Performance Bond sebagai Instrumen Garansi yang Mengikat

LEGAL OPINION
Question: Sebetulnya kalau calon rekan bisnis menjanjikan diberi “performance bond”, apa artinya sudah benar-benar aman, atau musti direpotkan oleh segala tetek-bengek untuk menuntut pencairan ganti-rugi, bila pihak rekanan ternyata ingkar janji dikemudian hari? Katakan, seandainya nanti rekanan benar-benar tidak melaksanakan perjanjian, maka yang dituntut itu siapa, si rekanan yang memberi garansi, atau perusahaan asuransi yang menerbitkan polis performance bond? Apa bisa, perusahaan penerbit polis hanya mau mencairkan separuh dari nilai klaim dalam performance bond, dengan alasan si rekan bisnis telah melaksanakan pengerjaan mencapai 50% dari total proyek?
Brief Answer: Safety bond, atau yang biasa diistilahkan juga sebagai performance bond, merupakan instrumen legal yang termasuk domain produk asuransi—sesuai dengan namanya, yang dapat diartikan sebagai suatu jaminan / garansi atas suatu performa dalam perjanjian pokoknya, semisal perikatan prestasi mengerjakan suatu proyek. Karena sifatnya ialah asuransi, atau jaminan pertanggungan atas suatu event yang digaransikan, maka sifatnya dapat di-“cair”-kan atau di-klaim secara mudah dan efektif ketika pihak pemberi garansi terjadi wanprestasi terhadap perjanjian pokok.
Bila masih harus menempuh jalur hukum untuk mencairkan performance bond, maka sifat dari pertanggungan asuransi menjelma “gimmick” semata. Terlepas dari kendala yang kearp terjadi di lapangan saat mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi penerbit safety bond, praktik peradilan telah berpendirian bahwa safety / performance bond wajib dihormati dan diindahkan oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian pertanggungan berupa produk performance bond. Pada prinsipnya, mengajukan klaim performance bond harus sama mudahnya seperti mengajukan klaim asuransi biasa kepada perusahaan asuransi penerbit polis.
Sementara dalam hakekatnya, yang menjamin / menanggung ialah perusahaan asuransi penerbit polis, maka ketika klaim ditolak, maka sengketa ialah antara perusahaan penerbit polis dan pihak yang menerima janji jaminan garansi (performance bond)—semisal ketika rekanan bisnis bahkan sama sekali tidak membantah telah cidera janji, maka yang kemudian ingkar janji ialah perusahaan penerbit polis, bila klaim ditolak. Namun demi amannya, baik pihak perusahaan asuransi maupun rekanan bisnis yang ingkar janji, sama-sama didudukkan sebagai pihak Tergugat, agar tiada lagi yang dapat berkelit.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa klaim performance bond register Nomor 3053 K/Pdt/2011 tanggal 28 Juni 2012, perkara antara:
- PT. INDOMINCO MANDIRI, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
1. PT. ASURANSI ANDIKA RAHARJA PUTERA, selaku Termohon Kasasi I dahulu Tergugat; dan
2. PT. TRANS TEK ENGINEERING-SHANDONG MACHINERY & EQUIPMENT I/E GROUP CORPORATION JOINT OPERATION (TTE-SDMECO Joint Operation), selaku Termohon Kasasi II dahulu Turut Tergugat.
Penggugat adalah perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan batu-bara berdasarkan Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Bermaksud meningkatkan efisiensi dan produksi, Penggugat berencana untuk membangun pembangkit tenaga listrik (power plant) untuk keperluan kegiatan penambangan Penggugat. Untuk realisasi, Penggugat menunjuk kontraktor, yaitu Turut Tergugat, berdasarkan Joint Operation Agreement tanggal 13 Desember 2006 sebagai Kontraktor untuk pembangunan proyek ini, yang diberi nama Bontang Coal Fired Power Station(selanjutnya disebut “Proyek”).
Penggugat dan Turut Tergugat saling sepakat dan mengikatkan diri untuk melaksanakan proyek, dengan menanda-tangani Kontrak pada bulan Januari 2007 yang terdiri dari:
i.) Condition of Contract for EPC/Turnkey Project General Conditions, 1st Edition 1999 yang diterbitkan oleh Federation Internationale Des Ingenieurs-Conseils (FIDIC) (“FIDIC EPC/Turnkey General Conditions”);
ii.) Volume 1 (Conditions of Contract);
iii.) Volume 2 (Employer’s Requirements); dan
iv.) Volume 3 (Schedules); (secara keseluruhan selanjutnya disebut “Kontrak”), dimana Penggugat berkedudukan sebagai Employer / Prinsipal.
Sebagai jaminan pelaksanaan pekerjaan yang akan dilakukannya, berdasarkan FIDIC EPC/Turnkey General Conditions, Turut Tergugat wajib menyerahkan Performance Security, sehingga Turut Tergugat memberikan jaminan berupa Performance Bond tertanggal 16 Pebruari 2007 dengan jumlah sampai dengan USD 1,400,000.00 (“Performance Bond awal”) yang diterbitkan oleh Tergugat.
Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata Turut Tergugat tidak dapat melaksanakan kewajibannya sesuai Kontrak, walau demikian Penggugat selaku Employer, dengan itikad baik memberikan perpanjangan waktu penyelesaian (Time for Completion) Proyek hingga tanggal 1 Agustus 2008 melalui surat Penggugat kepada Turut Tergugat tertanggal 16 April 2008 dan perpanjangan ini telah disetujui pula oleh Turut Tergugat.
Sesuai dengan Pasal 4.2 paragraf 3 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions, Turut Tergugat wajib memperpanjang jangka waktu Performance Bond sampai selesainya seluruh pembangunan Proyek dan semua kekurangan atau kerusakan yang terjadi juga telah dilengkapi dan diperbaiki.
Sehubungan dengan perpanjangan waktu penyelesaian hingga 1 Agustus 2008, Turut Tergugat selanjutnya menyerahkan Performance Security berupa Performance Bond yang diterbitkan oleh Tergugat, tertanggal 16 April 2008 (sebagai pengganti Performance Bond Awal), dengan jumlah jaminan yang sama yaitu sampai dengan USD 1,400,000.00 (“Performance Bond”), dengan masa berlaku hingga tanggal 16 Agustus 2008, dan masa pengajuan klaim tiga puluh hari sejak akhir masa berlaku Performance Bond.
Faktanya, walaupun Penggugat telah memberikan perpanjangan waktu penyelesaian Proyek, ternyata Turut Tergugat tetap tidak dapat menyelesaikan Proyek hingga batas waktu yang ditentukan. Oleh karena Turut Tergugat masih tetap terikat untuk menyelesaikan proyek, maka Turut Tergugat wajib memperpanjang jaminannya (Performance Bond) sesuai ketentuan Pasal 4.2 paragraf 3 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions, hingga selesainya Proyek dan semua kekurangan / kerusakan telah dilengkapi / diperbaiki. Namun sampai tanggal 16 Agustus 2008 yang merupakan batas akhir berlakunya Performance Bond, Penggugat belum mendapatkan pengganti dari Performance Bond tersebut.
Penggugat masih memberikan toleransi waktu kepada Turut Tergugat untuk melaksanakan kewajibannya dengan memanggil Turut Tergugat pada tanggal 11 September 2008 untuk mendiskusikan perpanjangan waktu penyelesaian Proyek, dengan syarat Turut Tergugat wajib memberikan atau memperpanjang Performance Bond sebagai jaminan atas pelaksanaan kewajibannya.
Pertemuan antara Turut Tergugat dengan Penggugat pada tanggal 11 September 2008 di kantor Penggugat, diperoleh kesepakatan sebagai berikut:
i) Turut Tergugat menyanggupi untuk memperpanjang masa keberlakuan Performance Bond hingga tanggal 30 September 2008 sambil menunggu Turut Tergugat menyiapkan rencana konkrit yang jelas untuk disampaikan kepada Penggugat; dan
ii) Apabila masa berlakunya Performance Bond tersebut tidak juga diperpanjang, maka Penggugat akan mencairkan Performance Bond yang ada pada tanggal 15 September 2008.
Tanggal 12 September 2008, Penggugat kembali mengingatkan Turut Tergugat untuk memperpanjang masa berlakunya Performance Bond hingga 30 September 2008. Namun Turut Tergugat tidak pernah memperpanjang masa berlakunya Performance Bond tersebut. Kegagalan Turut Tergugat tersebut untuk memperpanjang Performance Bond, memberikan hak kepada Penggugat untuk mengajukan klaim secara penuh (full amount) atas jaminan yang termuat di dalam Performance Bond, sebagaimana diatur dalam Pasal 4.2 paragraf 4 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions:
“failure by the Contractor to extend the validity of the Performance Security as describe in the preceding paragraph in which event the Employer may claim the full amount of the Performance Security.”
Terjemahan bebas:
“Apabila Kontraktor gagal untuk memperpanjang keberlakuan Performance Security sebagaimana dideskripsikan dalam paragraf sebelumnya, maka Employer dapat menuntut pencairan Performance Security dengan jumlah maksimum yang terdapat didalamnya.”
Di dalam Performance Bond, Tergugat selaku perusahaan asuransi penerbitnya, telah menyatakan bahwa Penggugat selaku Prinsipal berhak untuk mengajukan klaim pencairan tanpa perlu membuktikan terlebih dahulu kepada Tergugat mengenai perihal wanpresatasinya Turut Tergugat (at sight claim) sebagaimana ditegaskan dalam salah satu butir klausulnya yang menyatakan:
“If the Contractor fails to satisfy any of its obligations under the Agreement, the Surety hereby agrees unconditionally to make a prompt payment up to the amount stated in clause 1 above to the Principal after receipt of the written demand from the Principal without necessity or requirement for the Principal to make any proof of the legitimacy of the claim made to the Surety or to the Contractor, or to make any prior demand or claim to the Contractor for payment of the same, notwithstanding whatsoever rights of objection on the part of the Contractor. The Surety shall deem the written demand from the Principal as a conclusive evidence of the claim against the Surety the payment under this Performance Bond.”
Terjemahan bebas:
“Apabila Kontraktor gagal memenuhi salah satu dari kewajiban-kewajibannya berdasarkan Kontrak, Penjamin dengan ini setuju dengan tanpa syarat untuk melakukan pembayaran dengan segera hingga sejumlah nilai yang tercantum dalam Pasal 1 diatas kepada Prinsipal setelah menerima permintaan tertulis dari Prinsipal tanpa diperlukannya atau disyaratkannya Prinsipal memberikan bukti legitimasi klaim kepada Penjamin atau kepada Kontraktor, atau untuk menyampaikan permintaan atau klaim sebelumnya kepada Kontraktor atas pembayaran untuk hal yang sama, terlepas adanya hak-hak penolakan dalam bentuk apapun dari sisi Kontraktor.”
Pengajuan klaim dapat dilakukan dalam jangka waktu 30 hari setelah lewatnya jangka waktu Performance Bond. Dengan demikian oleh karena Performance Bond berlaku sampai tanggal 16 Agustus 2008, maka pengajuan klaim dapat dilakukan paling lambat hingga mencapai tanggal 15 September 2008.
Penggugat telah mengajukan klaim pencairan pada tanggal 15 September 2008 sesuai jangka waktu terakhir yang ditentukan dalam Performance Bond, yang dilakukan secara resmi melalui surat dan diterima langsung oleh Technical Manager Tergugat. Oleh karena Penggugat tidak menerima dana pencairan Performance Bond dan Tergugat juga tidak memberikan kepastian mengenai kapan akan dilakukan pembayaran, akhirnya Penggugat mengirimkan surat teguran (somasi) kepada Tergugat pada bulan Oktober 2008 dan Desember 2008, agar segera mencairkan klaim Penggugat sebesar USD 1,400,000.00 dengan cara melakukan transfer langsung ke rekening Penggugat. Namun hingga gugatan ini diajukan, Tergugat belum juga mencairkan Performance Bond dimaksud.
Somasi kepada Tergugat akhirnya ditanggapi dengan pertemuan tanggal 17 Desember 2008 di Kantor Tergugat, dimana saat itu Tergugat juga menjamin akan melakukan pembayaran dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal pertemuan berdasarkan suratnya tertanggal 17 Desember 2008.
Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, Tergugat berinisiatif untuk melihat sendiri kondisi Proyek dengan mengirimkan surat permohonan ijin tertanggal 22 Desember 2008 untuk masuk area Proyek. Tergugat juga menunjuk PT. Bahtera Arung Persada untuk melakukan penilaian terhadap Proyek yang sudah dikerjakan.
Tanggal 24 Desember 2008 PT. Bahtera Arung Persada telah selesai melakukan survey atas Proyek yang telah dikerjakan dengan membuat Minuta Rapat yang ditanda-tangani oleh Penggugat dan PT. Bahtera Arung Persada. Akan tetap secara mendadak Tergugat menyatakan tidak dapat melakukan pembayaran sebagaimana dinyatakan dalam suratnya tanggal 22 Desember 2008, dengan alasan Proyek masih berjalan dan Kontrak antara Penggugat dan Turut Tergugat telah berakhir pada tanggal 1 Agustus 2008.
Alasan Tergugat untuk tidak melakukan pembayaran, dinilai mengada-ada, karena tanggal 1 Agustus 2008 tersebut hanya merupakan tanggal perpanjangan waktu penyelesaian (time for completion) Proyek yang diberikan oleh Penggugat kepada Turut Tergugat, yang bagaimana pun fakta hukumnya ialah telah wanprestasi dalam prestasi pengerjaan Proyek.
Oleh karena Turut Tergugat tetap tidak melakukan kewajibannya walaupun telah diberikan perpanjangan waktu, akhirnya Penggugat terpaksa memutuskan hubungan Kontrak pada tanggal 6 Oktober 2008, yang berlaku efektif tanggal 20 Oktober 2008.
Dengan demikian Tergugat telah dengan nyata mencoba menyesatkan dan membelokkan permasalahan dengan mencampur-adukkan pengertian masa berlakunya Kontrak dengan perpanjangan waktu penyelesaian (time for completion).
Tergugat selalu mengulur-ulur waktu dan mempermainkan Penggugat, padahal Penggugat telah beberapa kali memberi kesempatan yang cukup kepada Tergugat untuk melakukan pencairan Performance Bond, termasuk menunggu realisasi dari janji yang diberikan Tergugat untuk melakukan pembayaran dalam jangka waktu 30 hari sebagaimana suratnya pada tanggal 17 Desember 2008.
Tergugat melakukan wanprestasi dengan tidak mencairkan Performance Bond, itulah esensi dari gugatan ini, bukan perihal Turut Tergugat terhadap kondisi Proyek. Penggugat telah beritikad baik untuk memberikan jangka waktu dan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan supaya Tergugat dapat segera mencairkan Performance Bond, walaupun hal tersebut tidak diwajibkan, namun sampai dengan gugatan ini didaftarkan Tergugat belum juga melakukan kewajibannya bahkan menolak untuk melakukan pencairan Performance Bond yang diterbitkannya sendiri.
Tergugat telah terbukti melakukan wanprestasi karena tidak mencairkan Performance Bond sesuai permintaan Penggugat, karena pencairan Performance Bond merupakan kewajiban bagi Tergugat, berdasarkan Performance Bond apabila Turut Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya berdasarkan Kontrak Pengerjaan Proyek. Apalagi Performance Bond juga telah mengatur secara eksplisit, bahwa Penggugat tidak perlu membuktikan terlebih dulu wanprestasi-nya pihak Turut Tergugat, baik kepada Tergugat maupun Turut Tergugat, dan tidak ada kewajiban Penggugat untuk meminta persetujuan atau pemberitahuan terlebih dulu kepada Turut Tergugat.
Oleh karena Tergugat hingga kini belum juga mencairkan Performance Bon sesuai kewajibannya, sehingga secara logis menimbulkan kerugian bagi pihak Penggugat. Dengan tidak dicairkannya Performance Bond, dengan demikian Penggugat berhak menuntut ganti-rugi, denda dan bunga kepada Tergugat sebagaimana ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata yang mengatur:
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang seharusnya diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”
Senada dengan norma Pasal 1246 KUHPerdata, yang menyatakan:
“Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya.”
Sementara pihak Tergugat selaku perusahaan asuransi penerbit polis, dalam sanggahannya mendalilkan, gugatan Penggugat adalah error in persona, yaitu tidak tepat karena gugatan seharusnya ditujukan langsung kepada PT. Trans Tek Engineering-Shandong Machinery & Equipment I/E Group Corporation Joint Operation (TTE-SDMECO Joint Operation) ( “PT. Trans Tek”), karena jelas sekali terlihat dalam dalil-dalil gugatan tersebut bahwa Penggugat telah banyak menyatakan PT. Trans Tek (Turut Tergugat) telah melakukan wanprestasi terhadap Kontrak/Perjanjian yang dibuat antara Penggugat dengan Turut Tergugat, maka Tergugat tidaklah dalam posisi dapat menanggapi dalil-dalil gugatan Penggugat tersebut, sehingga sudah selayaknya kalau PT. Trans Tek yang dijadikan sebagai Tergugat.
Gugatan Penggugat juga adalah kabur (obscuur libel) atau tidak jelas karena dalam dalil-dalil gugatannya, Penggugat jelas-jelas menyatakan PT. Trans Tek (Turut Tergugat) tidak dapat melaksanakan kewajibannya sesuai Kontrak, sehingga PT. Trans Tek (Turut Tergugat) telah melakukan wanprestasi, akan tetapi selanjutnya Penggugat juga menyatakan kalau Tergugat juga telah melakukan wanprestasi kepada Penggugat, padahal dalam gugatannya, Penggugat jelas sekali menempatkan PT. Trans Tek hanya sebagai Turut Tergugat walaupun dalam dalil-dalil gugatannya, Penggugat secara jelas menyatakan PT. Trans Tek telah melakukan wanprestasi terhadap Kontrak diantara mereka, sehingga sudah selayaknya demi hukum gugatan yang kabur dan tidak jelas tersebut, seharusnya ditolak. [Note SHIETRA & PARTNERS: Suatu teknik akrobatik pengalihan isu yang terbukti efektif, sebagaimana akan kita jumpai dalam amar putusan Pengadilan Tinggi.]
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel tanggal 18 Agustus 2009, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi terhadap Penggugat;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar USD 1,400,000.00 (satu juta empat ratus ribu Dollar Amerika Serikat);
4. Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi seluruh isi putusan;
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat dan Turut Tergugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan Nomor 494/PDT/2010/PT.DKI tanggal 21 Maret 2011, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Pembanding II semula Turut Tergugat dalam eksepsinya mengemukakan bahwa berdasarkan Kontrak, khususnya Pasal 20.4 FIDIC Conditions (bukti P-1a), apabila terjadi perselisihan antara para pihak yang terkait dengan kontrak, maka para pihak telah sepakat akan membawa perselisihan tersebut kepada DAB (Dispute Adjudication’s Board) dan pada intinya apabila para pihak tetap tidak puas dengan putusan DAB, maka berdasarkan Pasal 20.6 FIDIC Conditions akan diselesaikan melalui Arbitrase (dalam hal ini, Badan Arbitrase Nasional Indonesia / BANI);
“Menimbang, bahwa eksepsi Pembanding II semula Turut Tergugat tersebut beralasan dan berdasar hukum, maka Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa yang berwenang mengadili perkara a quo adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia, oleh karenanya keberatan yang diajukan oleh Pembanding II semula Turut Tergugat baik dalam eksepsi maupun dalam Memori Banding dinyatakan dapat diterima;
“Dalam Pokok Perkara:
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Tingkat Banding meneliti dengan seksama ternyata Perjanjian Perdamaian (Akta Van Dading) masih terdapat pihak yang tidak ikut dalam Perjanjian Perdamaian (Akta Van Dading) tersebut, yaitu Pembanding II semula Turut Tergugat, oleh karenanya dalam tingkat Banding Majelis hanya mempertimbangkan mengenai permohonan Pembanding II semula Turut Tergugat;
“Menimbang, bahwa eksepsi Pembanding II semula Turut Tergugat dapat diterima, oleh karenanya gugatan Terbanding semula Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima untuk Pembanding II semula Turut Tergugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 18 Agustus 2009, yang dimohonkan banding tersebut harus dibatalkan dan Majelis Hakim Tingkat Banding akan mengadili sendiri yang amar selengkapnya sebagaimana tercantum dalam putusan dibawah ini;
MENGADILI :
“Menerima permohonan banding dari Pembanding II semula Turut Tergugat tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Agustus 2009, yang dimohonkan banding;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Eksepsi:
- Menerima Eksepsi Pembanding II semula Turut Tergugat;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Terbanding semula Penggugat, tidak dapat diterima.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa pertimbangan hukum dari Judex Facti Tingkat Banding tidak mempertimbangkan secara lengkap keseluruhan pokok sengketa, dimana pokok perselisihan dalam perkara ini adalah hanya mengenai perselisihan tentang pelaksanaan Performance Bond antara Penggugat dengan Tergugat, dimana Performance Bond tersebut merupakan jaminan pelaksanaan kerja Proyek dalam Kontrak antara Penggugat dengan Turut Tergugat. Dengan demikian, pokok sengketa dalam perkara ini bukan perselisihan langsung terkait pelaksanaan Kontrak antara Penggugat dengan Turut Tergugat.
Penggugat hanya meminta Pengadilan untuk menyatakan Tergugat terbukti wanprestasi, karena tidak memenuhi janjinya untuk mencairkan Performance Bond setelah adanya permintaan tertulis dari Penggugat. Penggugat sama sekali tidak meminta Pengadilan untuk menyatakan Turut Tergugat dinyatakan melakukan wanprestasi terhadap Performance Bond tersebut, dan/atau untuk menyatakan Tergugat dan Turut Tergugat telah melakukan wanprestasi terhadap Kontrak Pengerjaan Proyek yang bukan menjadi dasar hukum gugatan wanprestasi ini.
Performance Bond, hakekatnya diterbitkan dengan sifat “irrevocable” (tidak dapat dicabut kembali) dan “unconditional” (tanpa syarat), dalam arti: untuk pencairannya tidak diperlukan adanya syarat-syarat tertentu, misalnya harus terlebih dahulu didahului dengan tuntutan / pernyataan wanprestasi terhadap Turut Tergugat, melainkan cukup dengan adanya permintaan pencairan dari Penggugat, serta menuntut Tergugat agar membayar nilai jaminan yang tertuang dalam Performance Bond.
Dalam Performance Bond tersebut, ditegaskan pula:
“Now, therefore, by this Performance Bond, the Surety hereby provide an irrevocable and unconditional commitment and guarantee in favor of the Principal that: …;
“If the Contractor fails to satisfy any of its obligations under the Agreement, the Surety hereby agrees unconditionally to make a prompt payment up to the amount stated in clause 1 above to the Principal after receipt of the written demand from the Principal without necessity or requirement for the Principal to make any proof of the legitimacy of the claim made to the Surety or to the Contractor, or to make any prior demand or claim to the Contractor for payment of the same, notwithstanding whatsoever rights of objection on the part of the Contractor;
The Surety shall deem the written demand from the Principal as a conclusive evidence of the claim against the Surety for the payment under this Performance Bond.”
Terjemahan bebas:
“Apabila Kontraktor (dalam hal ini Turut Tergugat) gagal memenuhi salah satu dari kewajiban-kewajibannya berdasarkan Kontrak, Penjamin dengan ini setuju tanpa syarat untuk melakukan pembayaran dengan segera sampai sejumlah nilai yang tercantum dalam Pasal 1 tersebut di atas kepada Principal (dalam hal ini Penggugat) setelah menerima permintaan tertulis dari Prinsipal tanpa diperlukannya atau disyaratkannya Prinsipal untuk memberikan bukti keabsahan klaim / tuntutan kepada Penjamin atau kepada Kontraktor, atau untuk menyampaikan permintaan atau klaim sebelumnya kepada Kontraktor atas pembayaran untuk hal yang sama, terlepas adanya hak-hak penolakan dalam bentuk apapun dari sisi Kontraktor;
“Penjamin akan mempertimbangkan permintaan tertulis dari Prinsipal sebagai bukti utuh atas tuntutan / klaim kepada Penjamin untuk pembayaran sesuai dengan Performance Bond.”
Dengan demikian, Tergugat (terlebih Turut Tergugat) tidak dapat berdalih dengan dalil apapun untuk mencegah pembayaran klaim kepada Penggugat, termasuk dengan menyatakan tuntutan pembayaran belum sah karena masih ada sengketa/perselisihan yang harus diselesaikan di Dispute Ajudication’s Board (DAB) dan/atau BANI berdasarkan isi Kontrak.
Lebih lanjut dalam Performance Bond tertanggal 16 April 2008, telah disepakati pula:
“If the Principal grants a time extension to the Contractor for its performance or allows the Contractor to deviate from any terms and conditions of the Agreement without knowledge of the Surety, such time extention or deviation of the terms and conditions of the Agreement shall not in any way affect the unconditional obligation of the Surety to make this immediate payment under this Performance Bond.”
Terjemahan bebas:
“Jika Prinsipal memberikan perpanjangan waktu pelaksanaan kepada Kontraktor atau mengijinkan Kontraktor untuk menyimpang dari ketentuan dan syarat-syarat dalam Kontrak tanpa memberitahukan hal tersebut kepada Penjamin, maka adanya perpanjangan waktu atau penyimpangan ketentuan dan syarat-syarat dalam Kontrak tersebut tidak akan, dalam hal apapun, memberikan pengaruh atas kewajiban tanpa syarat dari Penjamin untuk segera melakukan pembayaran berdasarkan Performance Bond ini.”
Tergugat juga dalam Performance Bond telah melepaskan hak istimewanya selaku Penjamin, yaitu melepaskan haknya untuk meminta terlebih dahulu ditagih dan disitanya harta benda Kontraktor (dalam hal ini Turut Tergugat) sesuai dengan Pasal 1831 KUHPerdata, sehingga jelas-jelas Performance Bond diterbitkan tanpa syarat dan mewajibkan kepada Tergugat untuk segera melakukan pembayaran begitu menerima klaim / permintaan tertulis dari Penggugat, sebagaimana tertuang dalam Angka (6) Performance Bond:
“With reference to Article 1832 of Indonesia Civil Code (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), we agree to waive and relinquish the special rights of claim on assets belonging to the Contractor and/or the seizure and sale of such assets for the discharge of his debts as require in Article 1831 of the Indonesia Civil Code.”
Terjemahan Bebas:
“Merujuk pada Pasal 1832 KUHPerdata, kami (Penjamin) setuju untuk melepaskan dan meniadakan hak-hak istimewa untuk menuntut asset milik Kontraktor dan/atau penyitaan dan penjualan atas asset tersebut untuk pelepasan / pembebasan hutangnya sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1831 KUHPerdata.”
Perselisihan dalam perkara ini bukanlah perselisihan langsung antara Penggugat terhadap Turut Tergugat terkait Kontrak pembangunan Proyek, akan tetapi perselisihan terkait tidak dicairkannya Performance Bond oleh Tergugat, maka proses penyelesaian sengketanya bukan melalui Dispute Ajudication’s Board (DAB) dan/atau BANI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions, melainkan melalui Peradilan Umum mengingat dalam Performance Bond tidak ditentukan adanya pilihan forum yang akan ditempuh dalam hal terjadi sengketa / perselisihan terkait dengan Performance Bond tertanggal 16 April 2008 tersebut.
Tidak ada perjanjian tertulis (baik sebelum maupun setelah sengketa timbul) tentang penunjukan BANI sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara Penggugat dengan Tergugat, terkait dengan perjanjian asuransi berupa Performance Bond ini.
Singkat kata, perkara ini merupakan sengketa yang timbul sebagai akibat tidak dicairkannya Performance Bond oleh Tergugat, bukan sebagai akibat dari pelaksanaan Kontrak, oleh karenanya tidak tunduk pada ketentuan Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions (Kontrak Proyek) yang menentukan penyelesaian sengketa yang timbul terkait pelaksanaan Kontrak melalui lembaga Arbitrase BANI.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1340 jis. Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUHPerdata, maka ketentuan Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions hanya mengikat dan berlaku terhadap Penggugat terhadap Turut Tergugat sebagai pihak yang membuat dan menandatangani Kontrak Proyek, akan tetapi ketentuan Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions tersebut sama sekali tidak berlaku atau mengikat Tergugat terhadap Penggugat terkait dengan penerbitan dan pencairan Performance Bond.
Ketentuan Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions akan berlaku dan digunakan dalam hal Penggugat mengajukan tuntutan wanprestasi terhadap Turut Tergugat terkait dengan pelaksanaan Kontrak Proyek. Turut Tergugat diikut-sertakan dalam perkara ini hanyalah sebagai Turut Tergugat, sehingga keberadaan Turut Tergugat tidak memiliki pengaruh atau peranan dalam perkara ini, dimana sebagai Turut Tergugat, keberadaan Turut Tergugat dimaksudkan untuk memenuhi formalitas gugatan dan oleh karenanya hanya dituntut untuk tunduk dan taat pada putusan hakim semata-mata, tidak untuk dihukum melakukan atau tidak melakukan sesuatu, karena pokok sengketa dalam perkara ini sejatinya hanya sengketa yang timbul terkait pencairan performance bond yang diterbitkan Tergugat.
Ditengah jalan, saat perkara tingkat banding diperiksa, para pihak saling bersepakat untuk berdamai. Adanya perdamaian antara Penggugat dengan Tergugat tidak menyebabkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadi batal, melainkan Putusan tersebut tetap eksis, akan tetapi pelaksanaan isi putusan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan perdamaian, yakni seharusnya berupa penetapan hakim terhadap akta perdamaian (acta van dading), namun justru Pengadilan Tinggi kemudian menyatakan gugatan “tidak dapat diterima”.
Dimana terhadapnya, pencairan polis asuransi yang semestinya singkat dan sederhana, menjelma demikian kompleks dan berlarut-larut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan korektif sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Mengenai alasan-alasan kasasi:
- Bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan berupa Surat Perjanjian (bukti P-1a, P-1b, P-2a dan P-2b), pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam Perjanjian tersebut adalah antara Penggugat / PT. Indominco Mandiri dengan pihak Turut Tergugat / PT. Trans Tek Engineering;
- Bahwa secara hukum konsekuensinya adalah hanya kedua belah pihak tersebutlah yang terikat dalam kesepakatan tersebut (azas pacta sunt servanda);
- Bahwa pihak Tergugat telah mengeluarkan Performance Bond Nomor ... tanggal 16 April 2008, dengan demikian perkara a quo adalah merupakan sengketa yang timbul sebagai akibat tidak dicairkannya Performance Bond oleh Tergugat, bukan sebagai akibat dari pelaksanaan Perjanjian antara Penggugat dengan Turut Tergugat;
- Bahwa pihak Tergugat bersedia membayar klaim asuransi yang dituntut oleh Penggugat dan telah dituangkan dalam suatu Perjanjian Perdamaian (Akta Van Dading) tanggal 1 April 2010 yang intinya pihak Tergugat telah bersedia melaksanakan 60% dari besarnya klaim yang dikabulkan dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, oleh karena itu penyelesaian damai antara kedua belah pihak tersebut adalah merupakan penyelesaian yang terbaik dalam menangani perkara ini dan akan memberikan keadilan serta kemanfaatan bagi kedua belah pihak sehingga azas kepastian hukum dapatlah dilenturkan, karena kedua belah pihak secara sukarela telah menempuh jalan terbaik dan hal ini harus dihormati;
“Menimbang, bahwa setelah memeriksa dan mempelajari dengan seksama pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama, Mahkamah Agung berpendapat bahwa pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama tersebut telah benar dan tepat sehingga dapat diambil alih sebagai pertimbangan dan putusan Mahkamah Agung sendiri;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. INDOMINCO MANDIRI dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 494/PDT/2010/PT.DKI tanggal 21 Maret 2011 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Agustus 2009 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. INDOMINCO MANDIRI tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 494/PDT/2010/PT.DKI tanggal 21 Maret 2011 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Agustus 2009;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi terhadap Penggugat;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar USD 1,400,000.00 (satu juta empat ratus ribu Dollar Amerika Serikat);
4. Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi seluruh isi putusan;
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.