Karakter Alat Bukti Baru (Novum) untuk Peninjauan Kembali

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya yang dikategorikan sebagai novum untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, itu alat bukti yang sudah ada sebelum perkara berlangsung, ataukah baru muncul atau ditemukan setelah perkara diputus berkekuatan hukum tetap?
Brief Answer: Tidak penting apakah bukti baru (novum) ditemukan oleh pihak pengaju permohon Peninjauan Kembali sebelum ataukah sesudah perkara disengketakan di pengadilan. Yang terpenting ialah bahwa alat bukti baru tersebut bersifat “menentukan”, yang berpengaruh signifikan.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk ilustrasi konkret berupa putusan Mahkamah Agung RI sengketa keuangan tersangkut sita, register Nomor 530 PK/Pdt/2009 tanggal 14 Juli 2010, perkara antara:
1. PT BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk.; 2. MENTERI KEUANGAN R.I., sebagai Para Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu sebagai Tergugat I & II; melawan
- PT. TIMOR PUTRA NASIONAL, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat.
Penggugat adalah nasabah pada Tergugat I dengan memiliki rekening giro dan deposito ARO (automatic roll over), yang pernah dilakukan penyitaan (disertai pemblokiran) oleh Direktorat Jenderal Pajak, dan diketahui oleh Tergugat I. Tindakan penyitaan terhadap seluruh dana rekening giro dan deposito ARO milik Penggugat yang berada pada Tergugat I, dilakukan karena Penggugat sebagai wajib pajak / penanggung pajak pada saat itu dianggap masih menunggak pajak, sebagaimana Berita Acara Pelaksanaan Sita tanggal 26 Juli 2001 dan tanggal 4 Desember 2003.
Penyitaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak tersebut didasarkan pada kewenangannya berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, serta sesuai dengan Keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) tanggal 15 Februari 2001 yang memutuskan: “Dalam kaitannya dengan status utang pajak PT. Timor Putra Nasional, Direktur Jenderal Pajak melakukan tindakan mengambil dana PT. Timor Putra Nasional (Penggugat) di account (pada Tergugat I) dan menyita aset lainnya.”
Penyitaan dilaksanakan terhadap dana rekening giro dan deposito ARO milik Penanggung Pajak (Penggugat), karena Direktorat Jenderal Pajak dilarang melakukan penyitaan terhadap dana milik negara berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 19 Tahun 1997
Dengan dianggapnya Penggugat masih memiliki hutang pajak dan mengakibatkan disitanya dana milik Penggugat yang pada saat itu berada pada Tergugat I, Penggugat merasa keberatan. Terhadap tindakan Dirjen Pajak, selanjutnya Penggugat melakukan gugatan yang terdaftar dengan nomor register 279/Pdt.G/2001/PN.Jak.Sel. salah satu pihak dalam gugatan tersebut adalah Menteri Keuangan RI (Tergugat II) yang mengetahui benar bahwa dalam rangka penagihan pajak telah dilakukan penyitaan terhadap dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat pada Tergugat I.
Selain gugatan perdata tersebut, Penggugat juga mengajukan gugatan Tata Usaha Negara untuk membatalkan surat paksa-surat paksa yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak, terdaftar dalam nomor perkara 025/G/TUN/1999/PTUN.JKT.
Dengan adanya putusan-putusan dalam perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, maka sengketa hukum antara Penggugat dengan Tergugat II dan Direktorat Jendaral Pajak, telah selesai. Dengan selesainya sengketa hukum antara Penggugat dengan Tergugat II dan Direktorat Jenderal Pajak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua melalui Suratnya tertanggal 27 Januari 2005 yang ditujukan kepada Tergugat I, meminta pencabutan pemblokiran yang dilakukan atas rekening milik Penggugat, dengan substansi sebagai berikut:
“Sehubungan adanya Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor Reg. 07/PK/TUN/2002 tanggal 15 Juli 2004 dan putusan Mahkamah Agung Nomor 2177 K/Pdt/2003 tanggal 31 Agustus 2004 yang telah membatalkan Surat Paksa Nomor ... tanggal 5 April 1999, ... tanggal 10 Mei 2001 maka sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor ... tanggal 26 Desember 2000, dengan ini diminta kepada saudara untuk mencabut pemblokiran tersebut.”
Tergugat I telah melaksanakan pelepasan blokir sesuai perintah surat tersebut. Kantor Pajak melalui Surat tertanggal 27 Januari 2005 yang ditujukan kepada Penggugat, telah mencabut penyitaan yang dilakukan atas rekening milik Penggugat. Isi surat dikutip sebagai berikut:
“Sehubungan dengan adanya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor Reg 07/PK/TUN/2002 tanggal 15 Juli 2004 dan putusan Mahkamah Agung Nomor 2177 K/PDT/2003 tanggal 31 Agustus 2004 yang memutuskan membatalkan surat paksa berikut di bawah ini: ...;
“Maka sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000, penyitaan atas rekening escrow account pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol milik Saudara yang telah dilakukan pada tanggal 5 Juli 2001 dan 28 Oktober 2003 dengan ini dicabut.”
Dengan telah dicabutnya sita terhadap seluruh dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat pada Tergugat I sejak tanggal 27 Januari 2005, terlebih pula tidak ada perikatan / hubungan hukum antara Penggugat dengan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sejak tanggal 30 April 2003, maka Penggugat telah mengajukan permohonan pembayaran / pencairan atas dana rekening giro dan deposito ARO dimaksud dan telah melaksanakan semua mekanisme, prosedur, maupun persyaratan-persyaratan pengajuan pembayaran / pencairan pada akhir Januari 2005, namun demikian sampai gugatan ini diajukan pembayaran / pencairan atas dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat pada Tergugat I belum tuntas dilaksanakan oleh Tergugat I sedangkan Penggugat perlu untuk melaksanakan pembayaran kepada pihak lain.
Saat ini tidak ada alasan hukum dan kewenangan hukum bagi Tergugat I untuk menahan pembayaran / pencairan atas dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat yang berada pada Tergugat I sebagai penyimpan dana. Rekening giro ARO tersebut sudah tidak dalam status sita, maka Tergugat I tidak dapat menahan dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat.
Penggugat telah menyampaikan teguran kepada Tergugat I atas penahanan dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat, namun tidak mendapatkan tanggapan dari Tergugat I, justru hendak menghindar dari tanggung-jawab selaku bank terhadap nasabah pemilik rekening, sehingga Tergugat I dinilai telah beritikad tidak baik.
Dana milik Penggugat yang ada pada Tergugat I pada saat ini tidak dalam status penyitaan dan atau jaminan dalam bentuk apapun, hal ini terbukti dengan tidak adanya surat sita atau sita eksekusi yang dikeluarkan oleh pengadilan atau dalam bentuk jaminan. Apabila Tergugat I tidak dapat mencairkan dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Pengguat sewaktu dana dalam status sita oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka hal tersebut dapat dimengerti. Akan tetapi apabila Tergugat I kemudian beralasan bahwa permintaan pencairan belum dapat dipenuhi karena adanya permintaan dari Tergugat II selaku Ketua TP BPPN (Tim Pemberesan BPPN) agar tidak dilakukan pencairan, maka hal tersebut tidak berdasar hukum.
Penggugat menambahkan, perbuatan Tergugat I yang menahan pencairan dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat, nyata-nyata sebagai perbuatan tanpa hak dan melawan hukum, karena Tergugat I adalah hanya sebagai tempat penyimpan dana nasabah, bukan sebagai kreditur dari Penggugat.
Sementara perbuatan Tergugat II yang meminta kepada Tergugat I secara sepihak, adalah suatu perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting). Apabila Tergugat II hendak mempermasalahkan kepemilikan dari dana tersebut, seharusnya dilakukan melalui mekanisme gugatan.
Penggugat berkeberatan karena Tergugat II men-sita lagi rekening tersebut. Akibat perbuatan Tergugat I dan Tergugat II, maka Penggugat mengklaim menjadi menderita kerugian, selain terjadinya penundaan pembayaran atas kewajiban Penggugat kepada pihak lain. Penggugat bahkan meminta pengadilan agar mensita saldo dalam rekening tersebut, dengan alasan untuk “diamkan”.
Singkatnya, terhadap gugatan Penggugat, dalam tingkat kasasi yang kemudian menjadi amar putusan Mahkamah Agung RI No. 719 K/Pdt/2008 tanggal 22 Agustus 2008, sebagai berikut:
MENGADILI :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. TIMOR PUTRA NASIONAL tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 123/Pdt/2007/PT.DKI tanggal 14 Juni 2007 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 928/Pdt.G/2006/PN.Jkt.Sel tanggal 21 November 2006;
“MENGADILI SENDIRI
DALAM KONVENSI:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan sah menurut hukum Penggugat adalah pemilik atas seluruh dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat pada Tergugat I berikut bunga-bunganya tanpa ada yang dikecualikan;
3. Menyatakan perbuatan Tergugat I yang menahan pembayaran / pencairan atas seluruh dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat pada Tergugat I berikut bunga-bunganya, adalah melawan hukum dan Tergugat II turut bertanggung jawab;
4. Menghukum Tergugat I untuk melakukan pembayaran / pencairan atas seluruh dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat pada Tergugat I berikut bunga-bunganya tanpa ada yang dikecualikan;
5. Menghukum Tergugat II untuk mematuhi dan tunduk pada putusan dalam perkara ini;
6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.”
Para Tergugat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan mengajukan novum. Adapun Fakta baru tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian perdamaian yang dikukuhkan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 364/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tanggal 27 November 2008, yang pokok isinya menyatakan bahwa pihak pertama (Menteri Keuangan RI) dan pihak ketiga (PT. Vista Bella Pratama) membatalkan Perjanjian Jual-Beli Piutang tanggal 15 April 2003 beserta addendum-addendum dan dokumen terkait yang dibuat antara Pihak Ketiga (PT. Vista Bella Pratama) dengan BPPN (sekarang Menteri Keuangan RI) dengan segala akibat hukumnya;
b. Surat Dirjen Kekayaan Negara an. Menteri Keuangan kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta tanggal 19 September 2008 perihal Penyerahan Pengurusan Piutang Negara an PT. Timor Putra Nasional sejumlah Rp. 2.374.806.680.829,96,-;
c. Surat Penerimaan Penyerahan Piutang Negara (SP3N) dari Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta Nomor tanggal 22 September 2008, yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara, perihal penerimaan pengurusan piutang negara An PT. Timor Putra Nasional.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali tentang adanya fakta baru tentang kepemilikan rekening giro dan deposito baru yang menjadi sengketa dalam perkara a quo;
“Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan suatu bukti baru berupa perjanjian perdamaian yang dikukuhkan oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 364/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tanggal 27 November 2008 yang pada pokoknya menyatakan bahwa hak tagih BPPN kepada PT. Timor Putra Nasional yang semula telah dijual kepada PT. Vista Bella Pratama, kembali beralih kepada Pemohon Peninjauan Kembali II;
“Bahwa walaupun Termohon Peninjauan Kembali didalam kontra memori peninjauan kembalinya, menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali bukan pihak yang terlibat dalam perjanjian perdamaian, sehingga ia tidak terikat dengan perjanjian perdamaian tersebut, namun substansi perjanjian perdamaian yang dikukuhkan oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah menyangkut obyek gugatan / sengketa antara Penggugat melawan Tergugat I dan Tergugat II dan bersangkut paut dengan pertimbangan judex juris;
“Bahwa harus diakui bahwa bukti PPK I,II-21 tersebut tidak termasuk katagori novum menurut Pasal 67 huruf b dalam arti bahwa surat bukti tersebut baru ada setelah perkara ini diperiksa di pengadilan;
“Bahwa akan tetapi surat bukti ini sangat menentukan, karena:
a. Perjanjian pengalihan hutang antara BPPN dengan PT. Visa Bella Pratama, merupakan titik-tolak Majelis Kasasi dalam perkara a quo (No. 719 K/Pdt/2008), bahkan didalam kesimpulan Hakim Kasasi menyatakan: ‘... dari urutan secara kronologis tersebut diatas, terlihat bahwa ditinjau secara yuridis, pihak PT. Timor Putra Nasional yang tetap menjadi piutang BBPN telah dialihkan / dijual kepada kreditur baru (PT. Vista Bella Pratama)’. Walaupun Majelis Kasasi tidak menyebutkan konsekwensi hukum dari pengalihan tersebut, namun dapat diartikan bahwa Majelis Kasasi tidak melihat lagi adanya kepentingan hukum dari Tergugat (Pemohon Kasasi) atas tagihan tersebut karena telah beralih ke pihak lain;
b. Fakta yang diungkapkan dalam surat bukti tersebut, belum ada pada saat putusan kasasi diucapkan;
“Bahwa dengan adanya surat bukti tersebut diatas, maka landasan yuridis dari putusan kasasi, terpatahkan;
“Bahwa dengan adanya perdamaian tersebut, maka hutang Penggugat kembali kepada Tergugat II, sehingga yang akan dipertimbangkan oleh Majelis apakah hutang dari Penggugat masih tetap ada atau tidak;
“Menimbang, bahwa Majelis akan mempertimbangkan perkara / peselisihan antara Penggugat dengan Tergugat dihubungkan dengan bukti baru yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali;
“Bahwa obyek persengketaan adalah pencairan dana rekening giro dan deposito ARO atas nama Penggugat yang diblokir oleh Tergugat I dan Tergugat II, dengan dalil:
- menurut Penggugat, pemblokiran tersebut adalah tidak sah, karena persoalan pajak Penggugat telah dinyatakan selesai (clear) oleh Direktorat Jenderal Pajak;
- menurut Tergugat pemblokiran tersebut dilakukan karena rekening giro dan deposito ARO tersebut merupakan jaminan hutang Penggugat;
“Bahwa mengenai masalah pemblokiran yang dilakukan dengan dasar adanya tunggakan pajak telah dapat dibuktikan oleh Penggugat, sehingga keluar Penetapan Pengadilan Negeri 02/Cons/2005/PN.Jkt.Selatan, yang memerintahkan untuk menerima konsinyasi deposito dan giro pada saat dilaksanakan transfer dana sebesar Rp. 1.027.162.267.620,- dan giro US$ 3,974.64. Dengan demikian persoalan tunggakan pajak dalam hubungan dengan pemblokiran telah selesai;
“Bahwa yang menjadi masalah selanjutnya dalam perkara a quo adalah apakah Penggugat masih mempunyai hutang yang belum dibayar kepada Tergugat I yang kemudian diambil-alih oleh BPPN (sekarang Menteri Keuangan/Tergugat II);
“Bahwa dari bukti baru (novum) yang diajukan oleh Tergugat ternyata bahwa Penggugat berhutang kepada:
1. PT. Bank Bumi Daya (Persero) sebesar US$ 6.248.382,73 (Bukti PK I.II-1);
2. PT Bank Bumi Daya (Persero) sebesar US$ 9.201.485,97 (Bukti PK I.II-2) ;
3. PT Bank Bumi Daya (Persero) sebesar US$ 8.731.627,11 (Bukti PK I.II-3);
4. PT Bank Bumi Daya (Persero) sebesar US$ 13.385.158,40 (Bukti PK I.II- 4);
“Bahwa atas hutang-hutang tersebut oleh Hutomo Mandala Putra (Komisaris Utama) dan Moedjiono (Direktur Utama) telah diterbitkan surat sanggup (aksep / promes) dan berjanji tanpa syarat untuk membayar kepada PT. Bank Bumi Daya sebesar US$ 260.112.095 pada tanggal 21 September 1999 (Bukti PPK I.II-5);
“Bahwa kemudian hutang-hutang tersebut oleh Penggugat telah diberikan jaminan bank berupa jaminan fiducia (PPK I.II-6,7) dan Cessie (PPK I,II-8);
“Bahwa seharusnya, apabila Penggugat akan mencairkan dana rekening dan deposito atas nama miliknya, terlebih dahulu ia harus membuktikan bahwa hutang-hutangnya tersebut sudah tidak ada lagi;
“Bahwa namun ternyata Penggugat sama sekali tidak dapat membuktikan dalil bantahan terhadap klaim dari Tergugat I dan Tergugat II yang menyatakan Penggugat masih mempunyai hutang;
“Bahwa dengan demikian dana rekening dan deposito yang dituntut oleh Penggugat dalam perkara a quo harus ditolak, karena kewajibannya kepada Tergugat I dan atau Tergugat II masih ada atau belum lunas;
“Menimbang, bahwa berdasarkan peretimbangan-pertimbangan tersebut diatas, dengan tidak perlu mempertimbangkan keberatan-keberatan lainnya dan setelah membaca kontra memori peninjauan kembali oleh Penggugat / Termohon Peninjauan Kembali, maka putusan judex juris (kasasi) tidak dapat dipertahankan lagi dan Majelis akan mengambil putusan sebagaimana tersebut dibawah ini;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari para Pemohon Peninjauan Kembali : PT BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. dan MENTERI KEUANGAN tersebut dan membatalkan putusan Mahkamah Agung No. 719 K/Pdt/2008 tanggal 22 Agustus 2008 sehingga Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar seperti yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari para Pemohon Peninjauan Kembali : 1. PT BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk., dan 2. MENTERI KEUANGAN RI tersebut;
“MENGADILI KEMBALI:
DALAM POKOK PERKARA:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.