pusat, dimana terhadapnya mediator kemudian menyampaikan Surat Anjuran, dengan pokok substansi:
1. Perusahaan PT. Sinar Terang Sidharma yang beralamat Jalan Krekot Jaya Molek Nomor 1 Jakarta Pusat agar mempekerjakan kembali Sdri. Tan Yuli, dengan posisi semula dan diberikan upah sebagaimana yang diterima setiap bulannya;
2. Pekerja Sdri. Tan Yuli agar dapat menerima sebagaimana pada point (1) tersebut diatas.”
Penggugat Tidak bersedia menerima Anjuran tersebut dengan alasan suasana kerja di tempat Tergugat sudah tidak kondusif dan tidak harmonis, ditambah lagi Penggugat sudah kecewa dengan sikap dan perbuatan Tergugat yang sepihak dan sewenang-wenang terhadap pegawainya sendiri.
Mengingat pula penolakan Tergugat terhadap Anjuran Suku Dinas Tenaga Kerja, maka Penggugat mengajukan gugatan perselisihan Pemutusan hubungan kerja terhadap Tergugat. Selama mempekerjakan Penggugat lebih kurang 17 tahun, Tergugat tidak pernah memberikan hak-hak pekerja diantaranya berupa: hak mendapatkan jaminan kesehatan (BPJS), hak cuti tahunan, maupun hak mendapatkan jaminan hari tua.
Merujuk kaedah norma Pasal 169 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat pengaturan:
(1) Pekerja / buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja / buruh.”
(2) Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang pengahargaan masa kerja 1(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 300/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.JKT.PST tanggal 25 April 2015, dengan amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa namun demikian karena disatu sisi Perusahaan / Tergugat memang berkeinginan mengakhiri hubungan kerjanya dengan Penggugat, sementara disisi lain Penggugat juga tidak berkeberatan;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat sejak putusan ini dibacakan;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kompensasi kepada Penggugat berupa Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak serta upah proses yang seluruhnya sebesar Rp89.060.000,00 (delapan puluh sembilan juta enam puluh ribu rupiah);
4. Membebankan biaya perkara kepada Negara sebesar Rp256.000,00 (dua ratus lima puluh enam ribu rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi yang pada pokoknya menyatakan Termohon Kasasi (pekerja) mengundurkan diri, tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 9 Mei 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 7 Juni 2016, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Termohon Kasasi tidak dapat dikualifisir mengundurkan diri karena tidak ada fakta hukum Termohon Kasasi telah melakukan dan atau memenuhi ketentuan Pasal 162 dan Pasal 168 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
2. Bahwa dari fakta hukum yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti bahwa benar Termohon Kasasi (pekerja) sering tidak masuk kerja atau mangkir, namun tidak ada mangkir 5 hari kerja berturut-turut atau lebih dan telah dipanggil secara patut dan tertulis, dan dengan adanya gugatan / tuntutan ex aequo et bono maka adil Pemutusan Hubungan Kerja dengan uang kompensasi sebagaimana telah benar diperhitungkan Judex Facti berpedoman pada ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 yaitu Penggugat berhak atas uang pesangon 1 (satu) kali Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4), serta upah proses 6 (enam) bulan sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Rumusan Pleno Kamar Tahun 2015;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. SINAR TERANG SIDAHARMA, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. SINAR TERANG SIDAHARMA, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.