KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Upah Minimum Sektoral Vs. Perjanjian Bersama

LEGAL OPINION
Question: Apakah melanggar hukum, membuat dan menyepakati upah dibawah UMS (Upah Minimum Sektoral) dengan para buruh dalam suatu Perjanjian Bersama? Untuk antisipasi saja, kalau-kalau nantinya buruh itu sendiri yang kemudian mencoba memungkiri apa yang sudah disepakati dalam Perjanjian Bersama.
Brief Answer: Prinsipnya, tingkat Upah tidak boleh dibawah Upah Minimum Regional / Kota (UMR/K), yang merupakan “jaring pengaman” (safety nett) hak-hak normatif kalangan Pekerja / Buruh. Namun Upah Minimum Sektoral yang nilainya diatas UMR, masih dapat disepakati lain dalam Perjanjian Bersama, sepanjang tingkat Upah yang disepakati tersebut tidak dibawah nilai yang telah ditetapkan dalam UMR/K.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 431 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 10 Agustus 2016, perkara antara:
- 38 orang Pekerja / Buruh, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula selaku Para Penggugat; melawan
- PT. RAHAYU SANTOSA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat merupakan pekerja PT. Rahayu Santosa, perusahaan yang memproduksi karoseri bus. Adapun pokok sengketa, ialah perihal UMK/UMSK yang diterapkan di Perusahaan Tergugat tidak sesuai dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat tertanggal 21 November 2014.
Berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Barat, maka upah tahun 2014 pada perusahaan PT. Rahayu Santosa dengan bidang usaha KBLI 2009 masuk kedalam kelompok UMSK III, yaitu kegiatan usaha pokok dibidang usaha karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
Sesuai Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat dengan penjelasan dari Dinas Sosial Tenaga kerja Kabupaten Bogor tertanggal 12 Mei 2015, menyatakan UMK/UMSK PT. Rahayu Santosa mengacu dan berpedoman pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Jawa Barat Nomor 131/G/2014/PHI/PN.Bdg, yang menyatakan bahwa PT. Rahayu Santosa masuk ke Sektor III, namun sampai saat ini perusahaan tersebut tidak kembali menjalankan isi putusan.
Berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Rahayu Santosa tentang Komponen Upah, selain upah pokok para pekerja juga mendapatkan tunjangan berupa uang makan dan uang transport, yang mana pada bulan Januari 2015 dan Februari 2015 para pekerja masih mendapatkan tunjangan uang makan Rp210.000,00 dan tunjangan uang Transport Rp266.000,00 namun tiba-tiba dihilangkan dari bulan Maret 2015 sampai dengan Desember 2015. Adapun dalam PKB telah disepakati:
“Komponen upah/gaji terdiri dari:
a. Gaji pokok;
b. Tunjangan Jabatan;
c. Tunjangan kemampuan/prestasi;
“Tunjangan tidak tetap terdiri dari:
a. Tunjangan Uang Makan;
b. Tunjangan transport.”
Mengingat PKB yang lama masih berlaku, selama PKB yang baru belum disahkan (Pasal 29 ayat 3 Permenakertrans Nomor 28 Tahun 2014). Penggugat meminta kekurangan upah yang seharusnya diterima, yang dimana tidak sesuai dengan sektor kelompok III, serta tunjangan uang makan dan tunjangan uang transport yang seharusnya dijalankan oleh Tergugat.
Sementara yang menjadi pokok tuntutan Penggugat, ialah agar Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial memberikan putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan upah yang dilakukan Tergugat bertentangan dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa barat tertanggal 21 November 2014 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat, kedalam kelompok UMSK III, dimana yang sudah diperkuat dengan Putusan Pengadilan Nomor 131/G/2014/PHI/PN Bdg, yang esensinya Tergugat harus menjalankan upah sektor III;
2. Memerintahkan Tergugat untuk membayar kekurangan upah atas upah yang seharusnya diterima Penggugat setiap bulannya, terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai putusan hubungan industrial ini memiliki kekuatan hukum tetap;
3. Memerintahkan Tergugat untuk membayarkan tunjangan uang makan dan tunjangan uang transport yang tiba-tiba hilang dari bulan Maret 2015 sampai dengan Desember 2015 serta tetap menjalankan tunjangan uang makan dan tunjangan uang transport dalam upah.
Sementara pihak Pengusaha dalam sanggahannya mendalilkan, pada tanggal 5 Februari 2015 antara Tergugat dengan Serikat Kerja / Buruh telah membuat dan menanda-tangani Kesepakatan Bersama Pembayaran Upah, yang isinya antara lain: mengesampingkan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Perubahan UMK Jawa Barat tentang Upah Minimum Kabupaten / Kota di Jawa Barat tahun 2015. Kesepakatan Bersama tertanggal 5 Februari 2015 antara Tergugat dengan pihak Serikat Pekerja, telah didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial Bandung.
Terhadap gugatan para Buruh, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung kemudian menjatuhkan putusan Nomor 244/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Bdg, tanggal 3 Maret 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Para Buruh mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Perjanjian Bersama yang di buat oleh Tergugat dengan Serikat Pekerja, mengenai pelaksanaan upah untuk tahun 2015 di PT. Rahayu Santosa adalah tidak prosedural dalam hal tata cara dan syarat untuk membuat Perjanjian Bersama, oleh karena upah merupakan hak pribadi antara pemberi kerja dan penerima kerja yang bersifat privat, yang apabila Pekerja ingin membuat Perjanjian Bersama untuk menentukan upah yang diwakilkan oleh Serikat Pekerja / Buruh, maka serikat pekerja haruslah mendapatkan surat kuasa dari setiap anggotanya.
Di persidangan, saat Tergugat telah menghadirkan saksi, yang salah satu dianaranya yakni Ketua Serikat Pekerja yang dimana terhadap pertanyaan Penggugat perihal: Apakah semua anggota Serikat Pekerja PT. Rahayu Santosa telah memberikan kuasa kepada Pengurus Serikat Pekerja PT. Rahayu Santosa untuk menyepakati Perjanjian Bersama yang dibuat oleh Tergugat dengan Serikat Pekerja PT. Rahayu Santosa, tentang Pelaksanaan Upah di PT. Rahayu Santosa tahun 2015?
Telah ternyata dari semua Anggota, tidak ada yang pernah memberikan kuasa kepada Pengurus Serikat Pekerja untuk mensepakati Perjanjian Bersama demikian, akan tetapi Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial tidak mengindahkan fakta hukum yang terkuat dalam persidangan, sehingga Penggugat menilai adanya kekhilafan Hakim dalam membuat putusan.
Hasil kesepakatan antara PT. Rahayu Santosa dengan Serikat Buruh, perihal Tunjangan Uang Makan dan Tunjangan Transport yang diganti menjadi Intensif, kesepakatan tersebut merupakan kesepakatan untuk tunjangan upah tahun 2016, sedangkan yang saat ini Penggugat permasalahkan dalam perkara ini, ialah perihal Tunjangan Upah yaitu Tunjangan Uang Makan dan Tunjangan Transport untuk tahun 2015.
Dimana terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti secara seksama memori kasasi tanggal 29 Maret 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 29 April 2016 dihubungkan dengan Putusan Judex Facti, dalam hal ini Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung, ternyata Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum dan telah memberi pertimbangan yang cukup, alasan-alasan kasasi tidak dibenarkan, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa mengenai penundaan pembayaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) telah ada kesepakatan atau perjanjian bersama yang telah didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 6735/BP/2015/PHI/PN.Bandung dan perjanjian tersebut telah memenuhi Pasal 1313, Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juncto Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: SUPRIONO dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :

Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. SUPRIONO, 2. KOMARUDIN, 3.SLAMET SUNARDI, 4. ABDUL CHAER, 5. YUDI SUHARYADI, 6. MAHPUDIN, 7. DODI NURIYADI, 8. NGAINUN NAJIB, 9. RYANTO MA’RUF, 10. ISKANDAR, 11. SUHANDI, 12. IRWAN SETIAWAN, 13. MUHAMAD YUSUF, 14. MISTUM, 15. AGUS HENDRA, 16. AHMAD JUNAEDI ABDILLAH, 17. PRIYANTO, 18. IWAN SETIAWAN, 19. MUHAMAD MAHRIZAL, 20. LYAN MAULANA HARAHAP 21. EKO HERNOWO, 22. DIYONO AJI WIRYO, 23. IMANUDIN EDI GUNAWAN, 24. ASEP KOSASIH, 25. NATA HANDIKA, 26. IRVAN, 27. MUHAMAD ALI, 28. HARIYADI, 29. SURYANA, 30. ADE MANSYUR, 31. ABDUL MALIK, 32. DIKDIK, 33. DIDIK YUDIYANTO, 34. AHMAD GUFRONIL AZIS, 35. RIDWAN, 36. EKO BAYU SAPUTRA, 37. NURDIN, 38. SUWARNO, Tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.