LEGAL OPINION
BERMAKSUD MENGHEMAT, JUSTRU MERUGI LEBIH BESAR
Question: Sudah susah payah membangun dan membina suatu tempat usaha, ketika pada mulanya merugi sampai kemudian berhasil mendatangkan profit bersih, rekanan yang join usaha bersama kemudian secara tiba-tiba dan secara sepihak mengambil alih seluruh tempat usaha manajerial hingga keuangan. Sebagai rekanan dalam join ini yang sudah susah payah merintis, mempromosikan, dan membina, ditendang begitu saja. Bagaimana ini?
Brief Answer: Fungsi profesi konsultan hukum ialah preventif serta mitigasi, bukan kuratif. Idealnya, sebelum melangsungkan kontrak bisnis apapun, hendaknya dikonsultasikan dengan tenaga profesional seperti konsultan untuk merancang dan me-review draf perjanjian.
Mencegah selalu lebih ekonomis daripada kuratif. Syukur bila sengketa terjadi lebih awal, bagaimana bila sengketa baru terjadi dikemudian hari ketika kerugian sudah semakin besar?
Perlu untuk dapat kita bedakan antara “Perjanjian Join Venture” yang biasanya terbagi atas penyertaan modal bersama, maka “Perjanjian Manajerial” lebih kearah perjanjian jasa pengelolaan dan manajemen. Keduanya memiliki karakter serta konsekuensi yuridis yang berbeda, yang akan sangat fatal bila dicampur-aduk konsepsinya dalam sebuah kontrak yang dapat menjadi rancu / ambigu daya ikatnya.
Bila satu pihak berkedudukan selaku penanam modal sekaligus sebagai tenaga profesional manajerial, maka idealnya dibentuk dua kontrak terpisah, ketimbang menjadikan satu kontrak: yang satu perjanjian jasa profesional manajerial, dan satu lainnya ialah perjanjian penanaman modal.
Tujuannya, tidak lain untuk memperjelas sengketa yang kemudian dapat terjadi (potensi selalu terbuka), apakah sengketa pelanggaran terhadap “Joint Venture Agreement”, ataukah sengketa yang terbit dari telah dilanggarnya “Professional Management Services Agreement”. Terfokus, bukan terbias.
Bila “nasi sudah menjadi bubur” dengan kondisi kontrak yang jauh dari memadai, maka kalangan profesi advokat pun tidak akan mampu memberi solusi apapun selain menambah keruh permasalahan yang kian menjelma “benang kusut”.
Gugatan membuat hubungan emosional antara para pihak menjadi putus sama sekali secara sosial maupun politis, sehingga mengajukan gugatan dengan kondisi kontrak yang tidak memadai demikian, sama artinya mencoba menyelematkan atap yang berdiri diatas fondasi yang rapuh—suatu kesia-siaan belaka.
Inilah yang oleh kalangan profesi konsultan, kerap diistilahkan sebagai: Bermaksud berhemat tidak mengeluarkan biaya tarif konsultan, berujung pada kerugian yang jauh lebih besar lagi. Tidak terkecuali, kalangan profesi pengacara pun bergantung pada kualitas kontrak yang ada untuk mengkalkulasi rasionalisasi potensi keberhasilan suatu upaya hukum berupa gugatan yang hendak diajukan sang klien.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi kasus yang cukup representatif, akibat lemahnya pengaturan klausul-klausul dalam perjanjian kerja-sama, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa bisnis register Nomor 1155 K/Pdt/2013 tanggal 19 Desember 2014, perkara antara:
- PT. MACCARONI, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
1. PT. AMBARA PRANATA; 2. ING ANGGARA MARTA, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Tergugat.
Penggugat mengklaim sebagai salah satu pemilik, pengelola / manajemen yang sah atas Vi Ai Pi Restoran, Bar dan lounge (Vi Ai Pi Club). Mulanya, Penggugat bersama-sama dengan Tergugat I melangsungkan kerjasama untuk menjalankan usaha restoran, bar dan lounge yang dikenal sebagai Vi Ai Pi Club, sebagaimana dituankan dalam suatu Perjanjian Kerjasama / Joint Venture Agreement tertanggal 27 Juli 2007.
Sebagaimana awal dimulainya suatu usaha, terdapat berbagai hambatan-hambatan dalam pengelolaan, antara lain berupa penentuan konsep bentuk usaha yang akan dijalankan, pembelian aset-aset dan peralatan yang tepat, sulitnya pencarian pelanggan dan pasar, penentuan ide dan konsep dalam proses pemasaran, pengadaan acara-acara dan event untuk menarik pelanggan dan juga proses perekrutan karyawan yang membutuhkan waktu disamping biaya yang sangat besar, hal mana akhirnya tercapai berkat kerja keras dan dedikasi Penggugat, demi majunya usaha Vi Ai Pi Club.
Dalam kerjasama tersebut telah ditentukan bahwa Penggugat adalah Pihak yang mengelola dan mengatur usaha disamping menentukan semua rancangan, konsep, sumber daya manusia, pemasaran, tenaga kerja, renovasi, dan melakukan segala investasi tambahan yang diperlukan untuk menjalankan usaha sebagaimana mestinya.
Dalam pengelolaan usaha oleh Penggugat beserta tim manajerial yang dipimpinnya, maka Vi Ai Pi Club dapat beroperasi dengan baik dan bahkan pada akhir tahun 2009 apabila Penggugat tidak diusir secara paksa dan masih mengelola Vi Ai Pi Club, maka Penggugat akan turut menikmati hasil usaha yang telah bebas dari semua hutang-hutang lainnya yang timbul berkaitan dengan investasi tambahan guna memaksimalkan operasional Vi Ai Pi Club.
Tanggal 16 Desember 2009, ketika usaha Vi Ai Pi Club mulai mendatangkan keuntungan, pihak Tergugat I dan Tergugat II secara sepihak mengambil-alih secara paksa tempat usaha (berikut seluruh manajemen) Vi Ai Pi Club, dan mengintimidasi para karyawan-karyawan dibawah manajemen Penggugat, dengan menyatakan Vi Ai Pi Club sudah bukan milik pihak Penggugat lagi.
Akibat penguasaan secara paksa oleh Tergugat I dan Tergugat II dan pengelolaan secara sepihak yang dilakukan oleh Tergugat I, terjadi eksodus dari tim manajemen Penggugat yang membangun dan membesarkan usaha Vi Ai Pi Club, mengakibatkan kerugian dipihak Penggugat dan juga untuk usaha Vi Ai Pi Club itu sendiri, karena akibat pengelolaan yang tidak baik oleh Tergugat I tersebut potensi keuntungan yang seharusnya didapatkan oleh usaha Vi Ai Pi Club berpotensi tidak tercapai.
Hingga kini, Tergugat I masih menguasai dan menjalankan tempat usaha secara sepihak, dimana seharusnya dikelola dan dioperasikan oleh Penggugat sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama (Joint Venture Agreement). Sejak tanggal 16 Desember 2009 hingga saat ini, Penggugat dilarang oleh Tergugat I dan Tergugat II untuk mengelola kembali usaha tersebut, bahkan untuk memasuki tempat tersebut selalu dihalang-halangi oleh “orang-orang” bayaran Tergugat I dan Tergugat II, dimana Penggugat tidak pernah lagi mendapatkan laporan keuangan beserta keuntungan yang seharusnya didapatkan oleh Penggugat sebagai salah satu pemodal dalam kerjasama ini.
Dengan demikian Penggugat menilai, Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan cara mengambil-alih dan mengelola secara sepihak Vi Ai Pi Club, sebagaimana norma Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
“Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut.”
Tergugat berdasarkan perjanjian, memiliki kewajiban hukum untuk memberikan kesempatan kepada Penggugat, baik untuk melakukan pengelolaan operasional Vi Ai Pi Club maupun untuk memberikan akses terhadap catatan dan laporan keuangan Vi Ai Pi Club yang memang menjadi hak Penggugat selaku mitra kerja Tergugat I.
Dengan demikian, perbuatan para Tergugat yang menguasai secara paksa Vi Ai Pi Club dan perbuatan Tergugat I yang mengelola secara sepihak, seperti pengusiran dengan ancaman, menghalangi Penggugat untuk masuk ke ruang usaha Vi Ai Pi Club, serta tidak memberikan hak Penggugat untuk mengelola Vi Ai Pi Club, tidak juga diberi akses untuk memeriksa laporan keuangan maupun untuk mendapatkan keuntungan dari Vi Ai Pi Club, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Dimana Penggugat selaku Investor sekaligus pengelola bisnis restoran yang bermitra, merasa dirugikan oleh perbuatan-perbuatan Tergugat.
Bahwa sehubungan dengan modal yang disetor oleh Penggugat, adalah kerugian yang benar-benar nyata dialami oleh Penggugat, oleh karena modal dasar pendirian sudah disetor oleh Penggugat ke dalam usaha Vi Ai Pi Club, sehingga usaha Vi Ai Pi Club sampai dengan saat ini dapat berdiri, beroperasi dan menghasilkan pendapatan. Namun saat ini Vi Ai Pi Club dikuasai secara paksa dan dikelola secara sepihak oleh Tergugat.
Hingga per 2010, modal yang sudah disetor oleh Penggugat untuk menjalankan usaha Vi Ai Pi Club, mencapai senilai Rp4.074.086.050,00. Penggugat juga mendalilkan, oleh karena perbuatan-perbuatan Tergugat yang menguasai dan mengambil-alih secara paksa Vi Ai Pi Club dimana saat ini dikelola secara sepihak oleh Tergugat I dan Penggugat tidak pernah mendapatkan keuntungan lagi dari pendapatan Vi Ai Pi Club sejak Desember 2009 sampai kini, maka Penggugat menuntut ganti-rugi.
Perbuatan Para Tergugat yang menguasai, mengambil-alih secara paksa dan mengelola secara sepihak, memperburuk manajemen Vi Ai Pi Club saat ini. Hal ini disebabkan bubarnya tim manajemen Penggugat di Vi Ai Pi Club yang dirintis dengan dedikasi dan kerja keras tim Penggugat, dimana tim manajemen terbentuk berdasarkan profesionalitas masing-masing personill karyawan dibidangnya. Sedangkan manajemen saat kini tidak mampu menjalankan bisnis Vi Ai Pi Club secara professional, sehingga mengakibatkan penurunan pendapatan keuntungan, ditambah lagi turunnya reputasi Vi Ai Pi Club di mata konsumen, sehingga disamping mengajukan gugatan, Penggugat juga mengajukan laporan kepada pihak berwajib.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Denpasar kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 381/Pdt.G/2010/PN.Dps, tanggal 21 Maret 2011, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Denpasar sebagaimana putusan Nomor 96/PDT/2011/PT.DPS. tanggal 2 Maret 2012, dimana yang menjadi salah satu pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi, antara lain:
“Menimbang, gugatan Penggugat tidak diterima oleh karena belum adanya putusan berkekuatan hukum tetap (BHT) atas perbuatan pidana yang dilaporkan oleh Penggugat.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Pengadilan Negeri dalam pertimbangan hukumnya sependapat dengan dalil Penggugat, bahwa Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dengan mengambil alih secara paksa Vi Ai Pi Club dan menyebabkan kerugian, tetapi atas pertimbangan hukum tersebut justru Pengadilan Negeri menyatakan bahwa gugatan Penggugat “tidak dapat diterima”. Membenarkan, namun kemudian menegasikan, sehingga amar putusan menjadi rancu dengan pertimbangan hukumnya.
Tanpa adanya modal yang disetor oleh Penggugat, maka Vi Ai Pi Club yang dikuasai dan diambil-alih secara paksa oleh Tergugat, tidak akan pernah berdiri ataupun dikenal masyarakat. Untuk itu, Penggugat mohon kepada Majelis Hakim agar Tergugat dihukum untuk membayar kerugian yang dialami Penggugat atas modal yang telah disetor ke dalam Vi Ai Pi Club sebesar Rp3.899.264.6A7,67—suatu dalil argumentasi yang membuat gugatan menjadi rancu / ambigu, karena modal perseroan terbagi atas saham atas nama, sehingga tidak mungkin dapat direnggut pihak lain, sehingga membuat gugatan Penggugat tampak tidak “nyambung”, meski Tergugat betul telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam konteks manajerial / kepengurusan.
Dimana terhadap alasan keberatan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang sumir, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, karena meneliti dengan saksama Memori Kasasi tanggal 13 April 2012 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 10 Mei 2012 dihubungkan dengan pertimbangan putusan Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan Negeri Denpasar yang dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Denpasar, ternyata tidak salah menerapkan hukum dan telah memberi pertimbangan yang cukup;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. MACCARONI, tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. MACCARONI, tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.