LEGAL OPINION
Question: Agak bingung, sebenarnya yang dimaksud dengan pekerja tetap, itu selalu dimaknai full time, atau masih boleh lagi untuk kerja juga di tempat lain semisal sebagai freelancer atau sebagainya?
Brief Answer: Memang mengherankan, ketika mendapati bahwa praktik peradilan masih mempersepsikan bahwa Pekerja Permanen / Tetap selalu dipersepsikan identik dengan full time employee—padahal kedua konsepsi tersebut tidaklah kongruen. Bisa saja disepakati, sang Pekerja Tetap bekerja mulai dari pagi hanya hingga tengah hari, setiap hari kerjanya. Maka, diluar itu, dirinya bisa dibenarkan dan dibolehkan untuk bekerja bagi pihak pemberi kerja lain selepas / lewat dari waktu tersebut. Contoh: petugas pengumpul sampah rumah tangga, yang hanya bekerja tetap mengumpulkan sampah warga setiap subuh atau pagi hari, dan sifatnya rutin sebagai pekerja tetap yang dipekerjakan oleh RT / RW masing-masing wilayah warga.
Etos kerja budaya hubungan industrial di Tanah Air memang masih mengedepankan asas “kuantitas” waktu yang diberikan Pekerjanya, bukan kualitas kerja, meski sang Pekerja mungkin saja dapat mengerjakan bobot tugas kerja yang sama dengan jumlah waktu yang lebih efisien. Namun, demi menghindari sengketa yang tidak perlu terjadi, mengingat masih orthodoksnya pola budaya hubungan kerja di Indonesia, maka ilustrasi kasus konkret pada pembagian pembahasan di bawah ini menjadi salah satu pertimbangan untuk kita perhitungkan.
PEMBAHASAN:
Sebagai cerminan yang cukup tragis dimana memiliki double job dimaknai sebagai “mengundurkan diri”, perlu SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 203 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 18 Mei 2016, perkara antara:
- LEONIDAS, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- KANTOR HUKUM LONTOH & PARTNERS, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat diterima bekerja pada kantor Tergugat pada tanggal 1 Maret 2011, sebagai Lawyer Litigation (Pengacara Litigasi) dengan Jabatan Middle Associate. Setelah diterima sebagai karyawan tetap, maka tugas pokok Penggugat adalah sebagai Pengacara (Lawyer) Litigasi sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerja tertanggal 7 Maret 2011, dimana Penggugat mengklaim telah menjalankan seluruh pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Penggugat yang dibebankan, diminta atau diperintahkan oleh Tergugat.
Setelah bekerja selama 3 tahun 8 bulan pada Tergugat, namun tanggal 10 Desember 2014 terbit Surat Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh Tergugat, menyatakan Penggugat di-PHK. Tergugat melarang Penggugat untuk masuk bekerja pada kantor Tergugat, terhitung sejak tanggal 11 Desember 2014.
Setelah dilakukan mediasi oleh Dinas Tenaga Kerja setempat, terbit anjuran Mediator Disnaker agar Tergugat memberi Penggugat kompensasi pesangon akibat PHK, namun anjuran demikian ditolak oleh Tergugat. Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 140/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Jkt.PST, tanggal 17 September 2015, dengan amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa sesungguhnya sejak sebelum bulan Agustus 2014 Penggugat sudah bergabung atau bekerja pada Kantor Advokat Dan Konsultan Hukum Mile & Partners, dan kemudian pada bulan Agustus 2014 sudah tidak bekerja di Kantor Advokat Dan Konsultan Hukum Mile & Partners tersebut, namun kemudian Penggugat kembali bekerja di Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Mile & Partners tepatnya sejak tanggal 18 Agustus 2014, yaitu terhitung sejak Penggugat menanda-tangani surat kuasa sebagai konsultan hukum dari Kantor Advokat Dan Konsultan Hukum Mile & Partners untuk menangani perkara perdata Nomor 525/PDT.G/2014/PN.TNG di Pengadilan Negeri Tangerang sampai dengan putusan atas perkara tersebut tanggal 26 Februari 2015, dimana hal tersebut sengaja dirahasiakan dan tidak diberitahukan oleh Penggugat kepada Tergugat, yang menurut Majelis Hakim tindakan Penggugat yang dilakukan dengan sengaja merahasiakan, menyembunyikan dan tidak memberitahukan bahwa dirinya telah bekerja di tempat lain pada perusahaan lain yang sejenis dengan perusahaan Tergugat, dapat dikatakan sebagai tindakan telah tidak memberitahukan keterangan dengan benar atau keterangan palsu tentang status dirinya kepada Tergugat;
“Menimbang, bahwa dengan tidak diinformasikan secara benar atau dirahasikannya status Penggugat yang telah bekerja di tempat lain, menjadikan Tergugat tetap membayar upah Penggugat setiap bulannya, meskipun sebenarnya Penggugat sudah bekerja di tempat lain, hal ini menurut Majelis Hakim menunjukkan iktikad yang tidak baik dari Penggugat yang mengambil keuntungan dari ketidak-tahuan Tergugat dengan bekerja dan tetap menerima gaji dari Tergugat, yang tentunya tidak akan dibayarkan oleh Tergugat apabila Penggugat jujur dan memberitahukan tentang status dirinya yang sudah bekerja di tempat lain;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (2) Perjanjian Kerja Nomor ... , yang menyatakan “Pihak Pertama (Tergugat) dapat mengakhiri perjanjian ini apabila:
- Angka 2.2. Pihak Pertama (Penggugat) melanggar ketentuan perusahaan atau melakukan kelalaian / kesalahan yang dapat atau mengakibatkan kerugian Pihak Pertama (Tergugat);
- Angka 2.3. Pihak Kedua (Penggugat) gagal dalam memenuhi tuntutan prestasi atas pelaksanaan pekerjaan yang diminta oleh Pihak Pertama (Tergugat) meskipun Pihak Kedua (Penggugat) sudah diberikan peringatan baik secara lisan maupun secara tertulis;
- Angka 2.5. Pihak Kedua (Penggugat) memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan atau kepentingan Negara;
“Menimbang, bahwa atas tindakan Penggugat yang terbukti secara nyata-nyata telah bekerja pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Mile & Partners terhitung sejak tanggal 18 Agustus 2014 tanpa memberitahukan kepada Tergugat, menurut Majelis Hakim menunjukan bahwa Penggugat dengan sengaja secara diam-diam sudah tidak menginginkan lagi bekerja pada Tergugat, dan tindakan Penggugat yang dengan sengaja tetap bekerja serta menerima upah dari Tergugat meskipun telah bekerja di tempat lain, menurut Majelis Hakim menunjukan yang iktikad tidak baik dari Penggugat dengan menyembunyikan informasi dengan tujuan mencari keuntungan karena dapat dipastikan apabila Tergugat mengetahui Penggugat sudah bekerja di tempat lain tentu tidak akan menerima Penggugat tetap bekerja apalagi memberikan tugas pekerjaan kepada Penggugat serta membayar upahnya;
“Menimbang, bahwa setelah majelis memperhatikan dan mencermati bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan, ternyata selain Penggugat sudah bekerja di tempat lain, dalam tenggang waktu Penggugat sudah bekerja di tempat lain tersebut, Penggugat juga telah melakukan tindakan-tindakan yang merugikan Tergugat pada saat melaksanakan tugasnya sebagai mewakili Tergugat atas nama klien berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 19 Agustus 2014 (vide bukti T-2 (b)), dimana Penggugat tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan Tergugat, telah menyetujui pencabutan gugatan dari pihak lawan pada saat menjelang dibacakannya putusan dalam perkara perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor226/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim, sebagaimana tercantum dalam salinan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Reg. Nomor226/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim (vide bukti T-4);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, tindakan persetujuan pencabutan gugatan dalam perkara sebagaimana disebutkan diatas tersebut, yang menurut Penggugat dirinya telah membela hak dan kepentingan hukum kliennya, yaitu klien terlepas dari tuntutan gugatan PT. X dan tidak ada lagi beban dan kerugian pada klien, apalagi pencabutan tersebut sebagai tindak-lanjut atas adanya perdamaian antara klien dengan PT. X. Pada kenyataannya tidak pernah ada perdamaian antara klien Tergugat dengan PT. X sebagaimana yang dikemukakan Penggugat, namun justru memperpanjang proses penyelesaian perkara dengan adanya gugatan yang sama atas perkara dan pihak yang sama pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan antara PT. X dengan klien Tergugat sebagaimana Surat Kuasa Khusus atas perkara tersebut (vide bukti T-10), dan Majelis berpendapat hal tersebut tentunya telah memberikan dampak kerugian bagi Tergugat dan klien Tergugat terutama dalam segi waktu dimana telah menghabiskan waktu berbulan-bulan bagi Tergugat dalam menghadapi persidangan dan biaya-biaya yang ditimbulkan atas perkara tersebut, serta dapat mengurangi kredibilitas dan nama baik Tergugat dimata klien, yang menurut Majelis Hakim tindakan Penggugat tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (2) angka 2.2. Perjanjian Kerja;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, dikarenakan Penggugat terbukti telah bekerja di tempat lain dan Penggugat juga telah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar perjanjian kerja disamping itu Penggugat juga tidak berkeberatan diputus hubungan kerjanya oleh Tergugat, oleh karenanya dengan memperhatikan permohonan Penggugat dalam hal ini mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono), maka dalam perkara a quo Majelis Hakim menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung tanggal 18 Agustus 2014 dikarenakan Penggugat mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yaitu terhitung sejak dia bekerja di tempat lain, dan karenanya atas petitum Penggugat angka (3) yang meminta Majelis Hakim menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat haruslah dikabulkan;
“Menimbang, bahwa sekalipun secara yuridis Tergugat berkewajiban membayar upah Penggugat selama proses pemutusan hubungan kerja dari bulan Desember 2014 s/d adanya putusan hukum dari Pengadilan Hubungan Industrial, namun demikian dikarenakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat dinyatakan Putus terhitung sejak tanggal 18 Agustus 2014 dikarenakan Penggugat mengundurkan diri atas kemauan sendiri karena telah bekerja ditempat lain, maka Penggugat tidak berhak atas upah selama proses PHK;
“Menimbang, bahwa Pasal 162 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan ‘pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).’;
“Menimbang, demikian pula mengingat pemutusan hubungan kerja Penggugat dikualifikasikan mengundurkan diri dari perusahaan, maka mengacu pada ketentuan Pasal 162 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, namun mengingat besarnya uang penggantian hak terkait erat dengan besarnya uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang dalam perkara ini adalah sebesar nihil (Rp0,00), sehingga besarnya uang penggantian hak yang harus dibayarkan oleh Tergugat kepada Penggugat adalah sebesar 15% x Rp0,00 = Rp0,00 (nol rupiah);
“Menimbang, bahwa Pasal 162 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa ‘Selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) pekerja / buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri diberikan uang pisah yang besarnya dan pelakasanaanya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.’;
“Menimbang, bahwa berkenaan dengan uang pisah mengingat didalam perjanjian tidak diatur mengenai uang pisah, maka majelis hakim akan menentukan uang pisah sesuai ketentuan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Berdasarkan pertimbangan ini maka, dengan masa kerja Penggugat sejak 7 Maret 2011 sampai dengan pengunduran diri tanggal 18 Agustus 2014 adalah lebih dari 3 (tiga) tahun namun kurang dari 4 (empat) tahun, maka besarnya uang pisah yang harus dibayarkan Tergugat kepada Penggugat adalah sebesar 2 bulan upah, yaitu 2 x Rp4.000.000,00 = Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum diatas maka petitum Penggugat angka (5) agar Majelis Hakim memerintahkan Tergugat untuk membayar uang pesangon, uang penghargan masa kerja, dan uang pengantian hak serta upah bulan Desember 2014 s/d bulan Mei 2015, haruslah ditolak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 151 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pengusaha i.c. Tergugat dengan alasan apapun hanya dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja i.c. Penggugat setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan industrial kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang, tetapi faktanya Tergugat terbukti telah melakukan pemutusan hubungan kerja kepada Penggugat;
“MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak tanggal 18 Agustus 2014 dikarenakan Penggugat mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat uang pisah yang keseluruhannya berjumlah sebesar Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Sang Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa karena Pemohon Kasasi telah bekerja di kantor pengacara lain yang dibuktikan dengan adanya penanda-tanganan Pemohon Kasasi sebagai kuasa hukum, maka dengan demikian Pemohon Kasasi dapat dikualifikasikan telah mengundurkan diri;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: LEONIDAS tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: LEONIDAS tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.