Tidak Mencapai Target Kinerja adalah Pelanggaran, Namun Tetap Berhak atas Pesangon

LEGAL OPINION
Question: Sebagai pegawai bagian penjualan, yang namanya kejar “target” itu kan, bukan hanya semata faktor kerja keras. Mana ada sih, pegawai yang tidak mau dinilai berprestasi dan tidak mau dapat bonus. Semua tenaga pemasaran manapun juga tahu. Hanya saja ada faktor nasib di situ.
Belum lagi perihal kecenderungan atau tren seperti selera dan minat pasar, melesetnya riset terhadap pasar divisi research and development sehingga produk tidak terserap pasar, kian ketatnya kompetisi dengan masuknya kompetitor baru, lagipula kondisi ekonomi makro tidak pernah selalu stabil, hingga nilai target yang ditetapkan tanpa kriteria yang jelas atau bahkan dipatok tinggi sekali. Seperti bekerja dengan tanpa kepastian. Gimana jika semisal, nantinya benar-benar dipecat, karena perusahaan bilang ‘tidak berhasil capai target’ bulan ini, atau bulan esoknya?
Brief Answer: Dimungkinkan untuk di-putus hubungan kerja (PHK) karena tidak mencapai target, namun sifatnya hanyalah semata “pelanggaran yang tidak dapat di-PHK”. Dengan demikian, dalam praktik peradilan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), terdapat dua jenis pelanggaran: yakni “pelanggaran fundamental yang dapat di-PHK”, serta “pelanggaran yang dapat diberi surat peringatan / pembinaan”—keduanya tidaklah sama.
Bila pelanggaran berupa tidak tercapainya target kerja, berdasarkan praktik peradilan, Pekerja tetap dapat di-PHK oleh Pengusaha, maka PHK tersebut berkonsekuensi yuridis pada kewajiban pembayaran pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut dapat menjadi cerminan pendirian peradilan terhadap konteks “target” kerja, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 280 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 21 Juni 2016, perkara antara:
- HENGKY TETRA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PT. BANK MEGA Tbk., selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat dipekerjakan oleh Tergugat sebagai Account Officer SME (Small Medium Enterprise) pada kantor Cabang Pembantu PT. Bank Mega Tbk., sejak tanggal 3 Maret 2010. Namun terhitung bulan Agustus 2015, sampai gugatan ini diajukan, sudah tidak lagi diberikan upah.
Pada tanggal 15 Juni 2015, Tergugat melakukan PHK sepihak terhadap Penggugat, terhitung sejak tanggal 25 Juli 2015 sebagaimana Surat Keputusan Direksi PT. Bank Mega Tbk. tanggal 15 Juni 2015 tentang PHK atas nama Penggugat.
Adapun alasan Tergugat melakukan PHK, disebabkan Penggugat dinilai gagal dalam pencapaian target kerja pembebanan kredit sejumlah Rp600.000.000,00 setiap bulannya, sehingga Tergugat telah memberikan sanksi berupa Surat Peringatan I, II, dan III selama tiga bulan berturut-turut, dan terakhir melakukan sanksi “pembinasaan” terhadap Penggugat, yaitu PHK.
Alasan yang dijadikan sebagai pelanggaran oleh Tergugat, bukanlah merupakan suatu kesalahan berat atau ringan, tetapi merupakan masalah kemampuan Penggugat bekerja atau tidak mampu bekerja dalam pencapaian target kerja yang tidak dapat dipenuhi oleh Penggugat, apalagi pencapaian target kerja yang diperintahkan oleh Tergugat bukanlah hal yang mudah untuk direalisasi, terlagi pula Penggugat disaat bersamaan diwajibkan untuk melakukan prinsip kehati-hatian dalam mencari nasabah debitor untuk menggunakan fasilitas kredit di Bank Mega, agar tidak terjadi kredit macet dikemudian hari, demikian dalil Penggugat.
Berangkat dari berbagai fakta demikian, Penggugat menilai alasan PHK yang dilakukan oleh Tergugat kepada Penggugat, adalah disebabkan Penggugat dinilai sudah tidak produktif lagi. Menjadi alasan bagi Tergugat, untuk melakukan PHK dengan maksud untuk efisiensi dalam perusahaan.
Bila Tergugat tidak ingin melanjutkan hubungan kerja, pada prinsipnya Pengggugat tidak berkeberatan untuk diakhiri hubungan kerjanya, karena kalaupun dilanjutkan tidak mungkin lagi terjadi hubungan kerja yang harmonis.
Dengan demikian yang menjadi pokok tuntutan pihak Penggugat, PHK yang dilakukan oleh Tergugat bukanlah merupakan perihal kesalahan berat ataupun ringan, akan tetapi PHK ini adalah untuk mengefisiensikan karyawan yang tidak produktif, maka Penggugat menuntut agar Tergugat diwajibkan membayar hak-hak Penggugat sebesar dua kali pesangon, disamping Upah Proses.
 Sementara itu, dalam sanggahannya, pihak Tergugat berlindung dibalik secarik surat yang secara baku wajib ditanda-tangani oleh setiap karyawan Tergugat, yakni surat Kesepakatan Kesanggupan Memperbaiki Kinerja (KKMK) tanggal 2 Februari 2015, dimana salah satu butirnya menyebutkan:
“Saya setuju, apabila sampai batas waktu yang diberikan oleh manajemen PT. Bank Mega Tbk, ternyata saya tidak menunjukkan kemampuan usaha (‘effort’) atau unjuk kerja (‘performance’) dalam rangka mencapai target tersebut, dengan tidak harus menunggu sampai tiga bulan kedepan atau batas waktu lain yang ditetapkan oleh manajemen PT. Bank Mega Tbk, untuk mengundurkan diri dari dan mengakhiri hubungan kerja saya dengan PT. Bank Mega Tbk, terhitung sejak hasil evaluasi kinerja saya diketahui atau pada tanggal sebagaimana ditetapkan oleh manajemen PT. Bank Mega Tbk, demikian dengan tidak mengurangi hak PT. Bank Mega Tbk, untuk mengakhiri hubungan kerja dengan saya secara sepihak apabila saya tidak mengundurkan diri akibat tidak mencapai target tersebut, dan karenanya dalam hal ini PT. Bank Mega Tbk tidak mempunyai kewajiban apapun juga atas berakhirnya hubungan kerja tersebut, dan saya tidak akan melakukan penuntutan apapun juga kepada PT. Bank Mega Tbk.”
Bila dalam konsep hukum pidana, terdapat asas “non self-incrimination”, yang maksudnya ialah tidak akan dianggap, bila pelaku / terdakwa / seseorang justru dipaksa untuk mengkriminalisasi dirinya sendiri, maka surat pernyataan sang Pekerja dalam kasus diatas menjadi sebuah kejanggalan utama, dimana adalah tidak wajar bila seorang Pekerja justru menekan kepentingan serta kondisi dirinya sendiri tanpa menyisakan “ruang bernafas” sedikit pun bagi dirinya sendiri.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Pekanbaru kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 47/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pbr., tanggal 23 Desember 2015, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan dari pertimbangan diatas, selanjutnya Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa faktanya Penggugat tidak mampu/tidak cakap melakukan tugas/pekerjaan yang diberikan oleh Tergugat, dan Tergugat telah memberikan waktu yang layak kepada Penggugat untuk memperbaiki kinerjanya yaitu sejak bulan Januari sampai dengan April 2015, akan tetapi faktanya Penggugat tidak dapat memperbaiki kinerjanya, dengan demikian Penggugat telah melanggar Pasal 12 ayat (4) angka 4.5 tentang Pelanggaran Disiplin yang mengakibatkan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yaitu melalaikan kewajiban secara tidak bertanggung jawab (setelah mendapat surat peringatan terakhir) pada angka vi. Mengabaikan peringatan untuk memperbaiki prestasi kerja peraturan perusahaan PT. Bank Mega Tbk periode 2013-2015;
“Menimbang, bahwa Tergugat telah melakukan pemutusan hubungan kerja kepada Penggugat terhitung tanggal 25 Juli 2015 melalui Surat Keputusan Direksi PT. Bank Mega Tbk Nomor ... tentang Pemutusan Hubungan Kerja Atas Nama sdr. Hengky Tetra tanggal 15 Juni 2015, maka Majelis Hakim menyatakan Surat Keputusan Direksi PT Bank Mega Tbk Nomor ... tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Atas Nama sdr. Hengky Tetra tanggal 15 Juni 2015 adalah sah menurut hukum dengan demikian petitum Penggugat pada poin 2 (dua) dinyatakan ditolak;
“Menimbang, bahwa dalam peraturan perusahaan PT. Bank Mega Tbk periode 2013-2015 tidak mengatur mengenai hak-hak atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana pelanggaran yang diatur dalam Pasal 12 ayat (4) angka 4.5 tentang Pelanggaran Disiplin yang mengakibatkan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yaitu melalaikan kewajiban secara tidak bertanggungjawab (setelah mendapat surat peringatan terakhir) pada angka vi. Mengabaikan peringatan untuk memperbaiki prestasi kerja peraturan perusahaan PT Bank Mega Tbk periode 2013-2015, maka dengan mendasarkan Kesepakatan Kesanggupan Memperbaiki Kinerja (KKMK) sebagaimana pada bukti Tergugat yang diberi tanda T-1, maka Tergugat tidak berkewajiban untuk membayar hak-hak atas pemutusan hubungan kerja tersebut kepada Penggugat berupa uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana yang diatur pada Pasal 156 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan demikian petitum Penggugat pada poin 3 (tiga) haruslah dinyatakan ditolak;
MENGADILI :
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Penggugat telah melanggar Pasal 12 ayat (4) angka 4.5 tentang pelanggaran disiplin yang mengakibatkan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yaitu melalaikan kewajiban secara tidak bertanggung jawab (setelah mendapat surat peringatan terakhir) pada angka vi. Mengabaikan peringatan untuk memperbaiki prestasi kerja peraturan perusahaan PT. Bank Mega Tbk. periode 2013-2015;
- Menyatakan Surat Keputusan Direksi PT. Bank Mega Tbk Nomor ... tentang Pemutusan Hubungan Kerja Atas Nama sdr. Hengky Tetra tanggal 15 Juni 2015 adalah sah menurut hukum;
- Menetapkan pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak 25 Juli 2015 dengan segala akibat hukumnya;
- Menghukum Tergugat untuk membayarkan hak cuti Penggugat yang belum diambil dan belum gugur sejumlah Rp3.948.900,00 (tiga juta sembilan ratus empat puluh delapan ribu sembilan ratus rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Sang Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa KKMK (Kesepakatan Kesanggupan Memperbaiki Kinerja) yang ditanda-tangani Pemohon pada saat itu, bukanlah pernyataan yang murni dibuat secara bebas, dimana salah pihak dalam posisi yang kuat yang justru paling diuntungkan karena kekuasaan yang ada padanya, yaitu pihak Tergugat.
Terbukti bahwa KKMK (Kesepakatan Kesanggupan Memperbaiki Kinerja) yang ditanda-tangani oleh pihak Pemohon, bersifat surat dengan draf baku yang dibuat oleh pihak Tergugat, sehingga bukanlah berangkat dari kebebasan Penggugat untuk menyatakan sikap, akibat ketimpangan posisi dominan yang ada. Dimana terhadap keberatan sang Pekerja, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan dalam memori kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi yang diterima tanggal 11 Januari 2016 dan kontra memori kasasi yang diterima tanggal 25 Januari 2016, dihubungkan dengan pertimbangan putusan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Judex Facti tidak mempertimbangkan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat sudah sejak 3 Maret 2010 sehingga Penggugat tidak dapat diputus hubungan kerjanya karena tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan, namun hanya dapat dianggap melakukan pelanggaran kerja dan atas hal ini Tergugat telah memberi surat peringatan;
2. Bahwa terhadap peristiwa hukum diatas beralasan hukum diterapkan ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan dengan masa kerja 3 Maret 2010 sampai dengan gugatan diajukan 10 September 2015 (5 tahun lebih) serta upah Rp8.462.000,00 per bulan, hak-hak Penggugat sebagai berikut:
- Uang Pesangon 6 x Rp8.462.000,00 = Rp50.772.000,00;
- Uang Penghargaan Masa Kerja 2 x Rp8.462.000,00 = Rp16.924.000,00;
- Uang Penggantian Hak 15% x Rp67.696.000,00 = Rp10.154.400,00;
Jumlah = Rp77.850.400,00;
- Sisa cuti 2014 = Rp 3.948.900,00;
Total = Rp81.799.300,00; (delapan puluh satu juta tujuh ratus sembilan puluh sembilan ribu tiga ratus rupiah);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi HENGKY TETRA, tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 47/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pbr., tanggal 23 Desember 2015, selanjutnya Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: HENGKY TETRA, tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 47/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pbr., tanggal 23 Desember 2015;
“MENGADILI SENDIRI:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat telah melanggar aturan pekerjaan;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus terhitung sejak gugatan diajukan;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kompensasi pemutusan hubungan kerja kepada Penggugat sejumlah Rp81.799.300,00 (delapan puluh satu juta tujuh ratus sembilan puluh sembilan ribu tiga ratus rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.