KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Skorsing Tanpa Batas Waktu, Sama dengan PHK

LEGAL OPINION
Question: Kalau dikenakan skorsing, hanya saja tanpa batas waktu yang jelas dari pihak perusahaan, itu apa namanya dan bagaimana pandangan hukumnya?
Brief Answer: Kebijakan skoorsing tanpa batas waktu yang jelas, sama artinya dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara terselubung. Bila Pekerja / Buruh dilarang melakukan mogok kerja tanpa batas waktu yang jelas, maka larangan yang sama berlaku pula sebaliknya saat pihak Pengusaha menerapkan kebijakan skoorsing.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan konkret, sebagaimana kaedah yuridisnya dapat SHIETRA & PARTNERS angkat bersumber dari putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 4 PK/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 9 Juni 2016, perkara antara:
- CV. FOUNTAIN, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu selaku Tergugat; melawan
- MUHTARUDIN, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat.
Penggugat merupakan karyawan di perusahaan Tergugat dari tahun 2001 sampai dengan 2010, dengan jabatan sebagai Assisten Kepala Bagian Es Krim (Asst. Kabag Es Krim). Pada tanggal 20 Juli 2010 Penggugat menerima surat skorsing (tidak boleh masuk bekerja) dari Tergugat dengan alasan Penggugat meninggalkan pekerjaan tanpa ada izin yang dikeluarkan pihak perusahaan untuk mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Medan, meski Penggugat sudah meminta izin dari pemilik perusahaan.
Selanjutnya pada tanggal 27 Agustus 2010, Penggugat menemui pihak Manajemen guna meminta klarifikasi perihal skorsing yang dilakukan secara sepihak oleh Tergugat terhadap Penggugat, sekaligus untuk memastikan kejelasan tentang status Penggugat selaku Karyawan pada perusahaan Tergugat. Namun Pengugat tidak mendapatkan jawaban yang jelas.
Pihak manajemen Tergugat menyatakan Penggugat tidak boleh lagi bekerja pada perusahaan Tergugat, terhitung sejak tanggal surat skorsing yang diterima Penggugat tanpa alasan yang jelas, serta Tergugat juga tidak ada memberikan gaji bulanan serta Tunjangan Hari Raya (THR) pada tahun 2010 yang seharusnya diterima oleh Penggugat.
Menyikapi persoalan demikian, Penggugat tetap datang ke perusahaan Tergugat untuk tetap bekerja seperti biasanya, namun security / satpam di perusahaan Tergugat menolak dan mengusir serta tidak memperbolehkan Penggugat masuk di perusahaan Tergugat hingga sore hari, dimana kehadiran Penggugat tersebut tetap dilakukan hingga setiap harinya.
Penggugat terus saja mendesak Tergugat guna menanyakan kepastian atas skorsing, meski demikian managemen Tergugat secara tegas menyatakan bahwa Penggugat tidak lagi sebagai karyawan di perusahaan Tergugat dan memutuskan hubungan kerja (PHK) secara sepihak kepada Penggugat tanpa alasan yang jelas, dimana surat skorsing yang dikeluarkan Tergugat tersebut tanpa batas waktu yang ditentukan serta tidak memiliki kepastian, hingga Tergugat dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan yang menelantarkan Penggugat sebagai karyawan. Akhirnya Penggugat memohon mediasi ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, hingga terbitlah anjuran Meditor, sebagai berikut:
“Agar perusahaan (Tergugat) membayar hak pesangon pekerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang ganti kerugian sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“Agar kedua belah pihak memberikan jawaban atas anjuran ini selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat anjuran ini;
“Apabila salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan.”
Penggugat merasa diterlantarkan atas modus PHK terselubung dengan kemasan “skorsing tanpa batas waktu” demikian, tanpa memberikan hak-hak Penggugat sebagai karyawan dan Penggugat juga tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) ataupun gaji-gaji perbulan dari bulan Agustus 2010 sampai dengan diajukan gugatan ini pada bulan Februari 2011, dan kemudian Penggugat juga memiliki istri dan anak-anak yang perlu nafkah.
Sementara dalam bantahannya, pihak Pengusaha mendalilkan, Penggugat mengajukan gugatan terhadap “CV Fountain”, namun Penggugat tidak ada dan tidak pernah menyebut siapa nama identitas, pemilik CV Fountain secara jelas dan terperinci.
Menurut hukum perdata, badan usaha berbentuk “CV” bukanlah merupakan suatu badan hukum (subjek Hukum) yang berwenang bertindak di muka Pengadilan (persona standi in judicio), sehingga ia tidak dapat menjadi pihak dalam suatu gugatan perdata, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Dengan demikian “CV Fountain” bukanlah badan hukum dan tidak merupakan subjek hukum yang dapat berdiri sendiri di depan pengadilan.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Medan kemudian menjatuhkan putusan Nomor 12/G/2011/PHI.Mdn., tanggal 4 Mei 2011, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat dikabulkan untuk sebagian;
- Menyatakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat adalah sepihak dan bertentangan dengan Pasal 151 ayat (3) juncto Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
- Menyatakan bahwa Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus karena pemutusan hubungan kerja;
- Menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak berupa pengganti perumahan dan perobatan, tunjangan hari raya, dan upah yang tidak dibayar selama tidak dibenarkan bekerja selama 6 bulan kepada Penggugat Muhtarudin, sebesar Rp51.096.450,00 (lima puluh satu juta sembilan puluh enam ribu empat ratus lima puluh rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat kasasi, yang kemudian mnejadi amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 70 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 6 Maret 2012, sebagai berikut:
MENGADILI :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi CV. Fountain tersebut.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan pokok keberatan bahwa Penggugat di hadapan persidangan tidak dapat membuktikan adanya surat pemutusan hubungan kerja dari perusahaan. Dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama alasan-alasan peninjauan kembali tanggal 12 Januari 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Juris, ternyata bukti-bukti peninjauan kembali yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali tidak ditemukan adanya bukti baru (Novum) dan juga tidak ada kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 67 huruf b dan f Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa tidak terbukti Pemohon Peninjauan Kebali telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Termohon Peninjauan Kembali akan tetapi Pemohon Peninjauan Kembali melakukan skorsing kepada Termohon Peninjauan Kembali tanpa batas waktu. Hal ini sama saja dengan PHK karena Termohon Peninjauan Kembali ingin bekerja tidak diizinkan karena menjadi saksi di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 19 Juli 2010;
“Bahwa kalau Termohon Peninjauan Kembali telah melanggar peraturan perusahaan Pasal 29 ayat (1) butir a yaitu meninggalkan pekerjaan tanpa izin, harusnya Termohon Peninjauan Kembali diberi surat peringatan terakhir akan tetapi Pemohon Peninjauan Kembali tidak memberikan kepada Termohon Peninjauan Kembali maka skorsing belum dapat dijatuhkan kepada Termohon Peninjauan Kembali, apalagi Pemohon Peninjauan Kembali menolak Termohon Peninjauan Kembali untuk bekerja karena Termohon Peninjauan Kembali di-PHK oleh Pemohon Peninjauan Kembali maka Termohon Peninjauan Kembali berhak atas pesangon;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali CV. FOUNTAIN tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali CV. FOUNTAIN tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.