Duel Bersenjata Tajam yang Mengakibatkan Kematian

LEGAL OPINION
Question: Kalau sama-sama terluka akibat senjata tajam dalam perkelahian, tapi salah satunya kemudian tewas, maka apakah (pelaku perkelahian) yang hidup akan dipenjara untuk tuduhan pembunuhan? Bukankah sama-sama terluka?
Brief Answer: Kejadian dengan konstruksi hukum demikian, belum tentu dapat dikategorikan sebagai pembelaan diri akibat keadaan mendesak, meski sama-sama terluka akibat perkelahian demikian, karena pertanyaan investigasi paling utama yang akan diajukan Penyidik, Penuntut, dan Majelis Hakim ialah: Siapa yang memulai inisiatif dan mendesak hingga terjadinya pertandingan bersenjata yang mematikan demikian. Opsi “Anda atau saya yang akan mati” tidak akan tercipta bilamana salah satu pihak tidak berinisiatif untuk mendesak kondisi demikian.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, SHIETRA & PARTNERS akan merujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana pembunuhan register Nomor 30 PK/Pid/2009 tanggal 28 Oktober 2010, bermula pada waktu Terdakwa yang sedang mengendarai motor, telah distop oleh korban. Setelah Terdakwa berhenti agak jauh, korban mengejar Terdakwa dengan membawa parang, kemudian terjadilah perkelahian.
Terhadap dakwaan Jaksa, pihak Terdakwa menyanggah, bahwa meskipun Terdakwa ada niat atau rencana, akan tetapi seandainya korban tidak menyetop motor yang dikendarai Terdakwa, dan tidak mengejar Terdakwa, maka kemungkinan niat dan rencana untuk membunuh, tidak akan terlaksana. Ternyata korban sendiri juga telah ada niat dan rencana mencari Terdakwa dengan disertai senjata tajam berupa parang, dan pada waktu melihat Terdakwa melintas dengan motor, korbanlah yang menyetop kemudian mengejar Terdakwa sehingga pada waktu terjadi perkelahian dengan sama-sama menggunakan senjata tajam berupa parang (yang dibawa Terdakwa).
Didalam perkelahian tersebut, Terdakwa sendiri kemudian menderita luka di muka dan di lengan, bekas bacokan korban. Namun demikian, Jaksa mendakwa Terdakwa telah melakukan tindak pidana pembunuhan atau “pembunuhan berencana”, sebagaimana diatur dan diancam Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, karena saat Terdakwa belum berangkat mencari korban, ada kesempatan bagi Terdakwa untuk membatalkan niatnya, tapi kesempatan itu tidak dipergunakan oleh Terdakwa.
Terhadap tuntutan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Sekayu No. 100/Pid.B/2005/PN.Sky. tanggal 12 Juli 2005, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa Romli bin Daud tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Primair, Subsidair, Lebih Subsidair, lebih Subsidair lagi;
2. Membebaskan Terdakwa Romli bin Daud dari dakwaan tersebut;
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya.”
Dalam tingkat kasasi atas permohonan Jaksa Penuntut, adapun putusan Mahkamah Agung RI No. 1793 K/Pid/2005, tanggal 23 Januari 2006, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sekayu tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Sekayu No. 100/Pid.B/2005/PN.Ski. tanggal 12 Juli 2005;
MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa Romli bin Daud terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana ‘Pembunuhan’;
2. Menghukum oleh karena itu Terdakwa Romli bin Daud tersebut dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalankan Terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa tersebut tetap ditahan.”
Terdakwa mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Pemohon Peninjauan kembali telah mendasarkan permohonannya pada Pasal 263 ayat (2) huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP, namun tidak terdapat kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dari Majelis Hakim, karena yang terdapat adalah bahwa Hakim telah mempertimbangkan dan memutus perkara ini casu dengan tepat dan benar bahwa Terpidana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan Pembunuhan terhadap korban Armayadi bin Abdul Gani dan Morten bin Abdul Gani, sehingga permohonan Peninjauan kembali tidak beralasan menurut Pasal 266 Ayat (2) Huruf (a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP;
“Menimbang, bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 266 Ayat (2) Huruf (a) KUHAP permohonan Peninjauan Kembali harus ditolak dan putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali tersebut dinyatakan tetap berlaku;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan kembali : Terpidana ROMLI bin DAUD tersebut;
“Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali tersebut tetap berlaku.” 
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.