PKWTT Bercorak Jangka Waktu Hubungan Kerja

LEGAL OPINION
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Wajib Didaftarkan Pada Otoritas Ketenagakerjaan sebagai Syarat Mutlak PKWT
TELAAH KASUS BEBAN PEMBUKTIAN SECARA RASIONAL
Question: Kok bisa, hakim bilang kalau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang melanggar jenis pekerjaan yang sebenarnya bersifat tetap atau jenis pekerjaan inti, PKWT itu tidak sah dan batal kecuali tentang jengka waktu berakhirnya kerja? Kalau dari awal ada sepakat kapan berakhirnya hubungan kerja, itu kan karakter dari PKWT, mengapa hakim bisa bilang kalau itu jenis pekerjaan tetap atau inti usaha, tapi disaat bersamaan menyatakan bahwa tanggal berakhirnya hubungan kerja tetap berlaku pada PKWT.
Brief Answer: Menyepakatinya kapan hubungan kerja berakhir, merupakan karakter mencolok dari esensi PKWT / Kerja Kontrak. Sementara yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), ialah jenis pekerjaan tetap sehingga merupakan esensi Pekerja Permanen yang tidak mengenal jangka waktu berakhirnya masa kerja. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan hanya mengenal PKWT dan PKWTT, tidak ada PKWTT yang justru memiliki kecenderungan layaknya PKWT yang memiliki unsur masa berlaku hubungan kerja.
Bila praktik demikian dibiarkan (meski kini telah menjadi yurisprudensi tetap / preseden baku yang berlaku di Mahkamah Agung RI), maka sama artinya membuka celah bagi kalangan pengusaha untuk mengikat setiap pekerjanya dengan PKWT, sekalipun jenis pekerjaan bersifat tetap ataupun core business, dengan tujuan untuk tidak lain untuk menghilangkan hak Pekerja / Buruh atas Upah Proses.
PEMBAHASAN:
Yang selama ini dipermasalahkan kalangan Pekerja / Buruh di Tanah Air, bukanlah perihal jenis pekerjaan yang diatur dalam suatu perjanjian kerja, baik PKWT maupun PKWTT, namun selalu perihal masa berlaku hubungan kerja. Salah kaprah praktik peradilan secara konkret dapat dicerminkan oleh SHIETRA & PARTNERS, sebagaimana putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pekanbaru sengketa hubungan industrial register Nomor 58/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Pbr. tanggal 24 November 2016, perkara antara:
- T INDANG SURI, sebagai Penggugat; melawan
- PT. SINAR MAS MULTI FAINANCE, selaku Tergugat.
Penggugat merupakan Pekerja dari Tergugat dengan sejak tahun 2010, dengan Jabatan Kasir. Tergugat kemudian melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Penggugat sejak 28 April 2016, dengan alasan habis masa kerja dalam Kontrak Kerja.
Mulanya, terhitung tanggal 20 Oktober 2010, Penggugat telah diangkat sebagai Karyawan Tetap. Namun kemudian pada Bulan Juni 2013, Penggugat disuruh oleh Tergugat untuk menanda-tangani Surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tanpa memberikan salinan Perjanjian tersebut pada Penggugat.
Tanggal 19 Juni 2014, Tergugat menyuruh Penggugat untuk menanda-tangani Surat PKWT untuk periode 28 April 2014 s/d 27 April 2015 dan kemudian kembali Tergugat menyuruh Penggugat untuk menanda-tangani Surat PKWT periode 28 April 2015 s/d 28 April 2016.
Penggugat menanda-tangani Surat PKWT yang disodorkan pihak Pengusaha, karena terpaksa akibat latar belakang ekonomi: sulitnya mencari pekerjaan, dan keterbatasan pengetahuan Penggugat tentang Hukum Hubungan Ketenagakerjaan.
Sementara dalam bantahannya, Tergugat mendalilkan bahwa Penggugat dan Tergugat memiliki Hubungan Kerja sejak 20 Oktober 2010 s/d 20 Januari 2011 dengan Perjanjian Kontrak Magang. Sejak 20 Januari 2011 s/d 20 Januari 2013, Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat adalah Hubungan Kerja Kontrak, yang kemudian diperpanjang dengan Kontrak berikutnya sejak tanggal 21 Januari 2013 s/d 21 Januari 2014.
Hubungan Kerja Kontrak antara Penggugat dan Tergugat kembali terjalin , sejak 28 April 2014 s/d 27 April 2015, yang kemudian diperpanjang kembali sejak 28 April 2015 s/d 28 April 2016. Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat berakhir tanggal 28 April 2016, sebagaimana isi dalam perjanjian Kerja Kontrak.
Dimana terhadap gugatan sang Pekerja yang menolak PHK dengan alasan habisnya masa kerja, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah mencermati Gugatan Penggugat dihubungkan dengan Jawaban Tergugat atas Gugatan tersebut, maka persoalan Pokok antara Penggugat dengan Tergugat adalah berkenaan dengan Tindakan Tergugat yang memutuskan Hubungan Kerja terhadap Penggugat;
Menimbang, bahwa beranjak dari hal tersebut diatas, maka masalah Yuridis yang harus dijawab adalah : ‘Apakah Tindakan Tergugat, yang memutuskan Hubungan Kerja terhadap Penggugat telah sesuai dengan Ketentuan yang berlaku?’;
“Menimbang, bahwa terhadap Kepatutan Pembebanan Pembuktian tersebut, dengan mengutip pendapat Paton yang mengatakan ‘Should not be forced on a person without very strong reasons’, yang berarti bahwa Pembebanan pembuktian tidak dapat dilakukan kepada seseorang tanpa alasan yang sangat kuat, maka Majelis berpendapat bahwa: Pembuktian dalam Perkara Aquo dibebankan terhadap Pihak yang paling mungkin untuk membuktikan atau terhadap Pihak yang paling sedikit dirugikan ketika upaya pembuktian dilakukan;
“Menimbang. Bahwa disamping mengajukan alat bukti surat, untuk menguatkan Gugatannya, Penggugat juga mengajukan seorang saksi yang bernama ... , yang dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan:
- Bahwa saksi mantan Karyawan Tergugat dan mengenal Penggugat sebagai Kasir;
- Bahwa saksi dan penggugat bekerja dengan didahului dengan Masa Percobaan;
- Bahwa menurut saksi, Saksi dan Penggugat tidak pernah menerima Sertifikat Pemagangan, Perjanjian Kerja tidak pernah didaftarkan di Dinas Ketenagakerjaan dan Penggugat tidak bekerja lagi sejak 28 April 2016;
“Menimbang, bahwa sebelum Majelis mempertimbangkan Tindakan PHK yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat, Majelis terlebih dahulu akan mempertimbangkan Bagaimana sebenarnya Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat, yakni Bagaimana Status Hubungan Kerja sejak 20 Oktober 2010 tersebut apakah sebagai Karyawan Permanen atau Karyawan Kontrak, yang olehnya akan dipertimbangkan pula apakah Penggugat memiliki Hak dalam Pemutusan Hubungan Kerja tersebut;
“Menimbang, bahwa dalam Gugatannya Penggugat mengakui bahwa Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat telah berlangsung sejak 20 Oktober 2010 sebagai Karyawan Permanen atau yang lebih dikenal dengan sebutan Hubungan Kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), sedangkan Tergugat mengakui hubungan kerja tersebut merupakan Hubungan Kerja / Karyawan Kontrak atau yang lazim disebut sebagai Hubungan Kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yang mana untuk menguatkan alasan Tergugat tersebut, Tergugat mengajukan Bukti T-1, T-2 dan T-3 serta Bukti P-3 dan P-4 yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;
“Menimbang, bahwa Pengakuan Tergugat dalam Jawabannya bahwa Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat dimulai dengan Status Hubungan Kerja Magang untuk Periode Kerja 20 Oktober 2010 s/d 20 Januari 2011, Pengakuan mana tidak disertai dengan Bukti adanya Perjanjian Tertulis Permagangan antara Penggugat dan Tergugat--yang disahkan oleh Dinas Ketenagakerjaan setempat--, Sertifikat Tanda Kelulusan, sehingga dengan demikian Dalil / Pengakuan tersebut bertentangan dengan Ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, dan Pasal 15 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 22/MEN/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Permagangan di Dalam Negeri dihubungkan pula dengan Bukti P-1 yang dengan tegas Tergugat mengakui bahwa Penggugat menjalani masa percobaan, olehnya Majelis berpendapat bahwa Periode Kerja 20 Oktober 2010 s/d 20 Januari 2011 merupakan Periode Kerja Masa Percobaan Kerja;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat dilanjutkan dengan Hubungan Kerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) / Kontrak sebagaimana dalil Tergugat yang dikuatkan melalui Bukti yang diajukannya T-1, T-2, T-3 dan P-3 P-4, Majelis mempertimbangkan sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 58 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PKWT tidak dapat mensyaratkan Masa Percobaan Kerja, dalam hal Masa Percobaan Kerja diisyaratkan dalam PKWT maka Masa Percobaan Kerja tersebut Batal demi Hukum. Ketentuan tersebut bermakna bahwa Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat dimulai sejak 20 Oktober 2010 untuk mana Perjanjian Kerja Waktu Tertentu antara Penggugat dan Tergugat, Periodenya Harus dimulai dari tanggal 20 Oktober 2010, dengan demikian Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat yang dilanjutkan dengan PKWT Nomor ... yang Periode Kerjanya dimulai dari tanggal 20 Januari 2011 s/d 20 Januari 2013 dan PKWT Nomor ... yang Periode Kerjanya dimulai dari tanggal 21 Januari 2013 s/d 21 Januari 2014 (Bukti T-1), Tidak Memenuhi Ketentuan dimaksud;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan seluruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) antara Penggugat dan Tergugat tersebut yakni PKWT Nomor ... yang Periode Kerjanya dimulai dari tanggal 20 Januari 2011 s/d 20 Januari 2013 dan PKWT Nomor ... yang Periode Kerjanya dimulai dari tanggal 21 Januari 2013 s/d 21 Januari 2014, serta PKWT Nomor ... yang Periode Kerjanya dari tanggal 28 April 2014 s/d 27 April 2015 dan Nomor ... yang periode kerjanya dari tanggal 28 April 2015 s/d tanggal 28 April 2016, berdasarkan Ketentuan Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa Ketentuan Pasal 59 Ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut menegaskan bahwa PKWT hanya dapat dibuat untuk Pekerjaan yang Jenis dan Sifat atau Kegiatan Pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Petunjuk Bukti T-1, T-2, T-3 dan P-3, P-4, Jabatan Penggugat untuk Periode Kerja dari tanggal 20 Januari 2011 s/d 20 Januari 2013 dan dari tanggal 21 Januari 2013 s/d 21 Januari 2014 adalah sebagai Customer Services Motor dan Fin/Acc (Finance / Accounting) Mobil, yang ditegaskan oleh Saksi dalam Keterangannya adalah Kasir, yakni suatu jabatan yang berfungsi untuk Melayani Pelanggan pada Perusahaan Tergugat dan Berfungsi untuk menjaga atau memegang Keuangan atau Administrasi Keuangan Tergugat;
“Menimbang, bahwa Tergugat merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa Keuangan yakni Pembiayaan atau Pemberian Kredit atas Pembelian Motor atau Mobil yang dilakukan oleh Pelanggan;
“Menimbang, bahwa Jabatan Customer Services Motor dan Kasir merupakan Jenis Pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan Para Pelanggan, dan Jenis Pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan Administrasi Keuangan Perusahaan, sehingga keberadaan kedua Jabatan / Jenis Pekerjaan tersebut merupakan Jabatan / Jenis Pekerjaan yang harus terus menerus ada, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu kegiatan Perusahaan / Tergugat serta tidak bersifat musiman dan tidak berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, produk tambahan yang masih dalam penjajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Ayat (1) (2) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berikut Penjelasannya, oleh karena itu, berdasarkan Jenis, Sifat dan Kegiatan Pekerjaan yang diperjanjikan, PKWT tersebut bertentangan dengan Ketentuan Pasal 59 ayat (1) dan (2) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Uraian dan Pertimbangan diatas, maka Majelis menyatakan bahwa PKWT antara Penggugat dan Tergugat Tidak memenuhi Ketentuan Materil yang telah diatur dalam Hukum Positif Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihubungkan dengan Ketentutan Pasal 13 Kepmenakertrans Nomor Kep. 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, PKWT harus dicatatkan oleh Pengusaha pada Dinas / Instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan setempat, namun Tergugat tidak pernah membuktikan bahwa terhadap PKWT antara Penggugat dan Tergugat telah dicatatkan pada Instansi dimaksud, dengan demikian PKWT antara Penggugat dan Tergugat tidak memenuhi syarat Formil yang telah diatur dalam Ketentuan dimaksud;
“Menimbang, bahwa dengan demikian seluruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) antara Penggugat dan Tergugat, merupakan Perjanjian yang bertentangan dengan Ketentuan Materil dan tidak memenuhi Ketentuan Formil yang telah diatur dalam Hukum Positif Ketenagakerjaan, maka berdasarkan Ketentuan Pasal 1320, 1335, 1337 KUHPdt dihubungkan dengan Ketentuan Pasal 59 Ayat (7) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagekerjaan, Pasal 15 ayat (2) Kepmenakertrans No. Kep 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Majelis menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tersebut Tidak Mengikat—kecuali mengenai kapan berakhirnya hubungan kerja—, untuk mana Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sehingga Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat merupakan Hubungan Kerja Tetap / Permanen;
“Menimbang bahwa Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat sejak 20 Oktober 2010 s/d 21 Januari 2014 merupakan Hubungan Kerja Permanen (PKWTT), demikian juga untuk Periode Kerja 28 April 2014 s/d 28 April 2016, maka terjadi Kekosongan Periode Kerja yakni sejak tanggal 22 Januari 2014 s/d 27 April 2014, kekosongan mana dipertimbangkan sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa dengan demikian, kekosongan Periode Kerja antara Penggugat dan Tergugat, atau yang lazim disebut sebagai waktu jeda / waktu tenggang, yakni antara tanggal 22 Januari 2014 s/d 27 April 2014, berdasarkan Ketentuan Pasal 1 Butir 15 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan haruslah dinyatakan tidak terdapat Hubungan Kerja;
“Menimbang, bahwa dengan demikian, Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat terdapat 2 (dua) Periode, yakni Periode Pertama sejak tanggal 20 Oktober 2010 s/d 21 Januari 2014, dan Periode Kedua 28 April 2014 s/d 28 April 2016, dengan Masa Jeda / Tenggang / Kosong selama 3 Bulan Tidak Ada Hubungan Kerja dimana Kedua Periode Kerja tersebut memiliki status Hubungan Kerja Tetap / Permanen;
“Menimbang, bahwa terhadap adanya Waktu Jeda / Tenggang / Kekosongan Hubungan Kerja tersebut, yang dikategorikan sebagai Tidak adanya Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat, Majelis mempertimbangkan sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dihubungkan dengan Ketentuan Pasal 55 dan Pasal 151 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dihubungkan pula dengan Ketentuan Pasal 1320, 1338 KUHPdt, dihubungkan pula dengan Petitum Butir 2 Gugatannya, maka PKWT antara Penggugat dan Tergugat mengikat kedua belah pihak khususnya mengenai Berakhirnya Hubungan Kerja;
“Menimbang, bahwa oleh karena itu, Majelis berpendapat bahwa Penggugat dan Tergugat telah Sepakat untuk mengakhiri Hubungan Kerja pada Periode Pertama pada tanggal 21 Januari 2014, dan Sepakat pula untuk mengakhiri Hubungan Kerja Periode Kedua pada tanggal 21 April 2016, untuk mana Majelis menyatakan bahwa Hubungan antara Penggugat dan Tergugat Putus sesuai Kesepakatan tersebut, dengan alasan Efisiensi;
“Menimbang, bahwa sekalipun Kedua Belah Pihak sepakat terhadap tanggal Pengakhiran Hubungan Kerja namun kedua belah pihak tersebut belum / tidak sepakat mengenai Hak-hak dalam Pemutusan / Pengakhiran Hubungan Kerja tersebut, untuk mana Majelis mempertimbangkan sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa oleh karena PKWT berubah menjadi PKWTT sehingga Hubungan Kerja antara Penggugat menjadi Tetap / Permanen, dan disamping itu Hubungan Kerja antara Penggugat, baik Periode Kerja Pertama maupun Periode Kerja Kedua Putus karena Efisiensi, dihubungkan dengan Petitum Butir 3 Gugatannya, maka Hak-hak Penggugat dalam Pemutusan Hubungan Kerja—baik Periode Kerja Pertama maupun Periode Kerja Kedua—adalah sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 164 ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni Uang Pesangon sebesar 2 (dua) kali Ketentuan Pasal 156 Ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali Ketentuan Pasal 156 Ayat (3), dan Uang Penggantian Hak sesuai Ketentuan Pasal 156 Ayat (4);
“Menimbang, bahwa Penggugat dan Tergugat tidak dapat menunjukkan besarnya Upah yang dibayarkan, oleh karenanya Majelis mengacu pada Ketentuan UMK yakni Peraturan Gubernur Riau Nomor 67 Tahun 2012 tentang Upah Minimum 12 (Dua Belas) Kabupaten / Kota se Propinsi Riau Tahun 2013, maka Upah Penggugat untuk Periode Kerja Pertama sebesar Rp. 1.450.000,- dan Keputusan Gubernur Riau Nomor Kpts 15/5/2016, tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota se Propinsi Riau Tahun 2016, Upah Penggugat untuk Periode Kerja Kedua sebesar Rp. 2.146.375,-;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Seluruh Uraian Pertimbangan diatas, dihubungkan dengan Petitum Butir 3 Gugatan Penggugat, maka Rincian dan Jumlah yang harus dibayar Tergugat kepada Penggugat dalam PHK tersebut adalah sebagai berikut: Penggugat T. INDANG SURI, Masa Kerja Periode Pertama 20 Oktober 2010 s/d 21 Januari 2014 yakni 3 Tahun 3 Bulan, dengan Upah Rp. 1.450.000,- dan Masa Kerja Periode Kedua 28 April 2014 s/d 28 April 2016, yakni 2 Tahun, dengan upah Rp. 2.146.375,-:
A. Periode 20 Oktober 2010 s/d 21 Januari 2014.
1. Uang Pesangon: 2 x 4 x Rp. 1.450.000,- = Rp. 11.600.000,-
2. Uang Penghargaan Masa Kerja: 2 x Rp. 1.450.000,- = Rp. 2.900.000,-
Total = Rp. 14.500.000,-
3. Uang Penggantian Hak: Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan 15% x Rp. 14.500.000,- = Rp. 2.175.000,-
JUMLAH YANG HARUS DIBAYAR OLEH TERGUGAT Pada Periode kerja Pertama = Rp. 16.675.000,-
B. Periode 28 April 2014 s/d 28 April 2016.
4. Uang Pesangon 2x3x Rp. 2.146.375,- = Rp. 12.878.250,-
5. Uang Penghargaan Masa Kerja = Rp.-.
Total = Rp. 12.878.250,-
6. Uang Penggantian Hak : Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan 15% x Rp. 12.878.250,- = Rp. 1.931.737,-
JUMLAH YANG HARUS DIBAYAR OLEH TERGUGAT Pada Periode kerja Kedua (Dibulatkan) = Rp. 14.810.000,-
Maka Jumlah Yang Harus dibayar oleh Tergugat Seluruhnya = Rp. 16.675.000,- + Rp. 14.810.000,- = Rp. 31.485.000,-
“Menimbang, bahwa setelah melakukan seluruh Pertimbangan dalam Putusan ini, Majelis menyatakan Gugatan Penggugat dikabulkan sebagian;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat terdapat dalam 2 (dua) Periode Masa Kerja;
3. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat untuk Periode Pertama PUTUS, sejak 21 Januari 2014;
4. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat untuk Periode Kedua, PUTUS, sejak 28 April 2016;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar secara Tunai dan Sekaligus, Hak-hak Penggugat akibat Putusnya Hubungan Kerja Periode Kerja Pertama dan Periode Kerja Kedua, yang seluruhnya berjumlah Rp. 31.485.000,- (Tiga Puluh Satu Juta Empat Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah);
6. Menolak Gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.