Sanksi Denda & Pidana Penjara dapat Dijatuhkan Paralel terhadap Wajib Pajak

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya kalau isi laporan pajak yang kurang benar, itu ancaman sanksi hukumannya berdasarkan undang-undang pajak, adalah sanksi denda ataukah ada ancaman sanksi penjara juga?
Brief Answer: Ancaman pelanggaran kaedah norma dibidang perpajakan, bisa berupa sanksi administrasi berupa “denda 200%” dan/atau ancaman sanksi pidana penjara. Dalam praktiknya, Pengadilan Pajak memaknai tindak pidana perpajakan sebagai “tidak hapusnya sanksi denda sekalipun wajib pajak dihukum pidana penjara karena membuat laporan pajak yang tidak benar secara disengaja”.
Sementara dalam kasus lainnya sebagaimana pernah terjadi, dengan dilunasinya denda administrasi perpajakan, maka wajib pajak dapat terhindar dari ancaman sanksi pidana (asas pidana sebagai ultimum remedium: ketika kerugian negara dibidang pajak telah dipulihkan, ancaman pidana menjadi tertutup).
Oleh karenanya, segera tunjukkan itikad baik dengan melunasi sanksi denda pajak, agar Wajib Pajak tidak sampai masuk dalam tahap pemidanaan—mengingat hukuman pidana tidak menghapus hubungan perikatan berupa beban pajak terutang. Yang juga perlu dipahami, sanksi pidana tambahan berupa “pidana denda”, berbeda dengan sanksi “administrasi berupa denda”—meski keduanya mengatur perihal penjatuhan hukuman denda.
Bila laporan pajak dibuat secara keliru karena ketidak-tahuan normatif perpajakan, mungkin sanksi pidana berupa denda masih dapat diberlakukan tanpa pemidanaan penjara. Namun bila terdapat faktor seperti unsur kesengajaan, seperti diketahui adanya “pembukuan versi ganda” maka dapat dipastikan sanksi denda dan sanksi penjara akan dijatuhkan secara paralel (kumulatif) oleh pengadilan pidana maupun pengadilan Pajak—sehingga tidak dapat diremehkan oleh Wajib Pajak perorangan maupun korporasi, terutama bagi PKP terhadap kewajiban penyetoran PPN.
PEMBAHASAN:
Terdapat pula sebuah kaedah hukum berupa “judge made law” yang normanya tidak terkandung dalam undang-undang, namun dibentuk dari praktik kebiasaan peradilan sebagai best practice, bahwasannya nilai denda administrasi pajak tidak boleh mengacu pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana dakwaan di persidangan pidana, namun adalah hasil pemeriksaan Majelis Hakim perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Nilai yang disebutkan terakhir itulah, yang menjadi dasar bagi Kantor Pajak untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk cerminan sebagaimana putusan Pengadilan Pajak Jakarta sengketa gugatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, register Nomor Put.49331/PP/VIII/99/2013 tanggal 16 Desember 2013, perkara antara:
- Wajib Pajak sebuah Grub Usaha, sebagai Pembanding; melawan
- Kantor Pajak, selaku Terbanding.
Adapun latar belakang perkara ini, sebelumnya telah terbit Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1079/Pid.B/2009/PN.DPS tanggal 20 Januari 2010, dimana terdakwa Sdr. XY sebagai Direktur Pemohon Banding telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perpajakan yaitu secara bersama-sama tidak menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Oleh karena itu, kepada terdakwa, Sdr. XY, atas perbuatan pidana yang bersangkutan, telah dijatuhi pidana selama 1 tahun penjara, dengan masa percobaan selama 2 tahun. Putusan pengadilan pidana tersebut hanya mengenai perbuatan tindak pidana yang telah dilakukan Sdr. XY, dengan demikian, jumlah pajak yang terutang masih harus ditagih melalui Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (hak keperdataan negara).
Sang wajib pajak mengajukan upaya hukum banding, dimana terhadapnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Bahwa menurut Terbanding penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar a quo didasarkan adanya ‘keterangan lain’ berupa Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1079/Pid.B/2009/PN.DPS. tanggal 20 Januari 2010, atas nama Direktur yaitu : Sdr. XX .
“bahwa sesuai Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dinyatakan:
Pasal 7 ayat (1) huruf a:
‘Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan: Hasil Penelitian terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang.’
Pasal 7 ayat (2) huruf d:
Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk:
a. risalah mengenai data perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang dan setelah ditegur secara tertulis Surat Pemberitahuan tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
b. risalah mengenai temuan Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan pembuatan laporan sumir dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan;
c. risalah mengenai temuan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dalam hal penyidikan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang;
d. Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
“bahwa Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1079/Pid.B/2009/PN.DPS. tanggal 20 Januari 2010, atas nama Direkturnya yaitu: Sdr. XX adalah putusan yang berkekuatan hukum tetap, karena tidak diajukan banding dan kasasi oleh para pihak yang bersengketa.
“bahwa sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP jo. Pasal 7 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2007, Putusan Pengadilan Negeri Denpasar yang telah berkuatan hukum tetap adalah merupakan unsur keterangan lain, sehingga unsur adanya keterangan lain sebagai dasar penerbitan SKPKB Pajak Penghasilan tahun pajak 2005 terbukti atau terpenuhi.
“bahwa berdasarkan uraian diatas Majelis berpendapat bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan tahun pajak 2006 Nomor ... tanggal 15 September 2010 sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Terhadap dalil Penggugat yang menyatakan pengenaan PPh Tahun Pajak 2006 dengan ditetapkan dalam SKPKB tersebut bersifat ganda karena atas subjek yang sama (Penggugat) kewajiban perpajakannya telah diputus dengan denda pidana dalam putusan PN Denpasar, maka Majelis berpendapat sebagai berikut:
“bahwa pada prinsipnya menurut ketentuan perpajakan tidak ditemukan adanya penetapan pajak yang bersifat berganda yaitu artinya Surat Ketetetapan Pajak atas objek pajak, subjek pajak dan masa atau tahun pajak yang sama tidak dapat diterbitkan Surat Ketetetapan Pajak dua kali.
“bahwa berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, dalam penjelasannya dinyatakan sebagai berikut:
‘Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan adminirasi perpajakan dikenakan sanksi adminirasi. Sedangkan yang menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan, dikenakan sanksi pidana. Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, bukan merupakan pelanggaran administrasi, tetapi merupakan tindak pidana.
’Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Kealpaan yang dimaksud dalam Pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.’
“bahwa dengan penjelasan tersebut jelas bahwa perbuatan Penggugat yang menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan dikenakan sanksi pidana karena bukan merupakan pelanggaran adminirasi, tetapi merupakan pelanggaran pidana. Adapun pelanggaran Penggugat terhadap kewajiban perpajakan sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenakan sanksi administrasi yang berupa penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
“bahwa sanksi denda pidana yang dijatuhkan adalah berdasarkan perbuatan pidana yang dilakukan Penggugat, sedangkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan adalah berdasarkan fakta hukum adanya data fiskal yang terungkap dari putusan Pengadilan Negeri Denpasar (keterangan lain) dimana terdapat pajak terutang kurang dibayar.
“bahwa berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan Majelis berkesimpulan Tergugat belum pernah menerbitkan SKPKB Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2006 sebelumnya selain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan tahun pajak 2006 Nomor... tanggal 15 September 2010 yang menjadi sengketa dalam perkara ini, sehingga berdasarkan hal tersebut unsur pengenaan pajak yang bersifat berganda tidak ada atau tidak terpenuhi.
3. Terhadap jumlah yang ditagih dalam SKPKB yang dinyatakan Penggugat tidak benar bahwa putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1079/PidB/2009/PN.Dps, tanggal 20 Januari 2010 atas nama Sdr. XY, sebagai Pimpinan Outlet /Direktur Pemohon Banding telah dijadikan dasar penerbitan:
1. SKPKB PPh Badan tahun 2005 Nomor ...tanggal 15 September 2010,
2. SKPKB PPh Badan tahun 2006 Nomor ... tanggal 15 September 2010,
3. SKPKB PPN tahun 2005 Nomor ... tanggal 15 September 2010 dan,
4. SKPKB PPN tahun 2006 Nomor ...10 tanggal 15 September 2010.
dengan rincian jumlah sebagai berikut: ...;
“bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 1079/PidB/2009/PN.Dps, tanggal 20 Januari 2010 tersebut pada halaman 36 dalam uraian pembuktian kerugian pada pendapatan negara pada point Ad.5 Unsur: Dapat menimbulkan kerugian pada Pendapatan Negara, didalam alenia kedua menyatakan:
‘Menimbang bahwa terdakwa Sdr. XY, telah menanda-tangani dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Badan tahun pajak 2005 dan 2006 serta SPT Masa PPN masa pajak Januari 2005 s/d Desember 2006 atas nama Pemohon Banding NPWP: ... yang isinya tidak benar dengan cara membuat pembukuan ganda, dimana hanya Pembukuan dan Laporan Keuangan Type A saja yang digunakan sebagai dasar pengisian SPT, baik SPT Tahunan PPh Badan maupun SPT Masa PPN, sehingga telah menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara sebesar Rp 18.699.036.276,-.’
‘Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa Unsur Ad. 5 ”Dapat menimbulkan kerugian pada Pendapatan Negara” telah pula secara sah menurut hukum dan meyakinkan telah terpenuhi dan terbukti pada diri dan perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa.’
“bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar aquo dalam halaman satu alenia terakhir disebutkan: ‘bahwa ia terdakwa Sdr. XY, baik secara sendiri-sendiri melakukannya, maupun bersama-sama dengan YY (terdakwa dalam berkas perkara terpisah pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat lagi ditentukan, yaitu pada hari-hari yang termasuk didalam tahun 2004 dan tahun 2006 bertempat di kantor Pemohon Banding (Tiara Grosir) di jalan Cokroaminoto No. 16 Denpasar, atau di di suatu tempat lain yang setidak-tidaknya masih termasuk daerah hokum Pengadilan Negeri Denpasar, telah dengan sengaja menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan atau membantu, untuk menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.’
“bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar aquo pada halaman 38, baris ke dua dinyatakan: ‘Terdakwa melakukan perbuatannya hanya mengikuti kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Wakil Komisaris Back Office TD Group (YY).’
“bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar aquo pada halaman 39 baris ke 1 sampai dengan ke 6, Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan berupa:
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
3. Menyatakan bahwa pidana tersebut tidak akan dijalankan, terkecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim karena Terdakwa dipersalahkan melakukan suatu tindak pidana atau mencukupi suatu syarat sebelum habis berakhir dengan masa percobaan selama 2 (dua) tahun.
“bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar aquo pada halaman 10 pada alinea 2 dinyatakan: ‘Menimbang, bahwa setelah surat dakwaan tersebut selesai dibacakan di persidangan atas pertanyaan Hakim Ketua, Terdakwa menyatakan telah mengerti akan maksud surat dakwaan tersebut, akan tetapi Terdakwa menyatakan tidak mengajukan eksepsi dan tidak keberatan perkaranya dilanjutkan’.
“bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar aquo pada halaman 20 alinea 3 dinyatakan: ‘Menimbang, bahwa Terdakwa menyatakan tidak ada mengajukan sanksi yang meringankan (ade charge)’.
“bahwa dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan dakwaannya telah mengajukan saksi-saksi diantaranya Saksi Ahli Teguh Harianto, SE yang bekerja di Kantor Wilayah DJP Bali yang menjelaskan tentang kerugian Negara yang terjadi atas PPh Badan Tahun 2005 dan 2006 serta PPN tahun 2005 dan 2006 dengan rincian sebagai berikut:
Kerugian Negara yang terjadi atas PPh Badan sebagai berikut:
- Tahun 2005 Rp. 915.661.200,-
- Tahun 2006 Rp. 1.233.788.400,-
Total PPh Badan Rp. 2.149.449.600,-
Kerugian Negara yang terjadi atas PPN sebagai berikut:
- Tahun 2005 Rp. 8.228.830.605,-
- Tahun 2006 Rp. 8.320.756.071,-
Total PPh Badan Rp. 16.549.586.676,-
Kerugian Negara seluruhnya berjumlah Rp. 18.699.036.276,-
“bahwa Majelis memandang terdakwa Sdr. XY, tidak mengajukan saksi yang meringankan terutama untuk jumlah kerugian negara disebabkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum hanya pidana penjara saja (tidak ada pidana denda), sehingga Majelis memandang jumlah kerugian negara yang tidak dibantah oleh Sdr. XY, tetap sama seperti jumlah hitungan dari Jaksa Penuntut Umum karena oleh Sdr. XY tidak akan dijatuhi pidana denda.
“bahwa Majelis memandang tentang kerugian Negara yang diakibatkan oleh perbuatan terdakwa Sdr. XY, untuk Pemohon Banding tersebut adalah bersama-sama dengan perbuatan komisaris Pemohon Banding yaitu Sdr. ZZ. bahwa sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1144/Pid.B/2009PN.Dps tanggal 18 Mei 2009 atas perkara Sdr. ZZ, dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim antara lain menyatakan sebagai berikut:
Hal 219:
‘Menimbang, bahwa terhadap penjatuhan denda dalam perkara ini, meskipun sifatnya kumulatif yang harus dijatuhkan kepada Terdakwa, tetapi tindak pidana ini dilakuakan oleh terdakwa dalam kapasitasnya sebagai wakil komisaris perusahaan TD Group dan uang yang tidak disetorkan pajak itu adalah tidak dinikmati sendiri oleh Terdakwa, melainkan untuk kepentingan operasional TD Group dan juga telah ada pengakuan lewat surat yang dikirimkan oleh Lisa Megawati yang bertindak selaku Direktur TD Group, melalui jaksa Penuntut Umum dipersidangan ada menyerahkan surat bukti penitipan uang sebesar Rp. 5.000.000.000 (Lima Miliar Rupiah) yang berhubungan dengan hutang pajak dari beberapa perusahaan yang tergabung dalam TD Group, maka denda yang dijatuhkan dalam putusan ini adalah dibebankan dan wajib dibayar oleh perusahaan TD Group sebesar 3 X Rp. 6.037.577.318,- = Rp. 18.112.731.954,-  melalui terdakwa sebagai Komisaris.
“bahwa perhitungan jumlah kerugian Negara menurut putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1144/Pid.B/2009/PN.Dps tanggal 18 Mei 2009 atas perkara SDR. YY, dalam pertimbangan hukumnya antara lain menyatakan sebagai berikut:
Hal. 211:
“Meninmbang, bahwa saksi Sdr. MS. Telah memberikan keterangan di depan persidangan bahwa yang bersangkutan adalah Consultant Hukum dibidang Pajak dan saksi pernah melakukan Audit terhadap TD Group berdasarkan pembukuan yang ada bahwa total kerugian Negara atas PPh Badan Tahun 2005 dan 2006 adalah sebesar Rp. 1.921.510.907,- sedangkan PPN Masa Januari s/d Desember 2005 dan Januari s/d Desember 2006 sebesar Rp4.116.066.4111,- sehingga total kerugian Negara yang harus disetor ke kas Negara oleh TD Group adalah sebesar Rp. 6.037.577.318,-.
Hal. 213:
“Menimbang, bahwa Majelis setelah membaca dan membandingkan hasil perhitungan pemeriksa pajak dengan hasil perhitungan saksi yang meringankan yaitu saksi Sdr. MS. memperoleh fakta-fakta bahwa team pemeriksa pajak belum ada menghitung aset perusahaan TD Group, sementara saksi yang meringankan telah menghitung asset perusahaan TD Group yaitu sekitar Rp. 26.123.873.783,- sehingga dengan demikian secara logika dapat menerima perhitungan kerugian Negara yang dilakukan oleh Perusahaan TD Group, menurut Majelis dipandang adil dan patut, maka jumlah denda yang harus dibayar oleh TD Group melalui terdakwa selaku wakil Komisaris adalah sebesar 3 x Rp. 6.037.577.318 = Rp. 18.112.731.954,-.
“bahwa jumlah kerugian negara yang juga disebut sebagai jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar sebesar Rp. 6.037.577.318,- dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1144/Pid.B/2009/PN.Dps tanggal 18 Mei 2009 dipertahankan oleh putusan Banding Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 75/PID/2009/PT.DPS tanggal 27 Juli 2009 dan putusan kasasi Makamah Agung Nomor 323 K/PID/2010 tanggal 30 September 2010 hanya di tingkat banding dan kasasi dendanya diturunkan dari 3 (tiga) kali menjadi 2 (dua) kali jumlah kerugian Negara.
“bahwa selanjutnya berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar dengan Putusan Nomor 1144/Pid.B/2008/PN.Dps tanggal 18 Mei 2009 atas Sdr. ZZ serta penjelasan kedua belah pihak dalam persidangan diketahui bahwa jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar (perhitungan kerugian Negara) sebesar Rp.6.037.577.318 sebagai dasar Majelis Hakim untuk menjatuhkan denda pidana kepada Sdr. ZZ berasal dari hasil perhitungan saksi yang meringankan yaitu saksi Sdr. MS. dengan perincian sebagai berikut:
1. PPh. (Pajak Penghasilan) yang kurang dibayar adalah sebagai berikut: ...;
2. PPN yang kurang dibayar adalah sebagai berikut: ...;
“Bahwa jumlah kerugian sebagaimana dimaksud dalam putusan Pengadilan Negeri di atas adalah jumlah pokok pajak yang harus disetor ke kas Negara.
“bahwa selanjutnya berdasarkan pemeriksaan Majelis atas perhitungan kerugian Negara diatas diketahui bahwa terdapat selisih (perbedaan) perhitungan jumlah nilai kerugian Negara antara jumlah perincian kerugian negara TD Group dengan jumlah total kerugian negara TD Group yaitu sebesar Rp. 332,00 (tiga ratus tiga puluh dua Rupiah) dimana menurut jumlah perincian kerugian negara TD Group adalah sebesar Rp. 6.037.576.986,- dengan perincian sebagai berikut: ...’
“sedangkan menurut jumlah kerugian Negara TD Group adalah sebesar Rp. 6.037.577.318,- dengan rincian sebagai berikut: ...;
“Bahwa namun demikian walaupun terdapat perbedaan selisih perhitungan jumlah kerugian negra sebsar Rp. 332,- tersebut Majelis tetap mengacu jumlah kerugian Negara sebagai dasar penentuan pengenaan denda pidana atas terdakwa Iskak Tegoeh sebagaimana yang tercantum dalam putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap (putusan kasasi Makamah Agung) yaitu sebesar Rp.6.037.577.318,-
“bahwa selanjutnya Majelis memandang karena perkara pidana Sdr. XY, dan Sdr. ZZ, atas Pemohon Banding adalah perkara yang sama dan terbukti sebagai pelaku utama adalah Sdr. ZZ, dan Sdr. XY, hanya mengikuti kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Sdr. ZZ, maka Majelis berpendapat tentang kerugian Negara adalah harus atas satu jumlah yang sama.
“bahwa namun ternyata putusan Sdr. XY, tentang kerugian Negara jumlahnya berbeda dengan putusan Sdr. ZZ.
“bahwa perbedaan tersebut menurut pandangan Majelis terjadi karena tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada perkara Sdr. XY, atas kerugian Negara dalam Pemohon Banding tidak ada bantahan dari terdakwa karena terdakwa tidak dituntut pidana denda, sehingga terdakwa tidak perlu mengajukan saksi ahli untuk perhitungan kerugian Negara.
“bahwa dalam perkara Sdr. ZZ, atas kerugian Negara dalam Pemohon Banding dilakukan bantahan oleh terdakwa karena terdakwa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum berupa pidana denda yang harus dibayarnya.
“bahwa berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat bahwa kerugian Negara yang paling adil adalah apabila tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut dikuatkan oleh saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum dan dibantah oleh saksi ahli dari terdakwa.
“bahwa berdasarkan uraian diatas Majelis berpendapat bahwa untuk perkara yang sama atas suatu entitas usaha yang sama (Pemohon Banding) yang dilakukan oleh 2 (dua) orang terdakwa seharusnya jumlah kerugian Negara tidak berbeda, namun karena putusan atas pelaku utama (Sdr. ZZ) dari pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri Denpasar) dan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Denpasar) dan tingkat Kasasi (Makamah Agung) tidak memutuskan kerugian Negara yang sama dengan putusan Pengadilan Negeri Denpasar atas terdakwa Sdr. XY, maka Majelis mengacu pada jumlah kerugian Negara adalah putusan untuk Sdr. ZZ, bukan Sdr. XY.
“bahwa dalam sidang saksi ahli (Prof. Dr Gunadi) seharusnya nilai SKPKB mengacu pada jumlah dari putusan Makamah Agung, bukan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
“Bahwa selanjutnya saksi ahli (Pof Dr Gunadi) mengutip pendapat Brotodihardjo (2008) yang menyatakan bahwa jika tindak pidana dimaksud ditemukan dan terbukti merugikan pada pendapatan negara sudah selayaknya sebagai konsekuensinya dapat dikenakan hukuman berupa pembayaran berlipat ganda meliputi: (a) utang pajak beberapa tahun sesuai perbuatannya, (b) denda pidana, dan (c) kenaikan pajak yang harus dibayar.
“bahwa dalam hukum pajak terdapat dua jenis hukuman atau sanksi, yaitu: (a) sanksi adminirasi yang dikenakan dan dieksekusi Ditjen Pajak sendiri dalam bentuk tambahan pajak terutang yang dapat berupa denda, bunga, atau kenaikan (baik jumlah maupun tarif), dan (b) sanksi pidana yang diputus pengadilan dan dieksekusi kejaksaan yang dapat berupa pidana kurungan atau penjara dan pidana denda.
“bahwa selanjutnya saksi ahli mengutip pendapat Santoso Brotodihardjo (1998) yang menyatakan bahwa diatas pelaku tindak pidana dibidang perpajakan yang terbukti melakukan kejahatan perpajakan dapat dikenakan kewajiban pembayaran yang berlipat ganda berupa pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, denda pidana, dan kenaikan lainnya.
“jumlah kerugian negara berupa pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar tidak sama dengan yang dimaksud oleh putusan Makamah Agung, sesuai dengan prinsip transparansi dan good governance, seyogyanya karena permohonan Wajib Pajak atau jabatannya sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang KUP, Dirjen Pajak dapat mengurangkan atau membetulkan Surat Ketetapan Pajak dimaksud.
“bahwa Majelis melihat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2006 Nomor ... 10 tanggal 15 September 2010 diterbitkan dengan memakai dasar perhitungan putusan Pengadilan Negeri Denpasar atas nama Sdr. XY, yang besarnya pidana denda seperti tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada putusan Pengadilan Negeri Denpasar atas nama Sdr. ZZ sebesar Rp18.112.731.954,- maka atas hal tersebut Majelis tidak sependapat dan seharusnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2006 tersebut mengacu kepada putusan kasasi Makamah Agung atas nama Sdr. ZZ, yang besarnya pidana denda adalah sebesar Rp. 12.075.154.636,-.
“bahwa Majelis melihat yang menjadi subyek pajak atau subyek hukum pada putusan Pengadilan Negeri Denpasar adalah Sdr. XY, yang sesuai Akte Notaris ..., SH Nomor 40 tanggal 17 April 2000 adalah Direktur Penggugat yaitu Pemohon Banding, dan atas perkara pidananya terbukti Penggugat melakukan pelanggaran pidana bersama Sdr. ZZ, yang dalam akte tersebut bukan sebagai pengurus Pemohon Banding namun sebagai pemegang saham 16% saham perseroan dan sebagai Wakil Komisaris Back Office, yang demikian dapat diartikan juga sebagai subjek pajak yang atas perbuatannya tersebut menimbulkan / mengakibatkan kerugian pada pendapatan Negara sehingga besarnya kerugian Negara tersebut dapat diacu untuk dasar penerbitan SKP untuk Penggugat. Hal tersebut sebagai Corporate Reability (pertanggung-jawaban kolektif) berupa vicarious liability (perusahaan bertanggung jawab atas perbuatan pidanan karyawannya).
“bahwa sanksi pidana aquo dijatuhkan bedasarkan perbuatan pidana yang dilakukan oleh subyek pajak ayau subyek hukum yaitu Penggugat, sedangkan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2006 Nomor 10 tanggal 15 September 2010 diterbitkan berdasarkan fakta hukum data fiscal yang terungkap bahwa selama tahun 2005 sengaja tidak dilaporkan oleh Penggugat yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar dan atas hal tersebut juga dikenakan denda adminirasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
“bahwa atas hal tersebut Majelis berpendapat berdasarkan asas Premium Remedium dengan memperhatikan pendapat para ahli hukum JE Sahetapy, Andi Hamzah, Bambang Poernomo, Barda Nawawi Arief, dan Sudarto, maka tindak pidana pajak adalah merupakan delik yang disebut insinguler, yang artinya ada penerapan sanksi adminirasi dan juga ada penerapan sanksi pidana, dan kedua sanksi tersebut bisa dilakukan bersamaan sehingga tidak berarti berurutan ataupun double. Sanksi adminirasi dan sanksi pidana bisa diterapkan bersama-sama sepanjang dalam perkara tersebut terdapat unsur pidana.
“bahwa Pasal 13 Undang-Undang KUP menyatakan Tergugat (Direktur Jenderal Pajak) dapat menerbitkan SKPKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, sementara dalam Pasal 38 dan 39 Undang-Undang KUP terdapat ancaman pidana bagi yang menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. Bahwa perbuatan dalam Pasal-pasal tersebut sama-sama menimbulkan kerugian pada pendapatan negara namun dikenakan sanksi yang berbeda, dimana untuk Pasal 13 menggunakan sanksi adminirasi berupa bunga, sementara Pasal 38 dan 39 adalah lebih ke sanksi pidana.
“bahwa berdasarkan uraian dan ketentuan diatas Majelis berpendapat bahwa dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2006 Nomor ... tanggal 15 September 2010, sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku namun demikian perhitungan jumlah Pajak yang kurang dibayar yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor ... tanggal 15 September 2010 Tahun Pajak 2006, seharusnya mengikuti putusan kasasi Makamah Agung (perkara pidana).
“bahwa selanjutnya walapun terdapat selisih (perbedaan) perhitungan jumlah nilai kerugian Negara antara jumlah perincian kerugian negara TD Group dengan jumlah total kerugian negara TD Group yaitu sebesar Rp. 332,- dimana untuk perhitungan kerugian Negara TD Group sebagai dasar penentuan pengenaan denda pidana atas terdakwa Iskak Tegoeh sebagaimana yang tercantum dalam putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (putusan kasasi Makamah Agung) yaitu sebesar Rp.6.037.577.318,- namun untuk perhitungan kerugian Negara Pemohon Banding, Majelis menggunakan jumlah kerugian Negara untuk Pemohon Banding yang terdapat dalam perincian kerugian Negara TD Group yaitu sebagai berikut:
- Kerugian Negara atas PPN 2005 = (Rp. 40.265.177,-)
- Kerugian Negara atas PPN 2006 = Rp. 725.712.113,-
- Kerugian Negara atas PPh 2005 = Rp. 221.053.779,-
- Kerugian Negara atas PPh 2006 = Rp. 304.931.782,-
Total kerugian Negara Pemohon Banding = Rp. 1.211.432.497,-
“bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas perincian perhitungan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar (jumlah kerugian Negara) sebagaimana diuraikan diatas ketahui bahwa jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2006 untuk Pemohon Banding adalah sebesar Rp.304.931.782,-.
MEMUTUSKAN :
Menyatakan Mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor ... tanggal 9 April 2012 tentang Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor ... tanggal 15 September 2010 Tahun Pajak 2006, sehingga Pajak Penghasilan tahun 2006 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
- Jumlah Pokok Pajak Rp. 304.931.782,-
- Sanksi Adminirasi Pasal 13 Ayat (2) UU KUP Rp. 146.367.255,-
- Jumlah pajak yang masih Harus dibayar Rp. 451.299.037,-“
© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.