Debitor Tidak Kooperatif, PKPU Menjelma Pailit

LEGAL OPINION
Question: Apa yang paling mungkin bisa terjadi, kalau debitor tidak mau koorpratif terhadap putusan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), semisal tidak mau terbuka dan transparan ataupun akuntabel terhadap proses pencocokan piutang, tidak mau ikut rapat kreditor, dsb?
Brief Answer: Proses PKPU terbagi menjadi dua, yakni “PKPU Sementara” dan “PKPU Tetap” (dalam rangka mencapai homologasi ketika proposal perdamaian yang ditawarkan debitor kemudian disepakati para kreditornya). Karena tiada rencana atau proposal perdamaian apapun yang ditawarkan oleh debitor, maka mustahil bagi Pengadilan Niaga untuk menetapkan homologasi. Ketika tempo batas waktu PKPU Sementara selama 45 hari berakhir, maka dapat dipastikan debitor bersangkutan akan jatuh dalam keadaan pailit, secara “demi hukum” seketika itu juga.
PEMBAHASAN:
Terlepas dari keganjilan Kreditor Separatis pemegang agunan yang sejatinya pelunasan piutangnya terjamin oleh jaminan kebendaan namun kemudian mengajukan PKPU kepada debitornya, terdapat ilustrasi konkret relevan yang akan SHIETRA & PARTNERS rujuk, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI parkara PKPU berujung Kepailitan register Nomor 57 PK/Pdt.Sus/2012 tanggal 25 Februari 2013, antara:
- PT. INDUSTRI KAKAO UTAMA, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon PKPU; terhadap
- PT. BANK MANDIRI (PERSERO), Tbk., selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon PKPU.
Termohon PKPU adalah debitur dari Pemohon PKPU yang telah memperoleh fasilitas kredit dari Pemohon untuk pembangunan pabrik dan pembelian mesin pengolahan biji coklat / kakao. Fasilitas kredit yang diperoleh oleh TERMOHON PKPU, yaitu Fasilitas Kredit Investasi, dengan total limit Kredit Investasi sebesar USD 22,653,389.
Namun berdasarkan laporan Interim Report dari Konsultan Pengawas, progres pekerjaan proyek pembangunan pabrik kakao sampai dengan akhir Juni 2005 secara keseluruhan mencapai +/- 75,54 %, sedangkan atas dasar biaya telah mencapai +/- 90,25 %, kondisi tersebut menunjukkan adanya ketidak-seimbangan antara pembiayaan dengan progres fisik. Bila pembiayaan terus dikucurkan, dikhawatirkan berpotensi pembangunan tetap tidak akan selesai.
Berdasarkan Perjanjian Kredit Investasi yang ada, Pemohon PKPU berhak untuk menangguhkan dan/atau menghentikan fasilitas kredit yang diberikan kepada Termohon PKPU apabila Termohon PKPU menggunakan fasilitas kredit secara tidak wajar, dan Termohon PKPU wajib melanjutkan proyek dengan dananya sendiri atau merupakan beban yang harus ditanggung sendiri oleh Termohon PKPU.
Terhadap fasilitas kredit yang diterima oleh Termohon PKPU, Pemohon PKPU diberikan agunan dengan diikat Hak Tanggungan, Fidusia, dan jaminan pribadi (personal guarantee) yang sepenuhnya menjadi jaminan atas terpenuhinya kewajiban-kewajiban Termohon PKPU kepada Pemohon PKPU—meski sepenuhnya menyadari hal demikian, menjadi ambigu ketika pihak kreditor tetap mengajukan PKPU terhadap debitornya.
Berdasarkan catatan Pemohon PKPU, hutang Termohon kepada Pemohon per tanggal 23 November 2011 sudah mencapai nilai USD.40,802,025.68 dan akan terus bertambah sesuai jangka waktu tunggakan sampai dengan dibayar lunas.
Terhadap Perjanjian Kredit Investasi tersebut, Termohon PKPU seharusnya mulai melakukan pembayaran angsuran pada tahun ketiga setelah melewati grace period (masa tenggang) selama 2 tahun sejak perjanjian kredit ditanda-tangani. Namun sampai dengan Permohonan PKPU diajukan, Termohon PKPU tidak melakukan pembayaran angsuran sesuai perjanjian kredit kepada Pemohon.
Mengingat bahwa Termohon PKPU sejak dibuatnya Perjanjian Kredit Investasi sampai dengan permohonan PKPU ini diajukan, belum pernah sekali pun Termohon melakukan pembayaran sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, sehingga Termohon dinilai telah lalai dan cidera janji. Cidera janji menjadi salah satu ketentuan untuk mengakhiri perjanjian, dengan memulihkan seluruh kerugian yang ditanggung kreditor.
Dengan demikian seluruh fasilitas kredit yang diterima oleh Termohon, telah jatuh tempo dan dapat ditagih sekaligus dan seketika, terhitung sejak tanggal 23 November 2011, dimana hingga kini Termohon tidak memenuhi kewajibannya.
Pemohon selaku kreditor berkeyakinan bahwa Termohon tidak dapat melanjutkan membayar hutangnya sesuai dengan waktu pembayaran yang telah disepakati dalam Perjanjian Kredit, dengan merujuk kaedah Pasal 222 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
“Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.”
Pemohon selaku kreditor berasumsi, PKPU diajukan untuk memungkinkan debitornya mengajukan rencana perdamaian serta tawaran-tawaran penyelesaian pembayaran utang-utang sang debitor kepada para krediturnya, yang dapat memberikan kepastian akan terlaksananya pemenuhan kewajiban atas pembayaran utang-utang yang ada—asumsi mana kemudian akan terbukti keliru, dan cukup fatal.
Terhadap permohonan Pemohon, yang kemudian menjadi amar putusan “PKPU Sementara” dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 37/PKPU/2011/PN.JKT.PST tanggal 17 Januari 2012, sebagai berikut:
MENETAPKAN:
1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Pemohon PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. tersebut;
2. Menyatakan Termohon dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara selama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak Putusan diucapkan.”
Adapun kronologi dan latar belakang yang terjadi saat persidangan, bermula pada tanggal 01 Pebruari 2012, Hakim Pengawas dan Tim Pengurus telah menyelenggarakan Rapat Kreditor Pertama yang dihadiri oleh pihak-pihak. Hal-hal yang dibahas dalam Rapat Kreditor tersebut antara lain:
- Saat rapat, Debitur atau Kuasanya tidak hadir;
- Proses PKPU PT. INDUSTRI KAKAO UTAMA (dalam PKPU);
- Tata cara pengajuan tagihan;
- Batas akhir pengajuan tagihan.
- Bahwa dalam Rapat Kreditor Pertama tersebut, hakim pengawas telah memerintahkan Pengurus agar memanggil kembali Debitor pada rapat–rapat berikutnya, dan agar kepada para Kreditor untuk mengajukan tagihan kepada Tim Pengurus sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan disertai dengan dokumen-dokumen pendukung.
Tanggal 08 Pebruari 2012, Hakim pengawas telah menyelenggarakan Rapat Pencocokan Utang, dan Hadir kuasa debitur tanpa dihadiri debitur langsung, dan menyampaikan tidak mengakui adanya Putusan PKPU. Pengurus pada rapat tersebut tetap melaksanakan dan melaporkan daftar tagihan sementara, yang kemudian langsung dicocokan dengan para kreditur tanpa hadirnya Debitur PKPU.
Hakim pengawas telah pula menjelaskan kepada kuasa hukum dari Debitur, untuk segera membuat rencana Perdamaian dalam perkara PKPU ini, dan agar memanfaatkan waktu dengan sebaik–baiknya. Pengurus kemudian menyampaikan kepada Hakim pengawas, bahwa hingga rapat ini diselenggarakan, belum juga menerima dokumen–dokumen yang berkaitan dengan debitur langsung dari debitur PKPU.
Tanggal 15 Pebruari 2012, diselenggarakan Rapat Rencana Perdamaian, akan tetapi Debitur tidak hadir dan hanya diwakili oleh Kuasa Hukum-nya. Atas pertanyaan Hakim Pengawas, kuasa hukum debitur menyampaikan bahwa tidak ada Rencana perdamaian yang diajukan dan debitur tetap tidak mengakui putusan PKPU. Dengan demikian tidak dapat dilaksanakan acara rapat dengan pemaparan rencana perdamaian. Bahkan dilaporkan oleh Kurator kepada Hakim Pengawas, bahwa Debitur PKPU mengajukan gugatan perdata berkaitan dengan perkara PKPU.
Tanggal 28 Pebruari 2012, diselenggarakan Rapat Pemungutan Suara, perihal rencana “PKPU Sementara” ke “PKPU Tetap”. Hasil pemungutan suara, Kreditor Konkuren maupun Kreditor Preferen dalam voting, 100% dengan suara bulat tidak setuju bila diadakan perpanjangan masa PKPU.
Fakta-fakta yuridis selalu terkait erat dengan fakta-fakta empiris. Dari kronologi empiris perilaku debitor, Pengadilan Niaga dalam pertimbangan hukumnya menarik kesimpulan sebagai berikut:
- Debitur tidak pernah hadir dalam rapat–rapat verifikasi yang diselenggarakan oleh Hakim Pengawas;
- Debitur tidak kooperatif dan tidak pernah menyerahkan dokumen–dokumen yang berkaitan dengan perkara PKPU No. 37/PKPU/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst.;
- Debitur tidak pernah menyampaikan rencana perdamaian;
- Debitur telah melakukan tindakan dengan mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tanpa izin maupun sepengetahuan dari Pengurus ataupun Hakim Pengawas;
- dengan demikian berdasarkan hal tersebut diatas, tidak dicapai kesepakatan mengenai PKPU Tetap;
- oleh karenanya Debitor harus dinyatakan pailit berdasarkan Pasal 228 ayat (5) Undang–Undang No. 37 tahun 2004.
Kreditur (Pemohon PKPU) membenarkan isi laporan Hakim Pengawas dan laporan pengurus yang telah dibacakan di persidangan. Sementara Debitur (Termohon PKPU) menanggapi laporan Hakim Pengawas dan laporan pengurus tersebut, dari awal tidak mengakui adanya PKPU, dengan demikian tidak akan mengajukan Rencana Perdamaian dan Debitur (Termohon PKPU) justru mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Di persidangan, telah diberikan kesempatan kepada Pengurus untuk menyampaikan laporan senada, yang pada pokoknya sebagai berikut:
- debitur tidak pernah bertemu dengan tim Pengurus secara bertatap-muka langsung, dan melalui telepon menyampaikan tidak mengakui adanya Putusan PKPU Sementara;
- bahwa Debitur tidak kooperatif dan tidak pernah menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perkara PKPU No. 37/PKPU/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst;
- Debitur tidak pernah menyampaikan rencana perdamaian;
- Debitur telah melakukan tindakan dengan mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tanpa izin dan sepengetahuan Pengurus dan Hakim Pengawas;
- terakhir, Pengurus menyampaikan telah terjadi 2 kali upaya mengeluarkan aset Debitur dalam PKPU (itikad tidak baik), diantaranya yang telah berhasil dengan mengeluarkan genset dengan alasan untuk dipinjamkan. Dan selanjutnya genset tersebut sekarang ini telah berpindah dari tempat semula (Kendari) ke tempat lain yang berdasarkan laporan Pengurus telah berada di kota Raha.
Pihak Kreditur lain yang hadir di persidangan yaitu: PT. Aneka Bangun Cipta, Anugrah Sekawan, Perwakilan Karyawan PT. Industri Kakao Utama, yang pada intinya menghendaki diakhirinya PKPU Sementara dan menjatuhkan Putusan Pailit.
Terhadap permohonan Pemohon, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 37/PKPU/2011/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 01 Maret 2012, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa untuk membuktikan keberadaan Kreditur lain, Majelis telah menerima bukti BT-1 s/d BT-5 berdasarkan surat tertanggal 13 Januari 2012 tertanda-tangan PT. Boma Bisma lndra (Persero);
“Menimbang, bahwa terhadap bukti tambahan tersebut diterima Majelis melalui prosedur surat masuk tanggal 16 Januari 2012 yang kemudian pada hari persidangan tanggal 17 Januari 2012 terlebih dahulu Majelis Hakim mempertihatkan bukti tambahan kepada ke-2 belah pihak dan Pemohon menyatakan kebenarannya dan menyatakan surat tersebut sebagai bukti tambahan dari Pemohon, sedangkan Termohon PKPU menyatakan berkeberatan atas diajukannya Bukti tambahan karena diajukan menjelang (dibaca ‘pada saat’) putusan;
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan bukti tambahan tersebut Majelis Hakim berpendapat, bahwa pengajuan bukti tambahan tersebut dapat diterima sepanjang putusan belum dibacakan dan dalam penyelesaian perkara niaga PKPU dibatasi waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 225 Ayat (3) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004;
“Menimbang, bahwa Termohon dalam tanggapannya poin 3 (d) menyatakan, Termohon lelah menyetujui PT. Rekayasa Industri, PT. Tracon Industri, PT. Aneka Bangun Cipta dan PT. Boma Bisma Indra untuk bekerja-sama dan melakukan hubungan bisnis dengan Termohon juga menyatakan bahwa terhadap rekanannya tersebut pembayarannya mengalami kemacetan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, mengenai keberadaan Kreditur yang dimiliki oleh Termohon juga telah dapat dibuktikan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian telah terbukti Termohon memiliki lebih dari satu Kreditur;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-3, P4, dan P-5 dan dihubungkan dengan bukti P-6 s/d P-9, Pemohon telah melakukan penagihan dan/atau peringatan namun Termohon tidak memenuhi kewajiban pembayaran kepada Pemohon;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-3 sd P-10 dihubungkan dengan T-10 dapat ditarik kesimpulan, Termohon telah tidak membayar utangnya sesuai waktu-waktu yang telah disepakati tersebut diatas sampai saat ini.
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, Termohon sampai saat ini tidak membayar utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada Pemohon, seperti yang telah didalilkan Pemohon didalam Permohonannya;
“Menimbang, bahwa didasarkan pada keadaan yang telah dipertimbangkan diatas, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 225 dan Pasal 228 ayat (5) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka Majelis Hakim harus menyatakan Termohon PKPU Pailit dengan segala akibat hukumnya;
“MENETAPKAN:
1. Menyatakan PT. INDUSTRI KAKAO UTAMA (dalam PKPU) yang beralamat di ... dalam keadaan PAILIT dengan segala akibat hukumnya;
2. ...”
Debitor mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Berdasarkan hal-hal yang telah Pemohon PK uraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
“Terdapat fakta hukum yang tidak masuk dalam pertimbangan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, sehingga Majelis Hakim dalam putusannya telah terdapat kekeliruan yang nyata karena telah mengesampingkan fakta hukum yang terungkap di muka persidangan;
“Dengan demikian sepatutnya Majelis Hakim Agung yang memeriksa perkara a quo mengesampingkan seluruh pertimbangan dan menolak seluruh putusan Majelis Hakim Niaga diatas;
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Meskipun benar bukti adanya kreditur lain tersebut berupa fotocopy pada saat penjatuhan putusan PKPU akan tetapi dalam proses kemudian yaitu tahapan verifikasi adanya hutang telah diajukan aslinya oleh pihak kreditur lain i.c. PT. Boma Bisma Indra (Persero) sekaligus tagihan, lagi pula bukti tersebut dikirim langsung secara resmi oleh PT. Boma Bisma Indra (cap dan tanda-tangan pimpinan), hal ini bila dikaitkan dengan sistem acara pemeriksaan kepailitan, dapat benarkan karena pemeriksaan yang sederhana;
2. Bahwa setelah dijatuhkan putusan PKPU sementara pihak Termohon PKPU tidak pernah hadir dalam rapat ataupun sidang selanjutnya, bahkan menolak putusan PKPU, sehingga dapat dinilai sikap tersebut pihak Termohon tidak kooperatif untuk membayar hutang tersebut, yang berakibat dijatuhkannya putusan pailit;
3. Bahwa adanya alasan Termohon yang menilai pihak Bank i.c. Pemohon Pailit telah wanprestasi, karena tidak mengucurkan dana lanjutan sehingga pabrik yang dibangun Termohon tidak bisa dilajutkan, hal ini berada diluar lingkup kewenangan Peradilan Niaga;
4. Bahwa telah terbukti pihak Termohon memang tidak membayar hutangnya sesuai yang diperjanjikan (lihat: masa pencicilan ic. Pasal 8 Perjanjian meskipun telah diperlonggar yaitu mulai pada tahun 2006 pertriwulan sebesar US$ 250,000.00), akan tetapi tidak dilakukan oleh Termohon meskipun telah diperingatkan oleh Pemohon;
5. Bahwa pada tanggal 28 Februari 2012 dalam rapat PKPU Tetap, jumlah tagihan yang diajukan para kreditur Preferen, Separatis, Konkuren, dengan suara 100% tidak setuju, mengakibatkan dijatuhkannya putusan Pailit bagi Termohon;
6. Dikarenakan pihak Termohon tidak kooperatif semua tahapan yang merupakan kesempatan bagi Termohon untuk melakukan upaya penyelesaian hutang kepada para kreditor tidak digunakan oleh Termohon, sehingga tidak ada kesalahan ataupun kekeliruan yang nyata yang dilakukan oleh judex facti karena semua tahapan acara kepailitan sudah dilakukan sesuai prosedur, maka permohonan peninjauan kembali harus ditolak;
“Bahwa selain hal yang telah dipertimbangkan diatas, oleh karena berdasarkan Pasal 235 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang menyatakan terhadap putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. Jelas dari kalimat tersebut, permohonan peninjauan kembali juga merupakan upaya hukum luar biasa, tidak dapat diajukan dalam perkara a quo;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT. INDUSTRI KAKAO UTAMA tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. INDUSTRI KAKAO UTAMA tersebut.”
Catatan Penutup SHIETRA & PARTNERS:
Terdapat konteks yang kurang ideal dalam perkara dengan corak karakter seperti diatas, karena sejatinya Kreditor Separatis dapat seketika melelang eksekusi terhadap agunan ketika debitor wanprestasi. Dengan dijatuhkan dalam keadaan PKPU maupun Pailit, usaha debitor berhenti dan kolaps secara seketika, tanpa memperhatikan kondisi buruh yang ada.
Kelemahan kedua, kekayaan debitor praktis akan terserap untuk membayar fee kurator serta biaya kepailitan yang tidak pernah sedikit jumlahnya. Hampir seluruh kreditor, bahkan dari pihak debitor yang jatuh pailit, selalu mengeluhkan tagihan biaya kepailitan seperti biaya anggaran alat tulis yang luar biasa fenomenal besarnya dari kurator yang kemudian dibebankan kepada boedel pailit.
Itulah yang penulis sebut dengan, gugatan yang kontraproduktif dengan maksud dan tujuan gugatan, disamping kurang arif. Alih-alih melakukan parate eksekusi, sang Kreditor Separatis selanjutnya akan berhadapan dengan masa-masa krusial yang disebut dengan masa “insolvensi” kepailitan yang mengancam lepasnya hak sang Kreditor Separatis atas agunan milik debitor pailit.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.