Belum Bekerja Bukanlah Alasan Pembenar Penelantaran Keluarga oleh Suami

LEGAL OPINION
Question: Kalau belum juga punya kerjaan atau masih harus cari kerjaan setelah tidak lagi punya kerjaan, apa bisa seorang suami dipidana pakai tuduhan menelantarkan istri dan anak?
Brief Answer: Tanggung jawab kepala keluarga, berdasarkan tradisi bangsa / budaya Ketimuran, ialah menjaga dan mencari nafkah bagi keluarga. Bila seorang pria selaku suami beralasan ‘tidak punya pekerjaan untuk menafkahi keluarga’, maka apakah artinya seorang istri juga bisa menggunakan dalil-dalil pembenaran diri untuk menelantarkan pengasuhan terhadap suami dan anak-anaknya? Seorang istri, yang menjadi Ibu Rumah Tangga, bahkan tidak mengenal kata ‘pensiun’.
Yang perlu kita ingat, ancaman hukuman penelantaran keluarga, tidaklah sepele, terbukti dalam praktik peradilan ancaman hukuman demikian berupa pidana penjara, yang tidak disertai masa percobaan. Itulah sebabnya, perkawinan usia dini (bahkan usia anak dibawah umur), tidak pernah dapat dibenarkan secara moril maupun secara sosial-kemanusiaan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang dapat menjadi cerminan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana penelantaran dalam rumah tangga, register Nomor 579 K/PID.SUS/2013 tanggal 16 Juni 2015, dimana sang suami didakwa karena selama satu setengah tahun tidak pernah memberikan nafkah lahir maupun batin kepada korban beserta anaknya yang semestinya menjadi tanggung jawab seorang suami, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 Huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Terhadap tuntutan Jaksa, yang menjadi putusan Pengadilan Negeri Donggala Nomor 237/Pid.B/2010/PN.Dgl. tanggal 18 Mei 2011, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa Sutrisno telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana ‘Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan orang tersebut’;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Sutrisno oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan.”
Dalam tingkat banding, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah di Palu Nomor 73/PID/2011/PT.PALU. tanggal 30 Nopember 2011, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima Permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa tersebut;
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Donggala Nomor 237/Pid.B/2010/ PN.Dgl. tanggal 18 Mei 2011 yang dimintakan banding tersebut, sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa Sutrisno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya ia wajib memberikan kehidupan, perawatan dan pemeliharaan orang tersebut’;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Sutrisno oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan.”
Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya ia wajib memberikan kehidupan, perawatan dan pemeliharaan orang tersebut’ melanggar Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, hal ini sesuai dengan fakta-fakta sebagai berikut:
- Bahwa anak dan istri Terdakwa setiap saat menunggu kehadiran Terdakwa untuk berada bersama-sama dalam satu rumah guna membangun rumah tangga sakinah, mawa’dah, dan warahmah. Namun Terdakwa tidak pernah datang menemui istri dan anaknya. Sejak 3 (tiga) hari selesai pernikahan, Terdakwa telah meninggalkan istrinya dan pergi ke rumah orang tua Terdakwa, dan hingga saat ini Terdakwa tidak pernah datang menemui istri dan anaknya yang tinggal di rumah orang tua istrinya (mertua Terdakwa). Padahal saat pernikahan istri Terdakwa yang bernama Nurwiyanti alias Wiwi sedang hamil dengan usia kehamilan 2 (dua) bulan, kehamilan Nurwiyanti tersebut akibat perbuatannya bersama Terdakwa;
- Bahwa Terdakwa termasuk suami / bapak yang tidak memperhatikan kewajibannya selaku kepala rumah tangga, yang harus memberikan nafkah lahir maupun nafkah batin kepada istri dan anaknya. Selama ini yang menanggung biaya hidup anak dan istri Terdakwa adalah orang tua dari istri Terdakwa (mertua Terdakwa);
- Bahwa meskipun Terdakwa pernah memberikan biaya pengobatan kepada istrinya, bukan berarti Terdakwa telah memenuhi kewajibannya sebagai suami, sebab Terdakwa telah meninggalkan istri dan anaknya sejak bulan Februari 2009 hingga diperiksanya perkara ini yaitu kurang lebih selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, sedangkan hubungan Terdakwa dengan istrinya yaitu Nurwiyanti alias Wiwi masih berstatus sebagai suami-istri;
- Bahwa meskipun Terdakwa masih melanjutkan pendidikan dan belum mempunyai pekerjaan, seharusnya Terdakwa tetap tinggal bersama istrinya di rumah mertuanya atau mengajak anak dan istri Terdakwa untuk tinggal di rumah orang tua Terdakwa, namun Terdakwa tidak melakukan hal itu;
“Bahwa perbuatan Terdakwa meninggalkan isteri dan anaknya yang berumur 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan sebagaimana fakta-fakta yang terungkap di persidangan merupakan perbuatan pidana melanggar Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa: SUTRISNO tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.