LEGAL
OPINION
Question: Setelah diangkat jadi pengurus, barulah saya tahu
kalau perusahaan ini bermasalah perihal akuntabilitas akibat mis-manajemen
pengelola yang sebelumnya. Bila hal ini diungkap, maka dipastikan perusahaan
akan kolaps dan bisa kena sanksi dari otoritas negara. Apa resikonya, bila
praktik penutupan mis-manajemen ini saya tutupi, dan bahkan saya lanjutkan agar
perusahaan bisa terus beroperasi?
Brief Answer: Kekeliruan atau pelanggaran hukum yang turut
dilakukan dan dilanjutkan, sama artinya turut serta terlibat, bahkan dapat
diperberat ancaman pidananya dalam kategori “perbuatan berlanjut”.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang dapat SHIETRA & PARTNERS
rujuk, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana perbankan dimana
sebuah Badan Perkreditan Rakyat “dirampok” oleh para pengurusnya sendiri selama
bertahun-tahun dengan memanipulasi pembukuan guna mengelabui pengawas, register
Nomor 212 K/Pid.Sus/2015 tanggal 3 Desember 2015.
Dalam Dakwaan Kesatu, terdakwa didakwa karena telah melakukan atau turut
serta melakukan beberapa perbuatan, yang dengan sengaja membuat atau yang
menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank, yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai perbuatan berlanjut, sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berawal ketika PT. BPR Mustika Utama Kendari mengalami selisih kas
sebesar kurang Iebih Rp 450.000.000,- maka sebagai solusi untuk menutupi
kekurangan dana kas tersebut dan untuk menghindari adanya temuan apabila
dilakukan pemeriksaan oleh Bank Indonesia, maka disepakatilah oleh Terdakwa I (selaku
Direktur Utama) dan terdakwa II (selaku Direktur) seolah-olah ada pencairan
deposito berjangka oleh nasabah, selanjutnya Terdakwa I dengan sepengetahuan
Terdakwa II memerintahkan Manajer Operasional PT. BPR Mustika Utama Kendari untuk
mencairkan deposito berjangka milik seorang nasabah, agar dapat menutupi
selisih kas yang dimaksud.
Setelah mendapat perintah dari terdakwa I, Manajer Operasional menyampaikan
kepada Terdakwa I bahwa ia tidak dapat mencairkan deposito tersebut karena membutuhkan
bilyet deposito dari sang nasabah. Namun Terdakwa I mengatakan bahwa nanti akan
dibuatkan bilyet deposito.
Tanggal 26 Januari 2011, tanpa seizin dan sepengetahuan nasabah,
dilakukan pencairan deposito berjangka milik nasabah sebesar Rp.150.000.000,-.
Sebagai bukti pencairan, Terdakwa II membuatkan bilyet deposito serta bukti
pencairan break deposito dengan memalsukan tanda-tangan saksi nasabah,
seolah-olah pencairan deposito tersebut benar dilakukan oleh sanag nasabah pemilik
deposito.
Tanggal 28 Januari 2011, tanpa seizin dan sepengetahuan nasabah,
dilakukan lagi pencairan deposito berjangka milik nasabah, sebesar
Rp.200.000.000,-. Sebagai bukti pencairan, Terdakwa II juga membuat bilyet deposito
serta bukti pencairan break deposito dengan memalsukan tanda-tangan sang
nasabah seolah-olah pencairan deposito tersebut benar dilakukan oleh nasabah.
Terhadap kedua tahap pencairan deposito milik nasabah dengan total penarikan
sebesar Rp 350.000.000,- tersebut tidak dilakukan secara tunai, melainkan dilakukan
dengan memindah-bukukan dari rekening deposito nasabah ke rekening rupa-rupa
aktiva (rekening penampungan bon kas) dan dicatat dalam mutasi teller sesuai
dengan waktu dilakukannya pemindahbukuan dana tersebut.
Dalam Dakwaan Alternatif Kedua, terdakwa didakwakan karena telah melakukan
atau turut serta melakukan beberapa perbuatan, yang dengan sengaja
menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 7 Tahun
1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berawal ketika Terdakwa I bersama dengan Terdakwa II mendatangi kediaman nasabah,
kemudian sang nasabah menyerahkan uang tunai sebesar Rp 100.000.000,- kepada
Terdakwa II sebagai uang setoran untuk deposito di PT. BPR Mustikan Utama
Kendari. Atas penyetoran tersebut Terdakwa II kemudian menyerahkan bukti
setoran tabungan PT. BPR Mustika Utama Kendari yang telah ditanda-tanganinya kepada
nasabah, akan tetapi uang yang dimaksud oleh nasabah diserahkan sebagai setoran
dana deposito atau tabungan, ternyata oleh Terdakwa I dan Terdakwa II tidak
disetorkan ke dalam Deposito dan tidak dicatat di dalam pembukuan atau tidak
memasukkan dana tersebut ke rekening deposito atas nama nasabah, melainkan uang
tersebut dipergunakan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II untuk membantu menutupi
kekurangan dana kas sebesar kurang lebih Rp 450.000.000,- yang pada saat itu
terjadi di PT. BPR Mustika Utama Kendari dan untuk menghindari temuan apabila
dilakukan pemeriksaan oleh Bank Indonesia.
Terhadap tuntutan Jaksa, terbitlah putusan Pengadilan Negeri Kendari No.
73/Pid.Sus/2013/PN.Kdi. tanggal 07 November 2013, dengan amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa berdasarkan
fakta yang terungkap di persidangan bahwa pada bulan Januari 2011 PT. BPR
Mustika Utama Kendari mengalami selisih kas sebesar Rp.450.000.000,- padahal pada
awal bulan Februari 2011 Bank Indonesia akan melakukan pemeriksaan di PT. BPR
Mustika Utama Kendari, maka sebagai solusi untuk menutupi kekurangan dana kas
tersebut dan untuk menghindari temuan oleh bank Indonesia, Terdakwa I
Memerintahkan saksi Husain selaku manager Operasional PT. BPR Mustika Utama
Kendari untuk melakukan seolah-olah ada pencairan deposito berjangka oleh
nasabah atas nama Drs. H.L.M. Salihin, dan untuk melengkapi persyaratan
pencairan deposito tersebut, Terdakwa II membuat bukti pencairan berupa Bilyet deposito
No. Seri A0000062 senilai Rp.150.000.000,- tertanggal 13 Februari 2006 dan
Bilyet deposito No.Seri A0000061 senilai Rp.200.000.000,- masing-masing atas
nama Drs. H.L.M. Salihin yang dipalsukan serta surat pengajuan percepatan
pencairan / break deposito an. Salihin masing-masing tertanggal 26 Januari 2011
dan tertanggal 28 Januari 2011 dengan memalsukan tanda tangan Drs. H.L.M.
Salihin seolah-olah pencairan deposito tersebut benar dilakukan oleh Drs.
H.L.M. Salihin selaku nasabah atau pemilik deposito, selanjutnya Terdakwa II
menyerahkan kedua bilyet deposito beserta surat pengajuan percepatan pencairan
tersebut kepada Manajer Oprasional, kemudian Manajer menyerahkan kedua bilyet deposito
beserta bukti pencairan break deposito tersebut kepada teller dan Memerintahkan
kepada teller agar mengimput pencairan deposito tersebut dalam Laporan Harian
Mutasi Teller sesuai waktu dilakukannya transaksi tersebut dan dicatat atau
dimasukkan sebagai transaksi kredit;
“Menimbang, bahwa pada tanggal
26 Januari 2011 dan tanggal 28 Januari 2011 di PT.BPR Mustika Utama Kendari
telah terjadi pencairan deposito fiktif atas nama nasabah Drs. H.L.M. Salihin
dengan jumlah pencairan sebesar Rp.350.000.000,- pencairan deposito fiktif
tersebut terjadi atas inisiatif dari Terdakwa I Masyita, SE, dengan maksud
untuk menutupi selisih kas yang terjadi di PT. BPR Mustika Utama Kendari sebesar
Rp.450.000.000,- agar pada saat dilakukan pemeriksaan oleh BI pada awal bulan Februari
2011 tidak ditemukan adanya selisih kas tersebut dan untuk pencairan deposito
tersebut Terdakwa II Drs. Rustam membuat 2 (dua) bilyet deposito palsu No. seri
A0000062 senilai Rp.150.000.000,- tertanggal 13 Februari 2006 dan bilyet
deposito no. Seri A0000061 senilai Rp.200.000.000,- masing-masing atas nama
Drs. H.L.M. Salihin yang dipalsukan serta surat pengajuan percepatan
pencairan/break deposito an. Salihin masing-masing tertanggal 26 Januari 2011
dan tertanggal 28 Januari 2011 dengan memalsukan tanda-tangan Drs. H.L.M.
Salihin, selanjutnya pencairan deposito tersebut dicairkan dalam laporan harian
mutasi teller sesuai waktu dilakukannya transaksi tersebut dan dimasukkan
sebagai transaksi kredit teller, sehingga perbuatan-perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa
II tersebut dikualifikasi sebagai mereka turut-serta melakukan perbuatan atau
disebut juga bersama-sama melakukan (medepleger);
“Menimbang bahwa perbuatan para
Terdakwa yang telah menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam laporan transaksi
suatu bank dalam hal ini PT. BPR. Mustika Utama Kendari dilakukan lebih dari
satu kali yaitu pada tanggal 26 Januari 2011 dan tanggal 28 Januari 2011,
dengan demikian unsur ke-4 juga terpenuhi secara hukum;
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa I MASYITA, SE. Binti ALIMUDDIN RAJAB dan Terdakwa
II Drs. RUSTAN Bin MUHAMMAD HUSAIN telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana : Secara bersama-sama dengan sengaja
menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam laporan transaksi suatu bank yang
dilakukan secara berlanjut;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I MASYITA, SE. Binti ALIMUDDIN
RAJAB dan Terdakwa II Drs. RUSTAN Bin MUHAMMAD HUSAIN dengan pidana penjara
masing-masing selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp 10.000.000.000,-
(sepuluh miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dapat
dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh para terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
Dalam tingkat banding, terbit putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara
No. 18/Pid/2014/PT.Sultra. tanggal 28 April 2014, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menerima permintaan banding dari para Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum
tersebut;
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kendari Nomor
73/PID.SUS/2013/PN.Kdi. tanggal 07 Nopember 2013 yang dimintakan banding.”
Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi yang kurang
etis (mengkambing-hitamkan), bahwa untuk membuktikan apakah dana deposito milik
nasabah telah tercatat dicairkan tanpa sepengetahuan pemiliknya, maka teller
yang harus terbukti lebih dahulu melakukan kesalahan atau tidak melakukan kesalahan,
oleh karena Customer Service Officer (CSO) atau teller adalah petugas yang
diberi kewenangan untuk melakukan pencairan. CSO atau teller terikat SOP pencairan
deposito, dimana teller sebelum melakukan pencairan dana deposito berkewajiban
melakukan SOP sesuai tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab profesinya.
Kewajiban itu adalah perintah hukum yang harus dipatuhi dan dilaksanakan
oleh teller oleh karena teller terikat SOP pencairan deposito, sehingga apabila
ada perintah yang bertentangan dengan SOP pencairan deposito, maka teller harus
menolak untuk melaksanakan sekalipun perintah itu datang dari Terdakwa I
Masyita, SE.
Penting untuk membuktikan lebih dahulu kesalahan teller daripada Terdakwa
I, karena Terdakwa I tidak bersentuhan dengan pencatatan pencairan dana
deposito milik nasabah. Bahkan seandainya teller mencairkan dana deposito milik
nasabah, maka yang paling bertanggung-jawab adalah teller, karena ada
kewajiban yang harus dilaksanakan akan tetapi tidak dilaksanakan. Artinya
Sekalipun Terdakwa I memerintahkan tapi perintah itu bertentangan dengan SOP, maka
teller wajib menolak. Itu artinya tanggung-jawab hukum pencairan dana deposito
milik nasabah, ada pada teller.
Berdasarkan SOP, yang bertanggungjawab melaksanakan pencatatan pencairan
adalah teller, namun dalam persidangan tidak pernah terungkap siapa teller yang
mencairkan dan bahkan teller tersebut tidak pernah diajukan sebagai saksi dalam
persidangan. Dengan demikian Terdakwa mendalilkan, seharusnya teller tersebut terlebih
dahulu diputus bersalah oleh Pengadilan kemudian mencari siapa saja yang
terlibat menyuruh dan lain sebagainya.
Terdakwa juga mendalilkan, harus dibuktikan lebih jauh apakah perintah Terdakwa
I kepada Manajer Operasional dapat dipatuhi untuk dilaksanakan. Hal itu sangat
penting oleh karena ada SOP pencairan dana deposito, yang harus dijadikan dasar
atau sumber kewenangan bagi teller yang bertanggung-jawab atas pencatatan
pencairan dana deposito. Dengan tidak jelasnya siapa yang melaksanakan, maka
akan sulit pula menentukan dan memastikan siapa yang harus dimintai pertanggung-jawaban
pidana.
Singkat kata, Terdakwa berkeberatan, bila teller tidak pernah dihukum
bersalah oleh Pengadilan, maka bagaimana mungkin Terdakwa I dapat dinyatakan
bersalah. Bukanlah Terdakwa I yang memiliki tugas atau kewenangan langsung yang
dapat melakukan adanya pencatatan palsu dalam laporan transaksi PT. BPR Mustika
Mulia Kendari, sehingga kesalahan tersebut tidak bisa secara serta-merta
dimintakan pertanggung-jawaban pidana kepada Terdakwa II. Faktanya adalah petugas
teller yang memiliki tugas dan kewenangan langsung mencatat dan/atau mengubah pencatatan,
namun tidak pernah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan—meski, pelaku penyertaan
dalam stelsel pemidanaan bisa saja berupa pelaku penyuruh yang memberi
perintah.
Dimana terhadap dalil-dalil para Terdakwa, Mahkamah Agung membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa atas
alasan-alasan Terdakwa I tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa alasan kasasi Terdakwa I tidak dapat dibenarkan, Judex facti
tidak salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 49 ayat (1)
huruf a Undang-Undang No.7 tahun 1992 telah diubah dengan Undang-Undang No.10
tahun 1998 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1)
KUHPidana;
- Terdakwa I selaku mantan Direktur Utama PT. BPR Mustika Utama Kendari secara
internal bertanggung-jawab kepada Dewan Komisaris, dan secara eksternal
mewakili dan bertanggungjawab terhadap kegiatan perusahaan. Sedangkan Terdakwa
II sebagai Direktur Operasional bertanggung-jawab mengawasi operasional bank
baik eksternal maupun internal dan melaporkan kepda pemegang saham atau pemilik
perusahaan;
- Dalam masa jabatan Terdakwa I dan Terdakwa II terjadi masalah keuangan di
PT. BPR Mustika Utama Kendari yakni adanya pengambilan pribadi dana bank
oleh Dewan Komisaris, Direktur Utama (Dirut lama), karyawan dan setoran modal
bank. Adanya pengambilan dana bank tersebut mengakibatkan terjadi selisih
kas/ kerugian dana bank sejak bulan Januari 2008 sebesar Rp.421.000.000. Selisih
kas tersebut selalu ditutupi dengan cara mendebet rekening nasabah serta
titipan setoran pinjaman yang tidak dibukukan dimana prosedur semacam itu
berlangsung sejak sebelum Terdakwa bekerja di PT. BPR Mustika Utama Kendari.
“Bahwa untuk menutupi
selisih kas tersebut maka dilakukan dan dibiarkan terjadi pencatatan palsu
dalam laporan transaksi keuangan bank yang dilakukan secara berlanjut atau
berlangsung terus-menerus. Sebagai adanya pencatatan yang tidak benar
misalnya pencairan deposito berjangka sebanyak 2 (dua) kali milik Sdr. Sdr.
Salihin dengan nilai seluruhnya sebesar Rp.350.000.000,- tanpa sepengetahuan
pemilik deposito. Bahwa pencairan tersebut telah diketahui oleh Terdakwa I dan
Terdakwa II.
“Bahwa masalah semacam itu
pernah Terdakwa II menyampaikan kepada Terdakwa I bahwa hal ini dilakukan dalam
Rangka menyelamatkan PT. BPR. Mustika Utama Kendari. Pencairan deposito
tersebut tidak menggunakan Bilyet Deposito nasabah melainkan dilakukan dengan
cara PT. BPR Mustika menerbitkan 2 (dua) lembar bilyet deposito nasabah palsu
seolah-olah sah yang dibuat sendiri oleh Terdakwa II atas inisiatif Terdakwa II
sendiri.
“Sedangkan yang membuat tanda-tangan
pemilik deposito atas nama Drs. Salihin adalah bernama Arsito. Bahwa ada pencairan
deposito secara fisik artinya tidak ada uang yang dikeluarkan secara fisik
melainkan hanya merupakan pemindah-bukuan;
- Perbuatan Terdakwa I tersebut dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan
Terdakwa II melakukan pencatatan palsu dalam laporan transaksi bank, padahal
Terdakwa I mengetahui adanya pencatatan palsu tersebut yang sudah berlangsung
lama, sehingga perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II tersebut mengakibatkan
PT. BPR. Mustika mengalami kerugian sebesar Rp.421.000.000,-;
- Terdakwa I selaku Direktur maupun Terdakwa II selaku Direktur
Operasional dengan sengaja melanggar prinsip good corporate governance atau
prinsip kejujuran, kehati-hatian serta prinsip perbankan lainnya. Perbuatan
para Terdakwa a quo telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perbankan
Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 7 tahun 1992 telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal
64 ayat (1) KUHPidana;
“Menimbang, bahwa atas
alasan-alasan Terdakwa II tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa terhadap alasan kasasi
Terdakwa II tidak dapat dibenarkan karena Judex facti tidak salah menerapkan
hukum, karena telah mempertimbangkan pasal aturan hukum yang menjadi dasar
pemidanaan dan dasar hukum dari putusan serta pertimbangan keadaan-keadaan yang
memberatkan dan keadaan-keadaan yang meringankan sesuai Pasal 197 ayat (1)
huruf F KUHAP;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi : Terdakwa I :
MASYITA, SE. Binti ALIMUDDIN RAJAB dan Terdakwa II : Drs. RUSTAM Bin MUHAMMAD
HUSAIN tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.