Pengukuran Tanah Pengembalian Batas Bidang oleh Calon Pembeli

LEGAL OPINION
Question: sebenarnya kalau mau beli rumah second, sebaiknya ajukan ukur ulang ke BPN atau aman saja bila langsung mohon balik-nama sertifikat tanah?
Brief Answer: Untuk hak atas tanah berupa rumah yang relatif masih baru dari komplek perumahan yang dibangun pihak pengembang (developer), cukup aman bagi pembeli untuk seketika mengajukan permohonan peralihan hak atas tanah ke Kantor Pertanahan setempat.
Sementara untuk perumahan maupun lahan di pemukiman yang dibangun secara sporadik dan swadaya masyarakat setempat, sebaiknya diajukan permohonan pengukuran “pengembalian batas” ke Kantor Pertanahan setempat, agar calon pembeli tahu persis dimana bidang tanah atas sertifikat hak atas tanah yang hendak dibelinya, serta letak pasti dari batas-batas hak atas tanah tersebut, sekaligus meng-aktualkan Surat Ukur dari Sertifikat Hak Atas Tanah pemilik semula.
PEMBAHASAN:
Langkah antisipasi dan preventif dalam contoh kasus berikut patut disimak, sebagaimana SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 2315 K/PDT/2014 tanggal 22 September 2015, perkara antara:
1. SYAHARUDDIN; 2. TIMOTIUS DAWIR, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I dan III; melawan
- TONNY LIMOWA, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat; dan
1. ISABELA AYAMSEBA; 2. HAYONG MUIS; 3. H. KASIM, selaku Para Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat II, IV, V.
Penggugat memperoleh 4 bidang tanah bersertifikat yang saling berbatasan, dengan latar belakang sebagai berikut:
a. Bidang tanah bersertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 675, Penggugat peroleh melalui proses jual-beli dengan Tergugat IV yang dituangkan dalam Akta Jual Beli tanggal 5 Juli 2010, yang sebelumnya tanah tersebut dibeli oleh Tergugat IV dari alm. Hengki Dawir yang merupakan orang tua kandung dari Tergugat III.
b. SHM No. 679, Penggugat peroleh melalui proses jual-beli dengan Tergugat IV yang dituangkan dalam Akte Jual-Beli tanggal 5 Juli 2010, yang sebelumnya tanah tersebut dibeli oleh Tergugat IV dari Alm. Hengki Dawir yang merupakan orang tua kandung dari Tergugat III;
c. SHM No. 674, Penggugat peroleh melalui proses jual-beli dengan Tergugat IV yang dituangkan dalam Akte Jual-Beli, tanggal 5 Juli 2010, yang sebelumnya tanah tersebut dibeli oleh Tergugat IV dari Alm. Hengki Dawir yang merupakan orang tua kandung dari Tergugat III;
d. SHM No. 680, Penggugat peroleh melalui proses jual beli dengan Tergugat IV yang dituangkan dalam Akte Jual-Beli, tanggal 5 Juli 2010, yang sebelumnya tanah tersebut dibeli oleh Tergugat IV dari Alm. Hengki Dawir yang merupakan orang tua kandung dari Tergugat III.
Keseluruh bidang tanah bersertifikat tersebut, berasal dari bidang tanah dengan alas hak hak berupa Surat Pelepasan Tanah Adat dengan luas 5 Ha atas nama Hayong Moeis (Tergugat IV) yang diperoleh dari Tanah Adat Suku DAWIR, dilepaskan oleh Alm. Hengki Dawir (sebagai Kepala Suku Dawir) dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah Adat tertanggal 5 Desember 1990.
Demi memperjelas dan memastikan keberadaan / lokasi bidang tanah bidang tanah bersertifikat dimaksud, maka semua bidang tanah-bidang bersertifikat milik Tergugat IV yang sebelumnya disepakati dalam hal-jual beli adalah 5 (lima) bidang tanah bersertifikat, selanjutnya bersama-sama dengan Tim Tehnis Pengukuran Nadan Pertanahan Nasional Kota Jayapura, yang dituangkan dalam Berita Acara Pengembalian Batas tanggal 2 Maret 2010.
Berdasarkan Hasil Pengukuran Ulang, diperoleh data lapangan, bahwa salah satu bidang tanah sertifikat yaitu SHM No. 676 atas nama hayong Moeis / Tergugat IV, telah dikuasai dan diatasnya telah dilakukan pembangunan rumah oleh Tergugat I, sehingga Penggugat memutuskan membatalkan pembelian bidang tanah bersertifikat Hak Milik Nomor 676 seluas 1.260 M2 dan hanya membeli bidang-bidang tanah bersertifikat yang menjadi obyek dalam perkara ini.
Setelah dilakukan proses jual beli anlara Penggugat dengan Tergugat IV, selanjutnya ke-4 sertifikat hak atas tanah dibalik-nama ke-atas-nama Penggugat. Untuk proses pengamanan terhadap bidang tanah-bidang tanah ke-4 sertifikat tersebut, Penggugat bermaksud membangun pagar keliling, ternyata didapati di lokasi, Tergugat I telah menyerobot dengan cara menguasai, menimbun dan melakukan kegiatan pembangunan gedung diatas bidang tanah milik Penggugat seluas ± 300 M2 yakni diatas SHM No. 674 yang juga menjadi obyek sengketa dalam perkara ini.
Atas tindakan dan Tergugat I menyerobot dan menguasai, menimbun atau membangun diatas tanah milik Penggugat, Penggugat telah menegur dan mengingatkan Tergugat I melalui surat tanggal 21 Juli 2010 yang pada intinya menyatakan bahwa bangunan yang dibuat oleh Tergugat I sudah memasuki tanah Penggugat dan oleh karenanya diminta segera dihentikan, namun Tergugat I tidak mengindahkannya.
Oleh karena Tergugat I tidak mengindahkan teguran yang disampaikan Penggugat, maka Penggugat melaporkan perbuatan Tergugat I ke Kepolisian Daerah Papua, dan berlanjut hingga tahap penuntutan pidana. Setelah perkara pidana atas nama Terdakwa Syaharuddin (Tergugat I) disidangkan di Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura, Pengadilan memutuskan bahwa Syaharuddin (Tergugat I) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Penyerobotan Tanah milik Tonny Limowa, dan oleh karenannya dihukum dengan pidana penjara selama 10 bulan, sebagaimana Putusan Perkara Pidana Nomor 26/Pid.B/2011/PN.Jpr, tanggal 2 Agusutus 2011, dan pada Tingkat Banding diputus dengan amar putusan menyatakan bahwa Syaharuddin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penyerobotan tanah milik Tonny Limowa dan oleh karenanya dihukum dengan hukuman Masa Percobaan sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Nomor 83/Pid/2011/PT.JPR, tanggal 13 September 2011, yang dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 256 K/Pid/2012, tanggal 24 Juli 2012.
Selain proses pidana tersebut, Tergugat I juga telah menggugat Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Jayapura dan Penggugat sebagai Tergugat Intervensi di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura terkait keabsahan keempat SHM milik Penggugat sebagaimana register perkara Nomor 44/G/2010/PTUN.Jpr. Atas gugatan Tergugat I tersebut, dalam putusannya Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura menyatakan menolak gugatan Tergugat I, dikuatkan lewat putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 79 K/TUN/2012, tanggal 15 Mei 2012.
Ternyata pada saat perkara pidana atas laporan Penggugat diproses di Kepolisian sampai disidang pengadilan maupun pasca putusan PTUN, Tergugat I kembali melakukan kegiatan penimbunan dan membangun diatas tanah milik Penggugat, yakni diatas bidang tanah SHM No. 674, tanah SHM No. 675, tanah SHM No. 679 dan tanah SHM No. 680 yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini.
Selain melakukan penimbunan diatas bidang tanah milik Penggugat, Tergugat I juga telah menghilangkan semua patok-patok batas tanah milik Penggugat yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini yang telah dipasang pada saat proses pengembalian batas oleh tim dari Kantor Pertanahan Kota Jayapura.
Atas tindakan ilegal dari Tergugat I, Penggugat kembali memberitahukan dan mengingatkan Tergugat I, namun lagi-lagi tidak dihiraukan oleh Tergugat I. Bahkan, Tergugat I tetap melanjutkan kegiatan pembangunan dan penimbunan diatas seluruh tanah milik Penggugat.
Oleh karena tindakan Tergugat I yang menyerobot dan menguasai tanah milik Penggugat, maka berpedoman pada Berita Acara Hasil Pengukuran Pengembalian Batas Bidang Tanah tanggal 27 Agustus 2010, serta Hasil Penelusuran dan Investigasi Penggugat, ditemukan fakta hukum sebagai berikut:
a. Ternyata Tergugat I masuk dan menguasai bidang tanah obyek sengketa, dengan alasan memiliki alas hak berupa pelepasan adat dari Kepala Suku Dawir yaitu Alm. Hengki Dawir melalui Surat Pernyataan Pelepasan Tanah Adat Suku Dawir tertanggal 17 September 2009 seluas 2.500 M2 dan Surat Pernyataan Pelepasan Tanah Adat Suku Dawir tertanggal 06 Agustus 2009 seluas 8.480 M2; dan semua surat tersebut disetujui / diketahui oleh Tergugat III sebagai Ahli Waris dari Alm. Hengki Dawir, padahal sebelumnya Hengki Dawir sudah menjual dan melepaskan haknya kepada Hayong Muis dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah Adat Nomor tanggal 5 Desember 1990;
b. Ternyata diatas tanah SHM No. 680, atas nama TONNY LIMOWA terdapat bengunan milik NY. Isabela Ayamseba (Tergugat II) seluas 24 M2, dan ternyata Tergugat II memperoleh tanah tersebut berdasarkan Surat Pernyataan Pelepasan Tanah Adat tanggal 24 September 2008 seluas 600 M2 antara Hengki Dawir sebagai Kepala Suku Dawir dengan Tergugat II, padahal sebelumnya Hengky Dawir telah menjual dan melepaskan hanya kepada Hayong Moeis dengan Surat Pernyataan Pelepasan hak atas Tanah Adat tanggal 5 Desember 1990;
c. Ternyata diatas tanah SHM No. 680, atas nama Tonny Limowa terdapat bangunan milik M.H Kasim (Tergugat IV) seluas 300 M2, dan ternyata Tergugat V memperoleh tanah tersebut berdasarkan Surat Pernyataan Pelepasan Tanah Adat tanggal 22 Juli 2006 seluas 300 M2 antara Hengki Dawir sebagai Kepala Suku Dawir dengan Tergugat V, padahal sebelumnya Hengki Dawir telah menjual dan melepaskan haknya kepada Tergugat IV dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah Adat tanggal 5 Desember 1990.
Total keseluruhan bidang tanah milik Penggugat yang dikuasai / diserobot oleh Tergugat I, adalah seluas 5.401 M2. Sementara luas bidang tanah milik Penggugat yang dikuasai secara melawan hukum oleh Tergugat II, ialah seluas 600 M2.
Tanah milik Penggugat yang dikuasai oleh Tergugat V, yakni seluas 300 M2, tetapi ketika Penggugat memperhatikan bukti kepemilikan atas tanah tersebut kepada Tergugat V, maka atas kesadaran dan secara suka-rela pihak Turut Tergugat mengakui kepemilikan Penggugat, kemudian menyerahkan bidang tanah tersebut kepada Penggugat melalui Surat Pengakuan Atas Hak Milik Penggugat atas tanah tertanggal 19 Desember 2011, namun sampai saat ini diatas tanah yang sebelumnya dikuasai Tergugat V tersebut masih ada bangunan miliknya dan belum dikosongkan.
Dengan seluruh rangkaian kejadian demikian, disimpulkan bahwa pembuatan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat V yang menyerobot / menguasai dengan cara menimbun, melakukan pembangunan gedung ataupun pagar keliling, serta melakukan aktifitas lainnya diatas bidang tanah-bidang tanah milik Penggugat tanpa seijin Penggugat, sebagai merupakan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat.
Disamping itu, perbuatan Tergugat III menyetujui penjualan tanah milik Penggugat oleh orang tuanya yaitu Alm. Hengki Dawir, kepada Tergugat I, meski telah dijual kepada Penggugat, merupakan perbuatan melawan hukum pula yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat.
Tindakan jual-beli antara Tergugat I dengan Alm. Hengki Dawir melalui Surat Pernyataan Pelepasan Tanah Adat Suku Dawir tertanggal 17 September 2009 maupun Surat Pernyataan Pelepasan Tanah Adat Suku Dawir tertanggal 6 Agustus 2009, merupakan Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat, oleh karenanya patut dinyatakan tidak sah, sebab bidang tanah yang sama telah menjadi obyek jual-beli oleh Hengki Dawir kepada Hayong Moeis melalui Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah tanggal 5 Desember 1990.
Tindakan jual-beli antara Tergugat II dengan Alm. Hengki Dawir melalui Surat Pernyataan Pelepasan Tanah Adat tanggal 24 September 2008 adalah merupakan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat, sebab bidang tanah yang menjadi obyek jual beli antara Tergugat II dengan Alm. Hengki Dawir adalah tanah yang sebelumnya Alm. Hengki Dawir telah menjual kepada Hayong Moeis melalui Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah tanggal 5 Desember 1990.
Tindakan jual beli antara Tergugat V dengan Alm. Hengki Dawir melalui Surat Pernyataan Pelepasan Tanah Adat tanggal 22 Juli 2006, merupakan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat, sebab bidang tanah yang menjadi obyek jual beli antara Tergugat V dengan Alm. Hengki Dawir telah menjual kepada Hayong Moeis melalui Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah Adat tanggal 5 Desember 1990.
Atas tindakan Tergugat I menyerobot / menguasai dengan cara menimbun, melakukan pembangunan, dan melakukan aktifitas lainnya diatas bidang-bidang tanah yang menjadi obyek dalam perkara ini, mengakibatkan kerugian bagi Penggugat. Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Jayapura kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 01/Pdt.G/2013/PN.Jpr, tanggal 2 Oktober 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan pengugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Jual Beli yang dilakukan antara Penggugat dengan Tergugat IV atas 4 (empat) bidang tanah yaitu:
a. Bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 675, luas 1.505 M2 berdasarkan Akte Jual Beli Nomor ... di Kantor Notaris ... , S.H., tanggal 5 Juli 2010;
b. Bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 679, luas 1.260 M2 berdasarkan Akte Jula Beli Nomor ... di Kantor Notaris ... , S.H., tanggal 5 Juli 2010;
c. Bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 674, luas 1.570 M2 berdasarkan Akte Jual Beli Nomor ... di Kantor Notaris ... , S.H., tanggal 5 Juli 2010;
d. Bidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 680, luas 1.966 M2 berdasarkan Akte Jual Beli Nomor ... di Kantor Notaris ... , S.H., tanggal 5 Juli 2010;
adalah sah dan sesuai Ketentuan Hukum yang berlaku;
3. Menyatakan bahwa bidang tanah-bidang tanah bersertifikat yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini yaitu:
a. Sertifikat Hak Milik Nomor 680, atas nama Tonny Limowa seluas 1.966 M2, dengan batas-batas sebagai berikut: ...;
b. Sertifikat Hak Milik Nomor 679, atas nama Tonny Limowa seluas 1.260 M2, dengan batas-batas sebagai berikut: ...;
c. Sertifikat Hak Milik Nomor 675, atas nama Tonny Limowa seluas 1.505 M2, dengan batas-batas sebagai berikut: ...;
d. Sertifikat Hak Milik Nomor 674, atas nama Tonny Limowa seluas 1.570 M2, dengan batas-batas sebagai berikut: ...;
Dengan luas total keseluruhan adalah 6.301 M2 adalah sah milik Penggugat;
4. Menyatakan perbuatan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat V adalah perbuatan melawan hukum;
5. Menghukum Tergugat I untuk mengosongkan dan mengembalikan tanah obyek sengketa dalam perkara ini kepada Penggugat dalam keadaan baik dan kosong seperti semula;
6. Menghukum Tergugat II dan Tergugat V, untuk tunduk dan taat terhadap putusan ini;
7. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Tergugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jayapura dengan Putusan Nomor 05/PDT/2014/PT.JPR, tanggal 14 April. Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi tanggal 11 Februari 2014 dan jawaban memori tanggal 23 Mei 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Negeri Jayapura tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa alasan-alasan permohonan kasasi tidak dapat dibenarkan dan Judex Facti telah tepat dan benar dalam pertimbangannya serta tidak salah menerapkan hukum karena terbukti pihak Penggugat sekarang Termohon Kasasi telah membeli tanah perkara dari pihak Tergugat IV berdasarkan akta jual beli sah dan telah memenuhi ketentuan Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata;
“Bahwa perbuatan pihak Tergugat I yang tetap menguasai tanah perkara tanpa seijin pihak Penggugat adalah perbuatan melawan hukum dan perbuatan dimaksud telah pula diputus dalam perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap karena penyerobotan tanah milik Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi SYAHARUDDIN dan kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi : 1. SYAHARUDDIN, 2. TIMOTIUS DAWIR tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.