Gugatan Ganti-Kerugian Imateriil terhadap Potential Loss

LEGAL OPINION
Question: Ada yang membingungkan dalam praktik litigasi peradilan, terutama gugatan perdata. Seringkali ada kasus pencatutan merek dagang, dimana orang yang tidak berhak ternyata memakai merek pihak lain secara melawan hukum, dan mengambil keuntungan dari perbuatan ilegal demikian, yang sudah pasti logikanya membawa konseuensi dirugikannya pemegang merek yang sah.
Masalahnya, untuk menggugat ganti-rugi materiil, seringkali hakim bilang harus dibuktikan kerugiannya secara nyata, tapi kan itu sukar dilakukan karena yang paling tahu berapa keuntungan yang telah diperoleh oleh si pelaku perbuatan ilegal itu, jadi sangat bergantung pada itikad si pelaku pencatutan merek. Mana mungkin mereka mau terbuka untuk jujur. Adalah naif mengharap kejujuran seorang penipu.
Yang menjadi pertanyaan kami, apakah mungkin potential loss tersebut dimasukkan dalam kategori tuntutan ganti-rugi secara immateriil?
Brief Answer: Dalam praktik peradilan, berdasarkan best practice yang ada, tampaknya masih dimungkinkan menggugat ganti-kerugian imateriel demikian terhadap keuntungan yang hilang diakibatkan penggunaan merek dagang secara tidak sah.
PEMBAHASAN:
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya memberikan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.” Permasalahan hukum yang mengemuka, bagaimana cara membuktikan potential loss, serta apakah akan dimasukkan dalam kategori kerugian materiil ataupun jenis kerugian immateriil?
Ilustrasi konkret berikut menjadi rujukan utama SHIETRA & PARTNERS, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara perdata khusus hak kekayaan intelektual (merek) register Nomor 71 PK/Pdt.sus-HKI/2014 tanggal 28 November 2014, sengketa antara:
- SOEHARSO, S.H., M.H., sebagai Pemohon Peninjauan Kembali semula selaku Penggugat; melawan
1. GUNADI PRASETYO; 2. PT. LION SUPERINDO; 3. PT. LION SUPERINDO SOLO; 4. PT. LION SUPERINDO JOGJA, selaku Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu Para Tergugat.
Penggugat merupakan pemegang sah objek komersial berupa merek bahan pangan. Dasar gugatan yang diajukan ialah adanya Perbuatan Melawan Hukum jo. Pasal 76 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Undang-Undang tentang Merek pada saat itu), yang berbunyi sebagai berikut:
“Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:
a. Gugatan ganti rugi, dan/atau
b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.”
Dalam Perjanjian Lisensi antara Penggugat dan Tergugat I, disebutkan bahwa Penggugat memberi lisensi atau memberi hak untuk menggunakan merek OBOR khusus untuk jenis barang beras dan gula untuk daerah Jawa Tengah, bagi Tergugat I selama 4 tahun terhitung sejak 24-03-2003 sampai 24-03-2009.
Meskipun masa berlakunya lisensi menurut Perjanjian antara Penggugat dan Tergugat I, sudah kadaluarsa keberlakuannya, namun Tergugat I secara tidak bertanggung-jawab memasang iklan di koran harian, pada tanggal 4 Desember 2009, tertera diskon 20% untuk Obor Beras Rojo Lele Superobor dengan gambar OBOR.
Sampai tanggal 22 Juli 2011, terdapat iklan dari pihak Tergugat I di harian tersebut, dibagian bawah iklan tertulis dengan jelas Obor Beras: Rojolele sak 5 kg. Dari websitenya di internet yang diakses pada tanggal 23/11/2012, pukul, 9:43 Tergugat II mempromosikan beras merek OBOR dengan harga Rp57.990,00.
Dengan demikian terbuktilah, Tergugat II telah melakuan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Tergugat III dan Tergugat IV selaku perusahaan toko ritel, dalam brosurnya Edisi 45, 22-28 November 2012, telah mempromosikan Obor Beras Rojolele Sak 5 Kg dengan harga Rp57.990,00 dan telah menjual berbagai macam ukuran berat beras OBOR.
Akibat Perbuatan Melawan Hukum (disingkat PMH) dari para Tergugat, reputasi merek dari merek OBOR milik Penggugat, menjadi rusak. Ditilik dari kepercayaan relasi Penggugat, terjadi penurunan Brand Value (nilai merek) OBOR, sehingga Penggugat kehilangan pendapatan (Brand Revenue).
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Niaga Semarang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 03/Haki/M/2012/P.NIAGA.Smg., tanggal 26 Februari 2013, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa menurut norma yang berlaku dalam hukum merek, pemakaian suatu merek harus dilakukan secara utuh, hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan kesan terdapat persamaan pada pokoknya dengan merek milik orang lain, kecuali ditentukan lain oleh para pihak berdasarkan kesepakatan;
“Menimbang, bahwa meskipun penyebutan kata OBOR di katalog produk beras tersebut tidak menunjuk sebagai merek karena tidak tertulis di sak/karung produknya, tetapi menurut Majelis penyebutan kata OBOR dalam brosur iklan beras tersebut memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek OBOR milik Penggugat karena digunakan pada kelas barang yang sama yaitu di kelas 30, sehingga pencatuman itu dapat menyesatkan konsumen karena dapat menimbulkan kesan bahwa produk yang ditawarkan Tergugat II s/d IV tersebut adalah produk beras dengan merek OBOR milik Penggugat;
“Menimbang, berdasarkan bukti-bukti P-6, P-7, P-13 s/d P-15 brosur iklan penjualan beras dan katalog harga yang mencantumkan kata OBOR tersebut diterbitkan setelah perjanjian lisensi Tergugat I dengan Penggugat telah berakhir (tahun 2009), sehingga selaku supplier atas produk beras yang dijual di Superindo Tergugat I memiliki kewajiban hukum untuk memberitahukan kepada Tergugat II s/d Tergugat IV untuk tidak mencantumkan lagi kata ‘OBOR’ dalam brosur penjualan maupun katalog harga atas produk-produk yang dijual oleh Tergugat I, namun berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan ternyata Tergugat I tidak melakukan kewajiban hukumnya tersebut meskipun sepatutnya seharusnya Tergugat I mengetahui bahwa Tergugat II s/d Tergugat IV tetap mencantumkan dalam brosur iklannya sebagaiman bukti P-6 dan P-7 diatas;
“Menimbang, berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka Majelis berkesimpulan bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menggunakan kata ‘OBOR’ dalam promosi penjualan produk beras yang diproduksi oleh Tergugat I, sehingga Majelis perlu memperbaiki amar petitum gugatan Penggugat Nomor 4 karena berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan para Tergugat tidak terbukti telah memproduksi maupun menjual beras dengan merek OBOR, namun para Tergugat terbukti telah menggunakan kata Obor dalam promosi penjualan produk beras;
“Menimbang, mengenai tuntutan ganti rugi immateriil, oleh karena telah terbukti para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum maka para Tergugat harus dihukum untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat berupa hilangnya hak Penggugat menikmati nilai ekonomis merek yang besarnya akan diperhitungkan dari harga lisensi yang seharusnya dibayar para Tergugat semenjak habisnya masa pemberian lisensi di tahun 2009 sampai diajukannya gugatan ini ke Pengadilan Niaga pada tahun 2012;
“Menimbang, mengenai tuntutan Penggugat agar para Tergugat memasang iklan permintaan maaf seperempat halaman di harian SOLOPOS, Kedaulatan Rakyat dan Suara Merdeka, menurut Majelis hal tersebut terlalu berlebihan karena para Tergugat telah dihukum untuk membayar ganti rugi dan menghentikan semua kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan merek Obor sehingga tuntutan tersebut ditolak;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa Penggugat adalah pihak di Indonesia yang diberikan hak eksklusif oleh Negara untuk menggunakan merek OBOR kelas barang 30, dengan jenis barang antara lain beras, gula, terhitung sejak tanggal 8 Desember 1990 sampai sekarang, dengan nomor pendaftaran 288248, dilanjutkan dengan nomor 459662 dan terakhir terdaftar dengan nomor IDM000234088;
3. Menyatakan bahwa para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, mempromosikan beras merek OBOR tanpa ijin dari Penggugat;
4. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi immateriil kepada Penggugat sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan menghukum para Tergugat untuk menghentikan semua kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan merek Obor;
5. Menghukum para Tergugat untuk menarik peredaran segala macam jenis beras merek OBOR produksi Tergugat;
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar ongkos perkara ini sebesar Rp2.186.000,00 (dua juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah);
7. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Majelis Hakim sudah membuktikan Para Tergugat melakukan Perbuatan Melawan Hukum, karena sudah melakukan Perbuatan Melawan Hukum pasti terjadi kerugian pada Pemohon Kasasi—sebagai suatu konsekuensi logis.
Majelis Hakim dalam penilaian Penggugat, telah keliru dengan menghukum Para Tergugat membayar ganti rugi immateriil. Kerugian pertama dalam Perbuatan Melawan Hukum, yang pasti adalah Kerugian Materil. Menurut hukum, yang dimaksud dengan kerugian materiil adalah: Kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharusnya diperoleh. Lazimnya, si pelaku Perbuatan Melawan Hukum harus mengganti nilai kerugian, tidak hanya sebatas kerugian yang nyata-nyata diderita, melainkan juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.
Sementara yang dimaksud dengan Kerugian immaterial (sering juga diistilahkan sebagai kerugian moril), ialah: perbuatan melawan hukum yang menerbitkan kerugian yang bersifat immaterial / idiil, seperti rasa takut, sakit dan kehilangan kesenangan hidup, hingga rusaknya reputasi.
Secara akal sehat, kerugian tersebut nyata-nyata diderita akibat hilangnya potensi keuntungan yang seharusnya dapat diperoleh. Dengan demikian adalah wajar bila Para Tergugat dihukum untuk mengganti kerugian, tidak hanya untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga terhadap keuntungan yang seharusnya diperoleh (potential loss).
Singkat kata, Penggugat menyimpulkan bahwa hak Penggugat untuk menikmati nilai ekonomis merek, merupakan jenis kerugian materiil, bukan kerugian immateriil. Terhadap keberatan Penggugat maupun Tergguat, Mahkamah Agung dalam putusan kasasi register Nomor 263 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 30 Juli 2013, membuat pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah menelitisecara saksama memori kasasi tanggal 13 Maret 2013 dan 18 Maret 2013 serta kontra memori kasasi tanggal 20 Maret 2013, 1 April 2013, dan 27 Maret 2013 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Terhadap keberatan-keberatan dari Pemohon Kasasi I s.d. III/Tergugat II s.d IV:
- Bahwa keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon I s.d III tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang tidak salah menerapkan hukum, pertimbangan hukumnya sudah tepat dan benar dengan mengabulkan gugatan Penggugat karena Penggugat telah dapat membuktikan dalil gugatannya sebagai pemegang merek OBOR untuk kelas barang 30, termasuk beras, yang telah didaftarkan di Departemen Kehakiman dan juga telah dapat membuktikan bahwa Tergugat II s.d IV telah mencantumkan kata OBOR dalam brosur iklan beras dan print out resi pembayaran beras yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek OBOR milik Penggugat;
- Bahwa Para Tergugat terbukti telah menggunakan kata OBOR dalam penjualan produk beras yang merugikan Penggugat sehingga terbukti melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan merek OBOR tanpa ijin Penggugat, mengakibatkan kerugian bagi Penggugat karena produksi dan penjualan barang milik Penggugat menjadi menurun, sehingga tepat kalau dihukum membayar ganti-rugi;
2. Terhadap keberatan-keberatan dari Pemohon Kasasi IV/Penggugat:
- Bahwa keberatan-keberatan dari Pemohon Kasasi IV tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti sudah tepat dan benar dalam menerapkan hukum, yaitu bahwa mengenai ganti rugi tidak terbukti / tidak dirinci dan permohonan maaf yang dituntut dinilai berlebihan; [Note SHIETRA & PARTNERS: Dengan demikian Mahkamah Agung RI telah mengkategorikan potential loss sebagai sebentuk kerugian immateriel.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: PT. LION SUPERINDO, dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
MENGADILI :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi : I. PT. LION SUPERINDO, II. PT. LION SUPERINDO SOLO, III. PT. LION SUPERINDO JOGJA, dan IV. SOEHARSO, SH., MH., tersebut.”
Penggugat kembali mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti dengan saksama Memori Peninjauan Kembali tanggal 28 Mei 2014 dan Kontra Memori Peninjauan Kembali tanggal 26 Juni 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Juris (Mahkamah Agung) dan Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, ternyata putusan Judex Juris dan Judex Facti tidak terdapat adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata dan tidak salah dalam menerapkan hukum serta telah memberi pertimbangan yang cukup;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali SOEHARSO, S.H., M.H., tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali SOEHARSO, SH., MH., tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.