Gugatan PHK Disertai Tuntutan Pengosongan Rumah Karyawan

LEGAL OPINION
Question: Kalau buruh masih menempati rumah dinas dan rencananya akan dipecat, apakah untuk menuntut agar rumah dikosongkan, harus ke PN (Pengadilan Negeri) atau bisa juga di PHI (Pengadilan Hubungan Industrial)?
Brief Answer: Menuntut pengosongan dan pengembalian rumah pinjaman dari perusahaan kepada pekerjanya, dapat dilakukan disaat bersamaan mengajukan gugatan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bila kebetulan sang Pekerja mengajukan gugatan ke hadapan PHI karena di-PHK, maka Pengusaha dapat mengajukan gugatan balik (rekonpensi) dalam register perkara yang sama di PHI, dengan tuntutan untuk mengembalikan aset milik perusahaan. Dengan demikian upaya hukum menjadi efisien dan efektif. Namun dalam ranah PHI, sekalipun keuangan perusahaan Pengusaha menjadi korban penggelapan oleh sang Pekerja, Majelis Hakim PHI tidak dapat mengabulkan ganti-rugi penggelapan, hak tersebut masuk dalam ranah gugatan perdata pada Pengadilan Negeri.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS dapat merujuk sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 597 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 31 Agustus 2016, perkara antara:
- PT. SATRINDO JAYA ARGO PALMA, sebagai Pemohon kasasi semula selaku Tergugat; melawan
1. NADEM; 2. HERU SULISTIAWAN , selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat dipekerjakan oleh Tergugat untuk menduduki jabatan sebagai sopir sejak tahun 1998. Tanggal 21 Januari 2015, Tergugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Para Penggugat. Penggugat menyatakan, apabila Tergugat tidak ingin melanjutkan hubungan kerja, pada prinsipnya Para Penggugat tidak keberatan, untuk diakhiri hubungan kerjanya, karena kalaupun dilanjutkan tidak mungkin lagi menjalin hubungan kerja yang harmonis antara Para Penggugat dan Tergugat.
Akan tetapi Penggugat menuntut hak-hak normatifnya dengan kategori efisiensi berupa dua kali ketentuan uang pesangon, uang penghargaan selama kerja, uang penggantian hak seperti cuti tahunan dan uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan.
Terhadap gugatan sang Pekerja, pihak Pengusaha selaku Tergugat mengajukan gugatan balik (rekonvensi), dengan dalil bahwa Penggugat I pada kurun waktu tahun 2014 telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Bangkinang dengan Nomor Putusan 394/Pid-B/2014/PN.Bkn., tanggal 20 November 2014. Sementara itu Penggugat II pada kurun waktu tahun 2014 telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalan jabatan sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Bangkinang Nomor Putusan 393/Pid-B/2014/PN.Bkn., tanggal 20 November 2014.
Namun dikarenakan telah terbukti bersalah melakukan kesalahan berat sebagaimana putusan tindak pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri, maka sebagaimana Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tergugat menerbitkan Surat PHK kepada Para Penggugat.
Dengan demikian kewajiban pihak Pengusaha hanya sebatas ketentuan Pasal 158 (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang mengatur:
“Pekerja/Buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).”
Adapun substansi ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yakni menyebutkan:
“Uang Penggantian Hak yang seharusnya dietrima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
i. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
ii. Biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja / buruh diterima bekerja;
iii. Penggantian 15% dari Uang Pesangon dan/atau Uang Penghargaan Masa Kerja bagi yang memenuhi syarat;
iv. Hal-hal yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”
Penggugat masih menempati rumah karyawan milik dari perusahaan Tergugat, dan itulah tepatnya salah satu objek gugatan balik pihak Pengusaha, agar dapat dikembalikan kepada perusahaan. Terhadap aksi gugat-menggugat antara sang Pekerja dan pihak Pengusaha, Pengadilan Hubungan Industrial Pekanbaru kemudian menjatuhkan putusan Nomor 64/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pbr., tanggal 3 Maret 2016, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan dalil Para Penggugat yang meminta agar hak-hak Para Penggugat diberikan akibat PHK tersebut maka Majelis Hakim menilai walaupun hal tersebut tidak dikuatkan oleh Para Penggugat dengan bukti tertulis maka berdasarkan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan berdasarkan Pasal 158 ayat (4) dan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka Majelis Hakim akan terlebih dahulu menguraikan atas pesangon dan penghargaan Para Penggugat sehingga memunculkan nilai 15% yang menjadi hak-hak Para Penggugat yaitu:
a. Penggugat I dengan masa kerja sejak 17 Maret 1998 s.d 21 Januari 2015 (± 17 tahun) dengan upah terakhir Rp1.812.350,00
- Pesangon : Rp1.812.350 x 9 = Rp16.311.150,00
- Penghargaan : Rp1.812.350,00 x 6 = Rp10.874.100,00
Jumlah = Rp27.185.150,00
- Uang Perumahan dan Pengobatan : 15% x Rp27.185.150,00 = Rp4.077.772,00
b. Penggugat II dengan masa kerja sejak 4 Maret 1999 s.d. 21 Januari 2015 (± 16 tahun) dengan upah terakhir Rp1.817.500,00
- Pesangon : Rp1.817.500,00 x 9 = Rp16.357.500,00
- Penghargaan : Rp1.817.500,00 x 6 = Rp10.905.000,00
Jumlah = Rp27.262.500,00
- Uang Perumahan dan Pengobatan: 15% x Rp27.185.150,00 = Rp4.089.375,00
“Menimbang, bahwa berdasarkan perhitungan diatas maka hak-hak Para Penggugat adalah bagi Penggugat I sejumlah Rp4.077.772,00 dan bagi Penggugat II sejumlah Rp4.89.375,00;
MENGADILI :
I. Dalam Konvensi:
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian;
- Menetapkan Putus Hubungan Kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak tanggal 21 Januari 2015;
- Menghukum Tergugat untuk membayarkan hak-hak Para Penggugat sebagai berikut:
a. Penggugat I, uang perumahan dan pengobatan 15% dari Rp27.185.150,00 = Rp4.077.772,00 (empat Juta tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah).
b. Penggugat II, uang perumahan dan pengobatan 15% dari Rp27.262.500,00 = Rp4.089.375,00 (empat juta delapan puluh sembilan ribu tiga ratus tujuh puluh lima rupiah);
- Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya;
II. Dalam Rekonvensi:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Rekonvensi untuk sebahagian;
2. Menghukum Para Tergugat Rekonvensi untuk mengosongkan rumah Penggugat Rekonvensi di Perumahan pekerja / buruh Libo Transport Jalan ...;
3. Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi untuk selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa alasan-alasan dalam memori kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan dan Judex Facti / Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru telah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya karena Para Termohon Kasasi telah terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan Putusan Nomor 394/Pid.B/2014/PN.Bkn dan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Bkn;
- Bahwa lagi pula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. SATRINDO JAYA ARGO PALMA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. SATRINDO JAYA ARGO PALMA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.