Menikmati Dana Kredit, Perjanjian Hutang-Piutang Tidak Lagi dapat Dibatalkan

LEGAL OPINION
Question: Memang apa betul masih bisa batalkan akta kredit meski uang pinjaman dari kredit sudah pernah digunakan untuk usaha?
Brief Answer: Dari berbagai preseden yang menjadi pendirian pengadilan atas perkara dengan karakter jenis hubungan hukum hutang-piutang, pihak debitor yang telah menerima dan menikmati fasilitas kredit dimaknai sebagai menyepakati dan menerima sepenuhnya perjanjian kredit, sehingga tidak lagi dapat mengajukan gugatan pembatalan oleh pihak yang telah menikmati dana pinjaman disaat pihak kreditor tidak melakukan pelanggaran hukum apapun selama perjalanan masa berlaku perjanjian.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang dapat menjadi rujukan SHIETRA & PARTNERS, sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa kontraktual register Nomor 942 K/Pdt/2016 tanggal 26 Juli 2016, perkara antara:
- PT. TEXTINDO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA dahulu PT. BANK EKSPOR INDONESIA (Persero), selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Pokok dari gugatan ini, ialah Penggugat selaku debitor, hendak membatalkan pasal-pasal dalam perjanjian kredit antara Penggugat dan Tergugat, antara lain keberatan terdapat berlakunya pasal-pasal sebagai berikut:
“Selama debitur masih memiliki kewajiban membayar kepada Kreditur, maka tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditur, debitur dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut : membagikan deviden atau keuntungan usaha dalam bentuk apapun juga kecuali yang telah dinyatakan dalam prospektus.”
Penggugat merujuk norma Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa setiap pemegang saham memiliki hak untuk menerima deviden tanpa terkecuali. Ketentuan larangan membagikan deviden, dinilai meniadakan hak-hak pemegang saham selaku pihak ketiga. Ketentuan lain dalam perjanjian yang dipermasalahkan Penggugat, yakni:
“Salah satu dari kejadian atau peristiwa tersebut dibawah ini merupakan Peristiwa Cidera Janji:
(j) Dikeluarkannya putusan/penetapan oleh badan pengadilan atau badan administratif atau badan arbitrasi yang mewajibkan Debitur untuk melakukan pembayaran suatu jumlah atau melaksanakan suatu tindakan yang menurut pendapat Kreditur dapat merugikan kegiatan usaha atau keadaan keuangan Debitur;
(o) Debitur dan/atau pemegang sahamnya dan/atau anggota dewan komisarisnya dan/atau direksinya dinyatakan bersalah atas suatu tindakan apapun juga berdasarkan suatu putusan/penetapan badan peradilan atau badan adminitrasi yang telah berkekuatan hukum tetap, yang menurut Kreditur dapat menimbulkan akibat negative terhadap kegiatan usaha Debitur;
(p) Terjadi suatu perubahan mendasar dalam situasi politik, keuangan atau perekonomian sumumnya di Negara Republik Indonesia yang mengakibatkan hams terjadi perubahan pengurus Debitur yang menurut pendapat Kreditur sangat merugikan kemampuan Debitur untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini.”
“Apabila terjadi suatu peristiwa Cidera janji, ... dst, Kreditur berhak melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: (c) Menyatakan kewajiban Kreditur untuk menyediakan Kredit telah berakhir.”
“Selama Debitur masih memiliki kewajiban membayar kepada Kreditur, maka tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Kreditur, Debitur dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut: Membubarkan Debitur atau memohon Debitur agar dinyatakan pailit atau melakukan perubahan atas bidang usaha.”
“Kreditur mempunyai hak dan berwenang untuk menolak menerbitkan L/C Impor apabila: berdasarkan penilaian Kreditur ternyata Debitur tidak atau belum memenuhi semua ketentuan dan syarat-syarat dalam Perjanjian ini, ... dst.”
Pasal-pasal dalam perjanjian diatas dinilai membatasi pembuktian atas terjadinya suatu keadaan cidera janji, dimana pembuktian tersebut hanya terbatas pada:
- Pertimbangan atau pendapat Tergugat secara sepihak tanpa memberikan kesempatan bagi Penggugat;
- Suatu keadaan yang sanqat bergantung kepada status dari pihak ketiga, yaitu pemegang saham. dewan komisaris dan direksi Penggugat yang diluar kemampuan Penggugat;
- Memberikan kewenangan bagi Tergugat untuk sewaktu-waktu dalam kondisi tertentu dapat menqhentikan fasiiitas kredit kepada Penggugat, dimana klausul demikian tidak hanya mengurangi manfaat fasiiitas kredit dari Tergugat kepada Penggugat, bahkan meniadakan manfaat fasilitas kredit tersebut.
Perjanjian diatas membuktikan ketidak-seimbangan posisi tawar dalam membuat Perjanjian, yang mana penerapan klausul tersebut memberikan akibat:
- Menguntungkan Tergugat secara sepihak karena dapat menentukan secara sepihak jumlah kewajiban yang harus dibayar oleh Penggugat kepadanya; dan
- Penggugat tidak dapat menuntut secara hukum atas jumlah yang ditentukan sepihak oleh Tergugat.
Penggugat menyimpulkan, kesepakatan antara penggugat dengan tergugat adalah tidak sah karena tidak adanya asas keseimbangan dalam perjanjian. Terhadap gugatan sang debitor, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 732/Pdt.G/2013/PN Jkt.Sel tanggal 29 April 2014, demgam amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menolak gugatan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut kemudian telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan Nomor 128/PDT/2015/PT DKI tanggal 22 April 2015, dimana yang menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim Tinggi, antara lain menyebutkan:
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Pertama telah menolak gugatan Pembanding pada pokoknya didasarkan pada pertimbangan bahwa dengan telah ditanda-tanganinya, ‘perjanjian-perjanjian tersebut oleh Pembanding beserta amandemen-amandemennya dan perjanjian-perjanjian tersebut telah berlaku sejak tahun 2005 dimana Pembanding telah menikmati uang dari hasil hutang tersebut, membuktikan bahwa Pembanding telah menyetujui isi dari perjanjian-perjanjian tersebut, sedangkan mengenai adanya posisi tawar yang tidak seimbang yang didalilkan Pembanding merupakan bagian dari kebebasan dalam berkontrak, sehingga tidak menyebabkan tidak sahnya perjanjian;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama, oleh karena faktanya perjanjian-perjanjian yang telah berkali-kali di-amandemen tersebut telah berlangsung selama 8 tahun dan Pembanding sendiri telah menikmati dana atau uang dari kredit tersebut, membuktikan adanya persetujuan dari Pembanding sehingga syarat kata sepakat untuk sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPerdata telah terpenuhi.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti Memori Kasasi tanggal 26 Agustus 2015 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 15 September 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti/ Pengadilan Tinggi yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa perjanjian KMKE Nomor 56 tanggal 25 Oktober 2005 dan perjanjian pembelian fasilitas pembukaan Letter of Credit Impor dan Trust Reciep Nomor 57 tanggal 25 Oktober 2005 dianggap sah maka tidak ada dasar bagi Penggugat untuk mengajukan pembatalan perjanjian yang telah dibuatnya dengan alasan tidak memenuhi pasal 1320 KUH Perdata;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata Putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-Undang, maka Permohonan Kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. TEXTINDO, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
“Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi PT. TEXTINDO, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.