Wanprestasi yang Melahirkan Hak Pembatalan Kontrak Via Pengadilan

LEGAL OPINION
Question: Kalau ada salah satu pihak yang bersepakat dalam perjanjian, ternyata kini telah ingkar janji, maka apa saja yang bisa dituntut berdasarkan kesepakatan yang sebelumnya telah dituangkan dalam perjanjian?
Brief Answer: Ada banyak opsi yang dapat dituntut terkait wanprestasi suatu perjanjian (perikatan perdata kontraktual), antara lain dapat menuntut berupa denda, bunga, atau dihukum agar pihak tersebut segera melaksanakan isi perikatan tanpa lagi menunda, atau meminta agar Majelis Hakim Pengadilan menyatakan bahwa kesepakatan dalam perjanjian tersebut dinyatakan “batal”, dengan konsekuensi yuridis: segala sesuatu kembali seperti kondisi semula (vide Pasal 1266 dan Pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Selebihnya ialah sesuai pertimbangan Penggugat, apakah masih dimungkinkan hubungan bisnis berlangsung secara harmonis atau tidaknya, sehingga konsekuensi yang dapat dituntut terhadap pihak yang cidera janji, sifatnya selalu bersifat opsional: dituntut untuk (secara dipaksa lewat hukum) mengindahkan kesepakatan dalam perjanjian, atau untuk dibatalkan bila dirasakan tiada lagi komitmen dari pihak bersangkutan.
PEMBAHASAN:
Guna memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk ilustrasi konkret sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Tangerang sengketa “cidera janji” (wanprestasi) register Nomor 776/PDT.G/2014/PN.Tng tanggal 01 April 2015, perkara antara:
- PT. PRIORITAS LAND INDONESIA, sebagai Penggugat; melawan
- PT. ROYAL PREMIER INTERNATIONAL, selaku Tergugat.
Penggugat merupakan perusahaan pengembang property (developer)  yang bertanggungjawab atas pembangunan proyek Villa “Majestic Water Village” di Provinsi Bali. Sementara Tergugat adalah perseroan yang bergerak dalam bidang pemasaran properti yang khusus mengelola proyek investasi properti yang bekerjasama dengan pihak ketiga untuk menghasilkan keuntungan bersama.
Antara Penggugat dengan Tergugat pada tanggal 21 Maret 2013, mengadakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan objek perjanjian berupa 11 unit Villa Majestic Water Village. Disepakati pula dalam perjanjian, bilamana terjadi sengketa terkait hubungan kontraktual ini, maka Penggugat dengan Tergugat akan menyelesaikannya di Pengadilan Negeri Tangerang (choise of forum).
Adapun maksud Tergugat membeli secara kolektif atas 11 unit Villa Majestic Water Village dari Penggugat. adalah untuk mendapatkan keuntungan (benefit) dengan cara Tergugat menjualnya kembali kepada pihak ketiga. Salah satu pasal dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara Penggugat (Pihak Pertama) dengan Tergugat (Pihak Kedua), disepakati:
“PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas pelunasan pembayaran atas 11 (sebelas) unit, Majestic Water Village, Uluwatu – Bali, kepada PIHAK PERTAMA (Penggugat) secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan pasal 5 Perjanjian ini.”
Disepakati harga jual beli secara kolektif atas 11 unit Villa Majestic Water Village, senilai Rp.90.816.843.150,-. Disepakati dalam tata cara pembayaran Pasal 5 Perjanjian, masa pembayaran selama 24 bulan dan seluruh pembayaran angsuran dilakukan dalam bentuk Bilyet Giro (BG).
Namun sampai dengan tanggal diajukannya gugatan ini, Penggugat baru menerima total pembayaran cicilan dari Tergugat sebesar Rp. 10.802.105.393,-. Tanggal 3 September 2013, Penggugat mencoba mencairkan Bilyet Giro yang diberikan oleh Tergugat, namun ditolak dengan alasan “Saldo PT. Royal Premier International Tidak Mencukupi”. Saat ini Penggugat tidak pernah lagi menerima pembayaran terhadap angsuran / tunggakan dari Tergugat, meskipun Penggugat telah berulang kali melayangkan surat teguran.
Sampai pada akhirnya tertanggal 12 November 2014, Penggugat melayangkan surat kepada Tergugat, perihal: pembatalan perjanjian sepihak atas pembelian 11 unit Villa Majestic Water Village, maka seketika itu pula seluruh atau ke-11 unit Villa yang sebelumnya dipesan oleh Tergugat, beralih haknya menjadi hak Penggugat untuk mengalihkan / menjualnya kepada calon pembeli lain.
Perjanjian juga mengatur Klausul yang berbunyi:
“Keterlambatan pembayaran tidak boleh melebihi 14 (empat belas) hari kerja kalender sejak tanggal jatuh tempo tagihan, jika melebihi waktu tersebut diatas. Jika masih belum ada pembayaran sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja kalender sejak diterimanya Surat Teguran Pertama, maka transaksi dapat dibatalkan secara sepihak oleh PIHAK PERTAMA (Penggugat) dan PIHAK PERTAMA (Penggugat) berhak secara penuh mengalihkan unit yang dipesan kepada Calon Pembeli lain tanpa persetujuan PIHAK KEDUA (Tergugat), dan seluruh pembayaran yang telah dilakukan oleh PIHAK KEDUA (Tergugat) akan Sepenuhnya menjadi hak PIHAK PERTAMA (Penggugat).”
Subjek hukum dapat dikatakan lalai sehingga dinyatakan Wanprestasi, apabila: si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi yang dapat berupa empat macam: (Vide: Prof. R. Subekti, SH, Hukum Perjanjian, Penerbit: PT. Intermasa, 2008, Hlm. 45).
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuai yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Tergugat telah menunggak angsuran selama kurang lebih 17 bulan, dimana keterlambatan hanya disepakati dalam perjanian maksimal 14 hari sejak tanggal jatuh tempo, namun Tergugat tetap juga tidak berupaya menunjukkan itikad baik untuk melaksanakan kewajibannya. Maka tindakan Tergugat tersebut haruslah dipandang dan/atau dinyatakan sebagai suatu perbuatan ingkar janji (wanprestasi). Penggugat untuk itu merujuk kaedah Pasal 1238 KUHPerdata:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Selain pembatalan, Tergugat juga harus bertanggung jawab secara penuh terhadap dana dari pihak ketiga sebagaimana diatur dalam klausul “Hak dan Kewajiban Pihak Kedua” pada Perjanjian, maka Tergugat pula wajib mengembalikan dana milik pihak ketiga selaku pembeli (apabila ada) sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 ayat (2) Perjanjian:
“Apabila PIHAK KEDUA (Tergugat) tidak dapat melanjutkan kewajibannya setelah proses musyawarah mufakat, maka PIHAK KEDUA wajib mengembalikan dana PIHAK KETIGA selaku pembeli atau melakukan penjualan kembali kepada PIHAK KETIGA untuk melanjutkan proses pembayaran regular. Dana yang telah dibayarkan PIHAK KEDUA tetap menjadi hak PIHAK PERTAMA (Penggugat).”
Sebagai penutup, Penggugat merujuk norma Pasal 1239 KUHPerdata, yang mengatur:
“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi, dan bunga.”
Sebagai akibat dari tindakan wanprestasi (kelalaian atau kealpaan), maka sesuai doktrin Prof. Subekti, SH., sebagai konsekuensi yuridisnya, si pelanggar dapat diancamkan beberapa sanksi atau hukuman, sebagai berikut: (Vide: Prof. R. Subekti, SH. Hukum Perjanjian, Penerbit: PT. Intermasa, 2008, Hlm. 45)
- Pertama : Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi;
- Kedua : Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
- Ketiga : Peralihan resiko;
- Keempat : Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan Hakim.
Terhadap gugatan Pengguagt, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Tergugat telah dipanggil secara patut, sebagaimana ternyata dari relaas panggilan Jurusita Pengadilan Negeri Tangerang, berturut-turut untuk hadir pada tanggal 18 Pebruari 2015, tanggal 4 Maret 2015, dan panggilan umum, tanggal 18 Maret 2015 akan tetapi Tergugat tetap tidak hadir, sedangkan ketidak-hadiran Tergugat tersebut, tidak ternyata karena sesuatu hal yang berdasar atas hukum serta tidak mengirimkan wakilnya yang sah, sehingga perkara ini diperiksa dan diputus tanpa dihadiri oleh Tergugat;
“Menimbang, bahwa gugatan Penggugat kepada Tergugat diajukan dengan alasan adanya cidera janji / wanprestasi yang dilakukan oleh tergugat atas perjanjian pengikatan jual beli antara Penggugat dengan Tergugat;
“Menimbang, bahwa antara Penggugat sebagai developer dengan Tergugat sebagai investor properti telah mengadakan perjanjian pengikatan jual beli secara kolektif atas 11 (sebelas) unit Majestic Water Village sebagimana bukti surat (P-3 sampai dengan P-15);
“Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka majelis berpendapat bahwa gugatan Penggugat beralasan dan tidak melawan hukum;
“Menimbang, bahwa apakah gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan verstek sebagaimana yang diatur dalam Pasal 125 HIR, maka terlebih dahulu majelis akan mencermati petitum gugatan penggugat seluruhnya;
“Menimbang, bahwa setelah majelis mencermati bukti surat yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-15 dihubungkan dengan petitum nomor 2 dari gugatan Penggugat, maka majelis berpendapat bahwa perikatan yang telah dibuat antara Penggugat dengan Tergugat dapat dikabulkan untuk dinyatakan sah menurut hukum;
“Menimbang, bahwa dari bukti surat P-3 sampai dengan P-15 dihubungkan dengan bukti surat P-20; P-23; P-24 dan P-25 serta keterangan saksi-saksi di persidangan, maka dapat dinyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji / wanprestasi kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa dari bukti surat P-3 dihubungkan dengan bukti surat P-16 sampai dengan P-19 dan P-21; P-22 serta keterangan saksi-saksi di persidangan, bahwa terbukti Tergugat telah melakukan pembayaran kepada Penggugat sebesar Rp.10.802.105.393,- kepada Penggugat;
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Tergugat telah dipanggil secara sah dan patut menurut hukum untuk menghadap di persidangan tetapi tidak pernah hadir;
2. Menyatakan perkara ini diputus secara verstek;
3. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
4. Menyatakan perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat tentang pengikatan jual beli atas obyek berupa 11 (sebelas) unit Villa Majestic Water Village, Uluwatu–Bali tertanggal 21 Maret 2013, adalah perikatan yang sah menurut hukum;
5. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji / wanprestasi kepada Penggugat;
6. Menyatakan sah menurut hukum surat pembatalan sepihak atas pembelian 11 (sebelas) unit Villa Majestic Water Village, Uluwatu-Bali yang dilakukan oleh Penggugat melalui surat pembatalan sepihak nomor ... tertanggal 12 Nopember 2014 dengan segala akibat hukumnya;
7. Menyatakan dalam hukumnya obyek perjanjian berupa 11 (sebelas) unit Villa Majestic Water Village, Uluwatu-Bali, yang dipesan oleh Tergugat telah beralih haknya menjadi hak Penggugat untuk mengalihkannya kepada calon pembeli lain;
8. Menyatakan dalam hukumnya seluruh pembayaran yang telah dilakukan oleh Tergugat sebesar Rp.10.802.105.393; (sepuluh miliar delapan ratus dua juta seratus lima ribu tiga ratus sembilan puluh tiga rupiah) menjadi hak Penggugat untuk sepenuhnya;
9. Menyatakan dalam hukumnya Tergugat bertanggung jawab secara penuh dan/atau wajib mengembalikan dana pihak ke-tiga / pihak manapun selaku pembeli yang pembayarannya dilakukan secara langsung ke rekening Tergugat;
10. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya dalam perkara ini sebesar Rp. Rp. 1.816.000- (satu juta delapan ratus enam belas ribu rupiah);
11. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Catatan SHIETRA & PARTNERS:
Tidaklah pernah merupakan hal sederhana untuk mengembalikan segala sesuatunya kembali seperti kondisi semula, sebagai akibat dari suatu pembatalan perjanjian. Contoh amar putusan secara aktual diatas, berpotensi dibatalkan separuh isi amar putusannya, atau bahkan seutuhnya, karena tidaklah dapat Penggugat menuntut pembatalan jual-beli dengan meminta unit jual-beli dikembalikan kepada pihaknya, namun sementara uang pembelian yang telah diberikan tidak dikembalikan kepada Tergugat.
Bila seandainya uang jual-beli dikembalikan kepada Tergugat akibat pembatalan ini, maka bagaimana akibat pembatalan perjanjian demikian terhadap pihak ketiga yang telah membeli unit dari Tergugat? Tidaklah semudah itu membatalkan perjanjian yang telah tersangkut-paut pihak ketiga. Kondisi murni yang dapat dikembalikan, hanya mungkin terjadi secara ideal dalam konteks sebatas antar pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak terdapat keterlibatan / implikasi kepada pihak ketiga.
Dalam konteks itulah, sebagaimana dalam ilustrasi kasus diatas, ketika unit barang telah beralih kepada pihak ketiga, sejatinya Penggugat hanya dapat menuntut pemenuhan pembayaran, bukan pembatalan, karena rawan merugikan pihak ketiga yang tidak tahu-menahu terhadap konflik antara Penggugat dan Tergugat—yan tidak tertutup kemungkinan hanya merupakan sengketa rekayasa dengan motif untuk merugikan pihak ketiga selaku pembeli akhir.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.