Pekerja Dituduh Melanggar SOP Meski Perusahaan Tidak Memiliki SOP

LEGAL OPINION
ASAS LEGALITAS DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL
Question: Bagaimana hasil sengketa hukumnya, bila seandainya pegawai dituduh melanggar SOP (Standar Operation Procedure), sementara dari pihak kepala pabrik sendiri, selama ini tidak pernah mengeluarkan SOP apapun terhadap pekerjaan setiap pegawainya, atau mungkin ada tapi tidak pernah disosialisasikan ke internal pegawai perusahaan? Namun tiba-tiba dikatakan melanggar SOP. Alasan semacam itu, mengada-ngada!
Brief Answer: Pada prinsipnya, baik peraturan perundang-undangan maupun aturan otonom (semisal peraturan perusahaan ataupun SOP dan sejenisnya), berlaku “asas legalitas”, dalam arti wajib dipublikasikan dahulu sebelum efektif memiliki daya ikat dan daya berlakunya.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 366 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 28 Juni 2016, perkara antara:
- PT. KARYA PUTRA SUKSES, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- SAMSUL BAHRI, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat telah bekerja pada perusahaan Tergugat, sejak tahun 2005 dengan status kerja sebagai karyawan Tetap. Penggugat pada tanggal 15 Juli 2013, diputus hubungan kerjanya oleh Tergugat. Dimana dalam isi surat keputusannya Tergugat menyatakan hubungan kerja Penggugat dengan Tergugat telah berakhir, keputusan mana menyatakan Penggugat tidak mendapatkan kompensasi uang pesangon, uang penghargaan, maupun ganti-rugi apapun.
Alasan dibalik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan Tergugat, yakni tidak patuh terhadap perintah untuk menjalankan tugas mencatat data ampere meter tabung (CO2), dinilai Penggugat sebagai alasan yang tidak mendasar, oleh sebab pekerjaan dan tugas yang dikerjakan Penggugat, tidak pernah ada perintah maupun standar operation prosedur (SOP) yang ditetapkan Tergugat maupun petunjuk dari atasan Penggugat, maka alasan PHK dengan alasan demikian, dinilai mengada-ada.
Sebelum Tergugat menerbitkan surat keputusannya tentang PHK terhadap Penggugat, tidak pernah merundingkan permasalahan tersebut dengan Penggugat, namun yang didapat hanyalah SP3 sekaligus surat PHK. Oleh karenanya Penggugat menolak PHK, mengingat dalam surat PHK tersebut, Penggugat dianggap telah melakukan pelanggaran yang mengakibatkan PHK terhadap Penggugat, dengan tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan, dan uang jasa-jasa lainnya, akan tetapi Tergugat, hanya memberikan uang kebijaksanaan sebesar 1 (satu) bulan upah.
Tindakan perusahaan untuk itu dinilai melanggar kaedah Pasal 151 junto Pasal 155 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013, yang mengatur:
“Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja / serikat buruh atau dengan pekerja / buruh apabila pekerja / buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja / serikat buruh.”
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja / buruh setelah memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Kerja.”
“Hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3), batal demi hukum.”
Dikarenakan tidak ada itikad baik dari Tergugat untuk berunding, maka pada tanggal 14 Desember 2013 Penggugat mengirimkan surat permohonan mediasi kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Serang. Karena tidak tercapai kesepakatan (deadlock), selanjutnya Mediator Disnaker menerbitkan Surat Anjuran, dengan substansi:
- Penggugat telah putus hubungan kerja dengan Tergugat sejak tanggal 31 Desember 2013, dengan alasan telah melakukan indispliner akibat kesalahan kerja;
- Agar Pihak Perusahaan memberikan Pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) kepada Pekerja atas nama Sdr. Samsul Bahri. dikeluarkannya anjuran sebagaimana dimaksud.
Penggugat menolak isi anjuran, dikarenakan PHK yang dilakukan Tergugat bertentangan dengan Undang-Undang, meski PHK sepihak dilakukan tanpa menerbitkan surat skorsing kepada Penggugat. Adapun pokok tuntutan dalam gugatan Penggugat, oleh karena tindakan PHK yang dilakukan Tergugat dikualifikasikan sebagai PHK yang tidak sah, agar pengadilan menyatakan bahwa PHK tersebut batal demi hukum, dan menghukum Tergugat untuk memanggil dan mempekerjakan kembali Penggugat pada jabatan dan kedudukan semula atau yang setara dengan itu.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Serang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 32/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Srg. tanggal 24 November 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat tidak sah dan batal demi hukum;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat belum putus;
4. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat, terhitung sejak putusan ini diucapkan, dengan memperoleh kompensasi PHK yang berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak, yang seluruhnya berjumlah Rp52.624.000,00 (lima puluh dua juta enam ratus dua puluh empat ribu empat ratus rupiah);
5. Memerintahkan Tergugat membayar upah Penggugat yang belum dibayarkan selama 6 (enam) bulan sebesar Rp12.480.000,00 (dua belas juta empat ratus delapan puluh ribu rupiah);
6. Menyatakan biaya perkara sebesar Rp491.000,00 (empat ratus sembilan puluh satu ribu) dibebankan kepada Negara;
7. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 17 Desember 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 26 Desember 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Pemohon Kasasi tidak menyebut alasan-alasan yang mendasari adanya keberatan kasasi, lagi pula Tergugat tidak dapat membuktikan kebocoran pipa itu akibat perbuatan Penggugat, sehingga permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi harus ditolak;
“Menimbang, bahwa namun demikian Hakim Adhoc PHI I H. Dwi Tjahjo Soewarsono, S.H., M.H., menyatakan beda pendapat (dissenting opinion) dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:
- Bahwa alasan-alasan keberatan dari Pemohon kasasi dapat dibenarkan karena Judex Facti telah salah dan keliru serta tepat dalam menilai, menimbang dan menerapkan hukumnya;
- Bahwa pemutusan Hubungan Kerja terjadi pada tanggal 15 Juli 2013, Anjuran Disnakertrans Kabupaten serang tanggal 28 Januari 2014, Gugatan diajukan tanggal 18 Juni 2015, (maka) berdasarkan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004, gugatan dinyatakan daluarsa;
- Berdasarkan pertimbangan diatas maka Hakim Adhoc PHI I berpendapat mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi, mengadili sendiri, menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
“Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat dalam Majelis Hakim dan telah diusahakan musyawarah dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka berdasarkan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Majelis Hakim mengambil putusan dengan suara terbanyak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. KARYA PUTRA SUKSES tersebut harus ditolak.”
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. KARYA PUTRA SUKSES tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.