Novum Bersifat Diluar Diri Pemohon Peninjauan Kembali

LEGAL OPINION
Question: Bisa tidak, dokumen buatan terdakwa dijadikan sebagai alat bukti baru atau novum dalam permohonan peninjauan kembali kasus pidana? Masalahnya jaksa pakai dokumen tulisan tangan terdakwa untuk menuntut diri terdakwa, padahal coret-coret tulisan tangan itu hanya dibuat terdakwa untuk berimajinasi dan berandai-andai perihal kalkulasi finansial, bukan dimaksudkan sebagai perhitungan keadaan laporan real keuangan perusahaan. Kemungkinan besar juga kertas tulisan tangan itu, didapat jaksa dari tong sampah kantor perusahaan.
Brief Answer: Ya jelas tidak bisa, kan itu dokumen dibuat sendiri oleh terdakwa, jelas terdakwa sendiri yang paling tahu tentang keberadaan dokumen itu sejak dari semula terjadi dakwaan oleh Jaksa Penuntut, dan terdakwa bisa saja membuat-buat sendiri dikemudian hari.
Jika dimungkinkan dokumen pribadi dijadikan novum untuk ditampilkan dikemudian hari sebagai alasan untuk menganulir putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, sama artinya pengadilan melegalkan praktik rekayasa kasus.
Sama halnya dengan dokumen yang dipergunakan jaksa penuntut sebagai alat bukti untuk mendakwa, mematahkan dalil demikian semudah bagi Terdakwa untuk melontarkan kontra-argumentasi berikut: “Majelis Hakim, Jaksa Penuntut telah menyembunyikan separuh atau kelanjutan dari dokumen, yang justru dokumen disembunyikan tersebut bersifat sangat menentukan dan menerangkan secara utuh, tidak boleh dipotong yang menjelma rekayasa dan kriminalisasi kasus.”
PEMBAHASAN:
Perihal validitas “novum”, terdapat cerminan konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa perdata register Nomor 47 PK/TUN/2010 tanggal 20 Juli 2010, perkara antara:
- KETUA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA CABANG DKI JAKARTA, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, semula selaku Tergugat; melawan
- PT. ADARO Indonesia, sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat; dan
- MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL RI, selaku Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat II Intervensi.
Yang menjadi obyek gugatan dalam perkara ini ialah Surat Keputusan Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta tertanggal 20 Juli 2007 perihal Penetapan Jumlah Piutang Negara atas Nama PT. Adaro Indonesia. Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara yang dikeluarkan oleh Tergugat, berawal dari Penetapan Keputusan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen Minerbapabu) tertanggal 10 Mei 2006 perihal Pembayaran Dana Hasil Produksi Batubara yang ditahan atas Pajak Pertambahan.
Penggugat telah mengajukan upaya hukum terhadap Penetapan Dirjen Minerbapabu dengan mengajukan gugatan Tata Usaha Negara (PTUN) kepada Dirjen Minerbapabu selaku Tergugat, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara pada tanggal 18 Mei 2006 dengan Registrasi perkara Nomor. 70/G/2006/PTUN-JKT.
Majelis Hakim PTUN kemudian menerbitkan Penetapan tertanggal 24 Mei 2006, dimana Dirjen Minerbapabu tidak boleh melakukan tindakan Administratif lainnya yang merugikan Penggugat sampai adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Selanjutnya Majelis Hakim PTUN Jakarta menjathukan Putusan Nomor. Pada tanggal 20 September 2006, dengan amar:
- Mengabulkan gugatan Penggugat (PT. Adaro Indonesia);
- Menyatakan batal Surat Keputusan Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor ... tanggal 10 Mei 2006 tentang Pembayaran DHPB yang ditahan atas PPN;
- Mewajibkan kepada Tergugat (Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) untuk mencabut Surat Keputusan Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor ... tanggal 10 Mei 2006 tentang Pembayaran DHPB yang ditahan atas PPN;
- Menyatakan Penetapan tentang penangguhan pelaksanaan lebih lanjut Surat Keputusan Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor ... tanggal 10 Mei 2006 tentang Pembayaran DHPB yang ditahan atas PPN tetap berlaku sampai adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.”
Dirjen Minerbapabu mengajukan banding atas putusan register Nomor 70 diatas, dimana Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta kemudian menjatuhkan putusan Nomor 215/B/2006/PT.TUN tanggal 01 Pebruari 2007, dengan amar menguatkan putusan PTUN. Sementara saat kini upaya hukum kasasi perkara TUN, masih berlangsung.
Namun Dirjen Minerbapabu ternyata tidak mematuhi Penetapan Penundaan sebagaimana amar putusan PTUN tahun 2006, terbukti dengan tindakan Sekretaris Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang menyerahkan pengurusan pembayaran Dana Hasil Produksi Batubara yang oleh Dirjen Minerbapabu dianggap ditahan oleh Penggugat, kepada Tergugat.
Penggugat telah memberitahukan Tergugat perihal adanya Penetapan Penundaan atas Penetapan Dirjen Minerbapabu serta putusan adanya amar PTUN, sehingga Tergugat seharusnya mematuhi dan melaksanakan Penetapan Penundaan PTUN sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, akan tetapi Tergugat tidak mematuhi Penetapan Penundaan, justru mengeluarkan Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara yang dinilai merugikan Penggugat.
Berkaitan dengan putusan PTUN tahun 2006, saat kini masih sedang menunggu pemeriksaan kasasi oleh Mahkamah Agung, akan tetapi mengapa Tergugat sekalipun mengetahui fakta hukum ini, namun tetap mengeluarkan Penetapan PUPN? Tergugat seharusnya dapat menghormati segala keputusan ataupun penetapan yang dikeluarkan oleh PTUN, bukan untuk tidak mengindahkan atau bahkan melanggarnya.
Tergugat sebagai Pejabat Tata Usaha Negara atau Pejabat publik semestinya tidak sampai pada pengambilan atau tidak menerbitkan Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara, atau dengan lain perkataan Tergugat telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya asas kecermatan.
Dengan terbitnya Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara dari Tergugat, menimbulkan kerugian bagi Penggugat, berupa:
(a) Penggugat diwajibkan membayar kembali piutang yang padahal sudah dilunasi oleh Penggugat berdasarkan perjumpaan utang (kompensasi);
(b) Penggugat dianggap lalai dalam menjalankan kewajibannya berdasarkan PKP2B sehingga dapat mengakibatkan pengakhiran hak penambangan batubara berdasarkan PKP2B;
(c) Penggugat dapat dikenakan silang wanprestasi (cross default) dari pihak ketiga lainnya berdasarkan perjanjian lainnya sehingga sekalipun kelak Penggugat memenangkan perkara ini, maka kerugian Penggugat akibat silang wanprestasi tersebut tidak dapat dihindari.
Atas gugatan dengan kronologi sebagaimana uraian diatas, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dalam register No. 121/G/2007/PTUN-JKT, kemudian menjatuhkan putusan tanggal 12 Pebruari 2008, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan batal Surat Keputusan Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta Nomor ... tanggal 20 Juli 2007 tentang Penetapan Jumlah Piutang Negara atas nama PT. Adaro Indonesia;
3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta Nomor ... tanggal 20 Juli 2007 tentang Penetapan Jumlah Piutang Negara atas nama PT. Adaro Indonesia;
4. Menyatakan Penetapan Majelis Hakim Nomor ...tanggal 13 September 2007 tentang penangguhan pelaksanaan lebih lanjut Surat Keputusan Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta Nomor ... tanggal 20 Juli 2007 tentang Penetapan Jumlah Piutang Negara atas nama PT. Adaro Indonesia, tetap sah dan dipertahankan berlaku sampai putusan perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 56/B/2008/PT.TUN.JKT tanggal 01 Juli 2008, dengan amar putusan sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Tergugat / Pembanding I / Terbanding I, Tergugat II Intervensi / Pembanding II / Terbanding II dan Penggugat / Terbanding / Pembanding;
- Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 121/G/2007/PTUN-JKT tanggal 12 Februari 2008 yang dimohonkan banding.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi pertimbangan hukum serta amar putusan Mahkamah Agung RI No. 332 K/TUN/2008 tanggal 03 April 2009 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak depat dibenarkan karena Judex Facti sudah tepat dan benar, yaitu tidak salah dalam penerapan hukum dengan pertimbangan:
- Bahwa penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor ... tanggaI 20 Juli 2007 adalah tidak sesuai prosedur yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 49 Prp Tahun1960;
- Bahwa kewenangan Pejabat Tata usaha Negara in casu Tergugat (vide Pasal 56 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960) dibatasi oleh Prosedur yang ditetapkan undang-undang a quo, yaitu antara Penggugat dan Tergugat harus ada kesepakatan bersama berupa Pernyataan Bersama untuk menetapkan jumlah Piutang Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun1960;
- Bahwa pendapat demikian dari satu sisi yaitu aspek kegunaan atau kemanfaatan (doelmatigheid) memang dapat dipahami, tetapi dari sisi lain yaitu aspek hukum (rechmatigheid harus juga dipertimbangkan, dalam arti bahwa prosedur segi hukum harus ditaati, terlebih hal itu telah diatur secara eksplisit dalam Undang-undang, in casu Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Dengan demikian penerapan asas doelmatigheid tidak bisa menerjang atau mengorbankan asas rechmatigheid dalam suatu Negara hukum dimana Undang-undang sudah dengan tegas mengaturnya;
MENGADILI :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KETUA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA CABANG DKI JAKARTA tersebut.”
Tergugat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Majelis Hakim Kasasi dalam putusannya tidak terbukti melakukan kekhilafan atau terdapat kekeliruan yang nyata, sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 huruf b dan huruf f Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009, dengan alasan:
- bahwa bukti baru (novum) PPK-1 yaitu Nota Dinas Nomor ... dan PPK-2 Daftar Hadir Pembahasan Penyelesaian Hutang PT. Adaro Indonesia tanggal 28 Agustus 2006 tidak dapat dikwalifisir sebagai novum, karena surat-surat tersebut berada dalam penguasaan manajemen Pemohon Peninjauan Kembali.
- bahwa kekhilafan Hakim yang dimaksud Pemohon Peninjauan Kembali hanyalah perbedaan penafsiran atas ketentuan undang-undang.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali : Ketua Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : Ketua PAnitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.