Memahami Hubungan Hukum dengan Entitas Badan Hukum Grub Company

LEGAL OPINION
Question: Antara menggugat holding company yang ada di luar negeri dengan menggugat anak usahanya di Indonesia yang masih satu Grub Usaha, itu sama saja atau bagaimana? Jika ada anak usahanya di Indonesia, mengapa juga harus repot-repot mengajukan gugatan ke luar negeri.
Brief Answer: Sekalipun beneficial owner-nya adalah sama saja, namun hukum acara perdata maupun hukum dagang internasional masih bersifat prosedural, dalam arti masing-masing badan hukum dipandang sebagai entitas hukum (legal entity) yang berdiri sendiri terpisah dari segi kekayaan dan tanggung jawab, meski sekalipun benar manajerialnya dikuasai dan dikendalikan oleh satu atau beberapa pihak yang menjadi beneficial owner.
Oleh karenanya, yang terlebih dahulu perlu diklarifikasi dan verifikasi secara yuridis ialah hubungan hukum yang berlangsung apakah “siapa terhadap badan hukum yang mana”, sebagai pedoman utama untuk menentukan ikatan hubungan hukum yang terjadi—sehingga kita tidak boleh terkecoh oleh istilah bisnis yang sejatinya rancu seperti “Grub Usaha”, yang sejatinya bukan merupakan terminologi hukum.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk ilustrasi konkret yang relevan sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 692 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 29 September 2016, perkara antara:
- IRWANTO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PT. PUNJ LLOYD INDONESIA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat adalah pekerja tetap pada Tergugat terhitung sejak tahun 2007 sampai dengan tanggal 18 Juni 2014, dengan posisi terakhir sebagai Rigger Foreman (mandor dek kapal). Sementara itu Tergugat merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa Kontruksi.
Hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat adalah hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan:
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja / buruh berdasarkan Perjanjian Kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”
Selama ini Penggugat menerima perintah dari Tergugat untuk melakukan suatu pekerjaan pada Tergugat, dan Penggugat memperoleh Upah dari Tergugat atas pekerjaan yang telah dilakukannya, sehingga hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat telah memenuhi unsur hubungan kerja.
Awal mula hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat adalah didasari atas Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) pada tahun 2007. Awal mula perselisihan yang mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Penggugat, adalah sebagai berikut:
a. pada bulan Juni 2014, Penggugat telah menyelesaikan pekerjaannya di kapal dan kembali standby di rumahnya;
b. Penggugat menanyakan mengenai sisa gaji bulan Juni yang belum dibayarkan kepada Tergugat, namun pihak perusahaan menyatakan pekerjaan Penggugat pada Tergugat sudah selesai, mempersilahkan Penggugat mencari kerja lagi dan semua hak-hak Penggugat akan diselesaikan 2 minggu setelah tanggal 17 Juni 2014;
c. Penggugat belum juga menerima hak-hak sebagaimana yang disampaikan oleh Tergugat, dan hanya mendapatkan sisa gaji bulan Juni pada bulan Mei 2015;
d. pada dasarnya Tergugat telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak, namun Penggugat tidak memperoleh hak-hak normatif, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 156 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan:
“Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, pengusaha diwajibkan membayar Uang Pesangon dan atau Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima.”
Terhitung sejak tanggal 18 Juni 2014, Penggugat tidak lagi diizinkan bekerja oleh Tergugat. PHK sepihak yang telah dilakukan oleh Tergugat, dinilai bertentangan dengan kaedah Pasal 151 Ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang mengatur:
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja / buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
Yang bila dikaitkan dengan kaedah Pasal 155 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan:
“Pemutusan Hubungan Kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 Ayat (3), batal demi hukum.”
Karena perundingan antara Penggugat dengan Tergugat tidak menghasilkan kesepakatan, maka Penggugat mengajukan pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial pada Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Administrasi Jakarta Pusat. Selanjutnya, pihak Sudinaker Jakarta Pusat melakukan pemanggilan untuk dilakukan proses Mediasi, meski Tergugat tidak pernah hadir dalam proses Mediasi.
Atas dasar itu, pihak Mediator mengeluarkan Anjuran tertulis tertanggal 29 April 2015, yang Anjurannya berisi sebagai berikut:
“Menganjurkan
1) Perusahaan PT. Punj Lloyd Indonesia yang beralamat ... agar membayarkan Uang Pesangon 2 (dua) kali Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali Pasal 156 ayat (3), Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan;
2) Perusahaan PT. Punj Lloyd Indonesia membayarkan Upah yang belum diterima oleh pekerja sampai dengan saat ini;
3) Para Pekerja Sdr. Alberth Panjaitan cs 6 (enam) orang agar dapat menerima sebagaimana pada poin (1) dan (2) tersebut diatas:
- Masing-masing pihak agar memberikan jawaban secara tertulis atas Anjuran tersebut diatas, selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah menerima Surat Anjuran ini;
- Apabila para pihak dapat menerima Anjuran ini, maka Mediator Hubungan Industrial akan membantu membuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Indistrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
- Apabila para pihak tidak dapat menerima Anjuran ini, maka para pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tembusan ke Mediator Hubungan Industrial.
“Demikian Anjuran ini disampaikan untuk dipertimbangkan.”
Tergugat tidak mengindahkan Anjuran yang diterbitkan oleh Sudinaker, maka Penggugat dapat mengajukan gugatan Hubungan Industrial, maka sang Pekerja mengajukan gugatan ini. Sementara dalam bantahannya pihak Tergugat menyampaikan, tidak benar antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi hubungan kerja.
Penggugat mendapatkan tawaran untuk bekerja di luar negeri sehingga kemudian bergabung dengan Punj Lloyd Limited (PLL Mumbai), dan memutuskan hubungan kerja dengan Tergugat. Antara Tergugat (PT. Punj Lloyd Indonesia (PLI) dengan Punj Lloyd Limitid (PLL Mumbai), adalah dua badan hukum yang berbeda, demikian Tergugat menambahkan.
Dengan bergabungnya pihak Penggugat ke PLL Mumbai, maka tidak ada lagi tanggung-jawab Tergugat perihal hak pesangon ataupun lainnya, dikarenakan beban tanggung-jawab pembayaran hak tersebut menurut hukum wajib beralih kepada pemberi kerja baru, disebabkan tidak ada perjanjian yang mengatur peralihan pemberi kerja, oleh karena itu otomatis semua kewajiban menjadi tanggung jawab PLL Mubai, bukan Tergugat.
Seharusnya Penggugat menyertakan pula PLL Mumbai sebagai Turut Tergugat. Saat PLL Mumbai melakukan hubungan kerja dengan tenaga kerja Indonesia, PLL Mumbai memberlakukan salah satu klausul dalam perjanjian kerja, yaitu mengisyaratkan surat pengunduran diri dari pekerja tersebut dari perusahaan sebelumnya, dengan kata lain PLL Mumbai mengisyaratkan pekerja yang akan bekerja di PLL Mumbai, wajib bebas dari keterikatan perusahaan atau badan hukum lain. Oleh karenanya, sudah sewajarnya untuk membuat terang masalah ini, PLL Mumbai harus diikut-sertakan.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 263/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Jkt.Pst., tanggal 7 Maret 2016, dengan yang amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dengan adanya klausula pernyataan dalam Surat Jaminan (Guarantee Letter) tersebut diatas, Majelis Hakim memperoleh fakta adanya perbedaan tentang siapa yang seharusnya sebagai penanggung-jawab, karena adanya perbedaan dalam keempat Surat Jaminan diatas, yakni sebagai berikut:
- Dalam bukti P-3 tercantum penanggung jawab adalah PT. Punj Lloyd Indonesia;
- Dalam bukti P-4 tercantum penanggung jawab adalah PT. Punj Lloyd Indonesia / Punj Lloyd Limited;
- Dalam bukti P-5 tecantum penanggung jawab adalah Punj Lloyd Ltd;
- Dalam bukti P-6 tercantum penanggung jawab adalah Punj Lloyd Ltd;
“Menimbang, bahwa dari bukti P-3, P-4, P5 dan P-6 tersebut diatas, diperoleh fakta adanya keterkaitan Punj Lloyd, Ltd. dalam hubungan kerja dengan Penggugat. Demikian pula hal ini diperkuat dengan bukti pembayaran Upah terakhir Penggugat yang terbukti nyata-nyata dibayarkan oleh Punj Lloyd, Ltd. (PLL Mumbay) sebesar USD 1,154.00;
“Menimbang, bahwa dengan pertimbangan diatas, Majelis Hakim berpendapat agar dapat lebih memperjelas, membuat terang dan komperenhensifnya Majelis Hakim dalam memeriksa dan mempertimbangkan perkara ini, adalah dinilai sangat penting untuk melibatkan Punj Lloyd, Ltd. (PLT Mumbay) sebagai pihak dalam perkara a quo, yang karenanya Majelis Hakim berpendapat gugatan Penggugat tersebut kurang pihak;
MENGADILI :
Dalam Eksepsi
- Mengabulkan eksepsi Tergugat yang menyatakan gugatan Penggugat kurang pihak;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaark).”
Sang Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 8 April 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa semula sejak 1 Oktober 2007 sampai dengan 18 Juni 2014, Pemohon Kasasi / Penggugat bekerja kepada Termohon Kasasi / Tergugat berdasarkan PKWTT di PT. Punj Lloyd Indonesia sebagai Rigger Foreman, dan hak-hak Pemohon Kasasi telah diberikan (bukti P-2A), selanjutnya Pemohon Kasasi bekerja ke luar negeri dengan Punj Lloyd, Ltd. Mumbai dan hak-haknya dibayar melalui Bank Negara India pada tanggal 3 Oktober 2014, maka sudah benar gugatan ini haruslah diajukan kepada Punj Lloyd, Ltd. Mumbai (jadi gugatan a quo salah alamat / error in persona);
- Bahwa Pemohon Kasasi seharusnya juga mengajukan Punj Lloyd, Ltd. Mumbai sebagai Turut Tergugat, karena sejak 18 Juni 2014 Pemohon Kasasi sudah tidak ada hubungan kerja dengan PT. Punj Lloyd Indonesia (Termohon Kasasi) dan telah diterima bekerja di Punj Lloyd, Ltd. Mumbai dan mendapat Upah dari PLL Mumbai, karenanya gugatan tersebut kurang pihak;
- Bahwa alasan / keberatan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, karena merupakan penilaian terhadap hasil pembuktian yang tidak tunduk pada pemeriksaan kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi IRWANTO tersebut, harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi IRWANTO, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.