LEGAL OPINION
Question: Kalau terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau berniat mengundurkan diri, sementara ada dokumen penting milik pegawai yang dahulu saat masuk bekerja diminta dan disimpan oleh perusahaan seperti BPKB atau izasah, apa bisa saat sengketa di PHI (Pengadilan Hubungan Industrial), dokumen milik pegawai diminta untuk dikembalikan sekaligus menuntut pesangon?
Brief Answer: Pada prinsipnya segala dokumen milik Pekerja yang berada di tangan Pengusaha, seperti izasah kelulusan dan lain sebagainya, saat putus hubungan kerja, wajib dikembalikan oleh pemberi kerja, sekalipun putusnya hubungan kerja terjadi akibat konflik hubungan industrial.
PEMBAHASAN:
Sebagai cerminan konkret yang lebih ekstrim, dimana Pekerja ditengarai melakukan penggelapan terhadap keuangan perusahaan sehingga mengalami kerugian besar, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 567 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 26 Juli 2016, perkara antara:
- CV. PUSTAKA AL-KAUTSAR, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- AHMAD FAUZI NASUTION, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat sejak tahun 2007 hingga tahun 2014 bekerja pada Tergugat, pertama kali di kantor Cabang Pekan Baru, dan terakhir pada Cabang Medan dengan jabatan sebagai Kordinator Sales Cabang Medan. Tanggal 4 Maret 2013, Penggugat ditugaskan menjadi Koordinator Sales di Cabang Medan.
Adapun tugas dan tanggungjawab Penggugat sebagai Kordinator Sales Cabang Medan, ialah memonitoring pekerjaan Para Sales dan melakukan pengorderan buku-buku untuk Cabang Medan, sedangkan masalah hasil penjualan / uang hasil penjualan disetorkan kepada bagian administrasi untuk selanjutnya bagian administrasi menyetorkannya ke Kantor Pusat Jakarta.
Pada saat Penggugat pindah dari Cabang Pekan Baru ke Cabang Medan sebagai Kordinator Sales Cabang Medan, Tergugat tidak melakukan serah-terima seluruh sediaan stok baku-buku maupun rincian tagihan-tagihan yang ada dengan pimpinan Cabang Medan, oleh karena pada saat itu pimpinan Cabang Medan tidak ada, sehingga jika ingin mengambil keputusan Penggugat harus berkordinasi dengan Kantor Pusat di Jakarta.
Hingga sampai suatu ketika, Tergugat secara sepihak menyatakan Penggugat melakukan penggelapan uang hasil penjualan buku-buku milik perusahaan. Tergugat terus-menerus menyudutkan Penggugat dengan tuduhan demikian.
Penggugat menyatakan tidak lari dari permasalahan yang dituduhkan sepihak oleh Tergugat, bahkan dengan iktikad baik Penggugat memberikan jaminan kepada Tergugat berupa sebuah surat tanah atas nama Nurintan Siregar (orang tua Penggugat), dengan kesepakatan apabila tidak terbukti adanya penggelapan keuangan oleh Penggugat, maka surat tanah yang diberikan sebagai jaminan, harus dikembalikan kepada Penggugat. Penggugat pada saat itu juga dipaksa untuk menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp10.000.000,00 ke rekening pribadi Tohir Bawajir, selaku pemilik CV Pustaka Al-Kautsar.
Selanjutnya Tergugat melarang Penggugat untuk masuk kerja maupun melakukan pekerjaannya seperti biasa, dimana hingga kini belum ada kejelasan dari Tergugat mengenai status Penggugat, karena belum ada surat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) tertulis yang diberikan Tergugat kepada Penggugat.
Penggugat beriktikad baik untuk tetap berkomunikasi menyelesaikan permasalahan yang disangkakan, namun Tergugat melarang Penggugat untuk kembali bekerja. Meski demikian, Tergugat tidak memberikan gaji Penggugat sejak bulan Februari 2014.
Penggugat dengan demikina menilai, ttindakan Tergugat yang memaksa Penggugat untuk menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp10.000.000,00 dan menahan surat tanah Penggugat atas nama Nurintan Siregar. adalah merupakan perbuatan melawan hukum.
Setelah terbit njuran dari Disnaker Kota Medan, Tergugat juga tidak bersedia mengikuti anjuran tersebut, maka maka gugatan PHK diajukan oleh Penggugat, menuntut uang gaji yang belum dibayar Tergugat (upah proses), uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, serta uang pengganti perumahan dan perobatan.
Sementara dalam bantahannya pihak Pengusaha menyebutkan, pada bulan Januari 2014, Tergugat menemukan dugaan adanya penggelapan uang dalam hubungan kerja dan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri yang dilakukan oleh Penggugat, mengakibatkan kerugian Tergugat sebesar Rp262.530.900,00.
Penggugat dengan sengaja (tanpa sepengetahuan Tergugat) setidak-tidaknya pada tahun 2013 melakukan pengiriman buku ke Toko Zanafa Kota Pekanbaru, Provinsi Riau dan pembayaran dari Toko Zanafa Kota Pekanbaru melalui transfer rekening dengan nama penerima Sri Utami Suryanti (notabene isteri Penggugat).
Terhadap dugaan adanya penggelapan uang dalam hubungan kerja dan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri yang dilakukan oleh Penggugat tersebut, sejak bulan Januari 2014 Tergugat meminta pertanggung-jawaban Penggugat dalam bentuk Laporan Keuangan 2013 dan kejujuran Penggugat. Akan tetapi hingga kini, Penggugat tidak menyampaikan Laporan Keuangan 2013 sebagai Koordinator Sales Cabang Medan.
Penggugat sekitar minggu kedua atau sekitar pertengahan bulan Februari 2014, memberikan surat tanah dan memberikan uang sebesar Rp10.000.000,00 serta pada bulan Maret 2014 pengiriman uang oleh Penggugat sebesar Rp1.000.000,00 kepada Tergugat dalam hubungannya dengan dugaan adanya penggelapan uang dalam hubungan kerja yang dilakukan oleh Penggugat terkait Keuangan Tahun 2013 yang menyebabkan kerugian Tergugat sebesar Rp262.530.900,00.
Penggugat sejak sekitar tanggal 13 Februari 2014, tidak melakukan pekerjaan di perusahaan Tergugat. Sebagai wujud iktikad baik, Tergugat melakukan mediasi sampai dengan bulan September 2014 agar Penggugat menyelesaikan tanggung jawab terhadap kerugian perusahaan, akan tetapi tidak dilaksanakan oleh Penggugat,
Tergugat telah membuat Laporan Polisi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada tanggal 18 September 2014, dengan demikian status hukum Penggugat sudah sebagai tersangka tindak pidana, dan tidak lagi melaksanakan pekerjaan di perusahaan Tergugat
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Medan kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 163/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Mdn., tanggal 12 Januari 2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus karena pemutusan hubungan kerja oleh Pengadilan terhitung sejak putusan ini dibacakan, dengan alasan Pasal 52 ayat (1), Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
- Memerintahkan Tergugat untuk mengembalikan surat tanah dengan alas hak SKT Nomor ... an. Nurintan Siregar dan uang sebesar Rp10.000.000,00 kepada Penggugat;
- Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Penggugat akibat pemutusan hubungan kerja berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti perumahan dan perobatan berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (2), ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan perincian sebagai berikut:
- Uang pesangon 8 x Rp2.400.000,00 =Rp19.200.000,00
- Uang penghargaan masa kerja 3 x Rp2.400.000,00 =Rp 7.200.000,00
- Uang penggantian hak 15 % x Rp26.400.000,00 =Rp 3.960.000,00
Jumlah = Rp30.360.000,00 (tiga puluh juta tiga ratus enam puluh ribu rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa patut diduga Penggugat melakukan tindak penggelapan, walaupun Tergugat menyadari bahwa hal tersebut bukan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial, namun konstruksi yang sama tersebut pula seharusnya berlaku bahwa Pengadilan Hubungan Industrial tidak berwenang untuk memerintahkan Tergugat untuk mengembalikan surat tanah dan uang sebesar Rp10.000.000,00 karena merupakan alat bukti dalam laporan pidana, sekaligus pengakuan kesalahan dari Penggugat.
Oleh karena Tergugat mengalami kerugian akibat penggelapan keuangan yang tidak sedikit nilainya, maka untuk mempertahankan hak hukum sebagai jaminan yang diberikan sendiri secara sukarela oleh Penggugat, dan sebagian kewajiban yang telah diserahkan oleh Penggugat kepada Tergugat berupa Surat Keterangan Tanah dan uang sebesar Rp10.000.000,00 tanpa ada paksaan ataupun ancaman dari Tergugat, maka Penggugat tidak berkewajiban hukum untuk mengembalikan.
Dimana terhadap keberatan-keberatan pihak Pengusaha, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi dan kontra memori kasasi dihubungkan dengan putusan Judex Facti dalam hal ini putusan pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Medan dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan kompensasi 1 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak tanpa uang proses telah tepat dan benar karena Pemohon / Pengusaha mengalami kerugian keuangan yang merupakan pelanggaran dalam hubungan kerja yang dilakukan Termohon / Pekerja;
- Bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Termohon Kasasi dengan alasan melakukan penipuan atau penggelapan sehingga mengakibatkan kerugian Pemohon Kasasi sebesar Rp262.530.900,00 (dua ratus enam puluh dua juta lima ratus tiga puluh ribu sembilan ratus rupiah) perlu pembuktian terlebih dahulu melalui peradilan pidana, sehingga tidak dapat menjadi alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi CV. PUSTAKA AL-KAUTSAR tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi CV. PUSTAKA ALKAUTSAR tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.