Sifat Putusan Pengadilan Hubungan Industrial, Kompensasi bagi Pekerja

LEGAL OPINION
Question: Ada pegawai yang sudah bikin fraud sehingga rugikan perusahaan, mau dipecat sekaligus dituntut ganti-rugi, di PHI bisa?
Brief Answer: Dalam sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), tidak ada istilah Pekerja yang kemudian diperintahkan / dihukum Majelis Hakim untuk membayar sejumlah ganti-rugi kepada pihak Pengusaha layaknya perkara putusan perdata di Pengadillan Negeri. Sekalipun pihak Pengusaha yang berinisiatif menggugat, dan ternyata dikabulkan, tetap saja pihak Pengusaha yang diwajibkan PHI untuk membayar kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). [Note SHIETRA & PARTNERS: Untuk selengkapnya, lihat kaedah norma Pasal 161 UU Ketenagakerjaan.]
Jikalau pun memang sang Pekerja telah berbuat kesalahan hingga menimbulkan kerugian bagi pihak Pengusaha, maka disaat bersamaan Pengusaha dapat mengajukan gugatan ganti-rugi ke Pengadilan Negeri, bukan PHI, atau bahkan turut disaat bersamaan mengajukan laporan pidana bila terdapat unsur pidana agar dituntut oleh Jaksa Penuntut.
PEMBAHASAN:
Namun demikian, terdapat satu jenis hukuman dalam putusan PHI yang dapat dibebankan pada pihak Pekerja, yakni suatu kategorisasi aset perusahaan untuk dikembalikan oleh sang Pekerja. Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang menjadi salah satu rujukan SHIETRA & PARTNERS, yakni sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 140 PK/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 27 Desember 2016, perkara antara:
- SAMUEL SANDRO NILLU, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali semula selaku Tergugat; melawan
- PT. PLN (Persero) Wilayah Nusa Tenggara Timur, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat.
Tergugat adalah pekerja pada Penggugat sejak tahun 2008 dengan jabatan terakhir adalah sebagai Junior Engineer Teknik. Bermula pada bulan September 2013, Penggugat mendapat laporan pengaduan beserta kronologi peristiwa dari saudari MT, seorang karyawan Bank di Kupang yang menjadi korban perbuatan tidak bertanggung-jawab yang dilakukan oleh Tergugat, yaitu menghamili korban diluar ikatan nikah sah dan berakibat korban diberhentikan dari tempat kerja.
Tanggal 11 September 2013, Penggugat menerima surat dari Ombudsman RI Perwakilan NTT perihal Pemeriksaan Pegawai atas nama Samuel Sandro Nillu. yang diduga melakukan tindakan tidak patut, surat tersebut pada intinya meminta Penggugat melakukan pemeriksaan terhadap Tergugat dan pihak terkait lainnya untuk membuktikan kebenaran dari pengaduan korban.
Tanggal 14 Oktober 2013, Penggugat menerima surat dari Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Pemantau Penyelenggara Transpolitika RI Provinsi NTT perihal Rekomendasi yang pada intinya menerima Penggugat untuk mengambil tindakan tegas pemberian sanksi kepada Tergugat atas perbuatannya yang telah merusak citra PT. PLN Wilayah NTT.
Maka Penggugat mengambil langkah investigasi terhadap Tergugat. Hasil pemeriksaan dimaksud dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan tanggal 07 Oktober 2013 dan berita Evaluasi Pemeriksaan tertanggal 10 Desember 2013.
Berdasarkan hasil investigasi, Tergugat terbukti melakukan tindakan tidak patut yakni menghamili saudari MT tanpa pernikahan yang sah, hal mana melanggar perjanjian kerja bersama antara PT.PLN (Persero) dengan serikat pekerja PT. PLN (Persero) tentang peraturan disiplin pegawai, yang mengatur:
“Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan, martabat, dan citra perseroan atau pegawai.”
Terhadap pelanggaran tersebut, Tergugat dikenakan sanksi. Namun demikian, pada tanggal 22 Oktober 2014, Penggugat kembali menerima surat pengaduan dari wanita lain, bernama saudari AW, disusul dengan surat dari Ombudsman RI Perwakilan NTT tertanggal 10 Nopember 2014, perihal pemeriksaan pegawai atasnama Samuel Sandro Nillu.
Penggugat kembali melakukan investigasi terhadap Tergugat, hasil pemeriksaan kemudian dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Nomor tanggal 14 Nopember 2014 perihal permohonan penuntasan kasus terkait dengan perbuatan Tergugat yang telah menghamili Saudaei AW secara tidak bertanggung jawab tanpa pernikahan yang sah.
Perbuatan Tergugat merupakan perbuatan yang berulang dan dilakukan pada masa Tergugat sedang menjalani hukum disiplin. dan sesuai ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama tentang peraturan disiplin pegawai, telah diatur:
“Pegawai yang melakukan pengulangan pelanggaran disiplin pada saat sedang menjalani sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf (b) butir (3) atau (4) atau (5) dikenakan sanksi disiplin berat.”
Oleh karena Tergugat sedang menjalani hukuman disiplin pegawai yakni pelanggaran disiplin, namun kemudian kembali mengulangi pelanggaran serupa, maka Tergugat dikenakan sanksi yang lebih berat dari sanksi semula yakni Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana diatur dalam PKB: “Sanksi disiplin berat berupa Pemutusan Hubungan Kerja.”
Untuk melaksanakan sanksi PHK, maka pada tanggal 16 Desember 2014 diadakan perundingan bipartit antara Penggugat dan Tergugat, namun tidak mencapai kata sepakat, sehingga kemudian dilanjutkan dengan mencatatkan perselisihan ke Dinas Tenaga Kerja pemerintah Kota Kupang.
Tanggal 2 Februari 2015, mediator Dinas Tenaga Kerja menerbitkan anjuran tertulis, yang isinya agar Penggugat memberikan uang pesangon kepada Tergugat sebesar Rp54.004.000, akan tetapi Tergugat menolak anjuran mediator.
Oleh karena itu Penggugat mengajukan gugatan atas perselisihan tersebut dengan memohon agar Pengadilan Hubungan Industrial Kupang berkenan mengabulkan gugatan Penggugat dengan menyatakan bahwa hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus terhitung sejak putusan atas perkara ini diajukan, dan mewajibkan Penggugat untuk membayar hak-hak Tergugat yang timbul sebagai akibat PHK sesuai ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Disamping itu, oleh karena Tergugat selama dalam hubungan kerja dengan Penggugat, juga telah menerima pinjaman bantuan pemilikan rumah pegawai (BPRP) sebesar Rp34.341.552,00 dari Penggugat, dan baru dikembalikan angsurannya sebanyak 6 x Rp286.180,00 = Rp1.717.080, maka Tergugat berkewajiban mengembalikan sisa pinjaman sebanyak Rp34.341.552,00 dikurangi Rp1.717.080,00 = Rp32.624.472, pengembalian dilakukan sekaligus dan tunai sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku pada pihak Penggugat.
Terhadap gugatan pihak perusahaan, Pengadilan Hubungan Industrial Kupang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 8/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Kpg., tanggal 9 Juli 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai sebagaimana diatur dalam Lampiran Perjanjian Kerja Bersama Antara PT. PLN (Persero) Dengan Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) Nomor ... dan Nomor ... tentang Peraturan Disiplin Pegawai Pasal 8 ayat (8);
3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat berupa:
- Uang pesangon = Rp 24.304.000,00
- Uang penghargaan masa kerja = Rp 10.416.000,00
- Uang penggantian hak = Rp 5.208.000,00
Jumlah = Rp 54.004.000,00 (lima puluh empat juta empat ribu rupiah);
5. Mewajibkan Pengelola Dana Pensiun PT. PLN (Persero) untuk membayar hak Tergugat atas manfaat pensiun sesuai ketentuan yang berlaku;
6. Mewajibkan Tergugat untuk mengembalikan pinjaman Bantuan Pemilikan Rumah Pegawai (BPRP) sebesar Rp32.624.472,00 (tiga puluh dua juta enam ratus dua puluh empat ribu empat ratus tujuh puluh dua rupiah) sekaligus dan tunai sesuai ketentuan dan tata cara yang berlaku pada pihak Penggugat.”
Dalam tingkat kasasi, yang kemudian menjadi amar Putusan Mahkamah Agung register Nomor 588 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 30 November 2015 sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: SAMUEL SANDRO NILLU tersebut.”
Sang Pekerja mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali tentang adanya kekeliruan yang nyata tersebut dapat dibenarkan, tetapi bukan alasan kekeliruan yang nyata sebagaimana dimaksudkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali, karena setelah meneliti secara saksama alasan peninjauan kembali tanggal 8 Agustus 2016 yang diterima tanggal 16 Agustus 2016 dan jawaban alasan peninjauan kembali tanggal 26 September 2016 dihubungkan dengan pertimbangan putusan judex facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Kupang dan putusan judex juris Mahkamah Agung Republik Indonesia, ternyata kekeliruan yang nyata tersebut terdapat dalam amar putusan point 4 yaitu ‘Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat sejumlah Rp54.004.000,00’; yang seharusnya adalah ‘Menghukum Penggugat untuk membayar hak-hak Tergugat sejumlah Rp54.004.000,00’, sedangkan amar selebihnya sudah tepat dan benar;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Majelis Hakim Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung Republik Indonesia berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Samuel Sandro Nillu tersebut dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor 588 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 30 November 2015 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: SAMUEL SANDRO NILLU tersebut;
“Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 588 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 30 November 2015;
“MENGADILI KEMBALI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai sebagaimana diatur dalam Lampiran Perjanjian Kerja Bersama Antara PT. PLN (Persero) Dengan Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) Nomor ... dan Nomor ... Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Pasal 8 ayat (8);
3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap;
4. Menghukum Penggugat untuk membayar hak-hak Tergugat berupa:
- Uang pesangon = Rp 24.304.000,00
- Uang penghargaan masa kerja = Rp 10.416.000,00
- Uang penggantian hak = Rp 5.208.000,00
Jumlah = Rp 54.004.000,00 (lima puluh empat juta empat ribu rupiah);
5. Mewajibkan Pengelola Dana Pensiun PT. PLN (Persero) untuk membayar hak Tergugat atas manfaat pensiun sesuai ketentuan yang berlaku;
6. Mewajibkan Tergugat untuk mengembalikan pinjaman Bantuan Pemilikan Rumah Pegawai (BPRP) sebesar Rp32.624.472,00 (tiga puluh dua juta enam ratus dua puluh empat ribu empat ratus tujuh puluh dua rupiah) sekaligus dan tunai sesuai ketentuan dan tata cara yang berlaku pada pihak Penggugat.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.